NovelToon NovelToon
Gadis Magang Milik Presdir

Gadis Magang Milik Presdir

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Nikah Kontrak
Popularitas:21.4k
Nilai: 5
Nama Author: Black moonlight

Demi melanjutkan pendidikannya, Anna memilih menjadi magang di sebuah perusahaan besar yang akhirnya mempertemukannya dengan Liam, Presiden Direktur perusahaan tempatnya magang. Tak ada cinta, bahkan Liam tidak tertarik dengan gadis biasa ini. Namun, suatu kejadian membuat jalan takdir mereka saling terikat. Apakah yang terjadi ?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Black moonlight, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kepedulian

Perkuliahan kembali dimulai dengan rutinitas yang biasanya disambut Anna dengan penuh semangat. Tapi pagi itu, ia melangkah ke gerbang kampus dengan langkah berat yang terasa menyeret. Dunia seakan bergerak lebih cepat sementara tubuhnya bergerak lebih lambat.

Kelelahan menumpuk dari dua pekerjaan, tidur yang hanya tiga jam setiap malam, serta pikiran yang selalu cemas tentang tagihan kuliah membuat tubuhnya menjerit minta jeda. Namun Anna tidak punya waktu, tidak punya kemewahan untuk berhenti.

Satu-satunya pilihan adalah terus berjalan.

Mahasiswa-mahasiswa lain berjalan berkelompok menuju gedung kuliah, beberapa bercanda, beberapa saling menyapa. Anna menyelip di antara mereka, kepala tertunduk, masker yang dipakainya tidak hanya untuk kesehatan, tapi juga sebagai tameng agar orang tak melihat wajahnya yang semakin tirus dan pucat.

Dulu, Anna dikenal sebagai gadis cerah dengan kulit bersih yang selalu tampak segar. Sekarang, kulitnya gelap terbakar matahari karena kerja driver online hingga larut malam. Keringat, debu, dan jarangnya ia punya waktu merawat diri membuat kulitnya tampak kering, pecah-pecah pada bagian tertentu. Matanya membentuk lingkaran hitam pekat yang tidak bisa ditutupi bedak murah hasil patungan bersama Lusi.

Tubuhnya menyusut. Seragam organisasi yang dulu pas kini longgar menggantung. Tas yang ia bawa terasa lebih berat bukan karena isi, tapi karena beban hidup yang ia pikul.

Di kelas pagi itu, Anna duduk di kursi paling belakang—sesuatu yang tidak pernah ia lakukan. Biasanya ia duduk dekat depan, aktif berdiskusi, bertanya, dan mencatat dengan antusias. Kini ia hanya diam, menatap layar slide tanpa fokus.

Dosen mata kuliah Manajemen Keuangan, Bu Rini, memulai kelas dengan suara ceria seperti biasa. Namun tengah-tengah menjelaskan, matanya sekilas melirik ke arah belakang. Alisnya bertaut.

Anna terlihat… berbeda. Sangat berbeda.

Bu Rini mengenal Anna sebagai mahasiswi yang selalu terlihat rapi, penuh percaya diri, dan punya intuisi bisnis yang baik. Tapi yang duduk di belakang hari itu bukan Anna yang ia kenal.

Gadis itu tampak kosong.

Tak ada cahaya di matanya.

Tak ada suara dari bibirnya.

Beberapa kali ia terlihat mengusap wajah, seolah berusaha menahan pusing.

Beberapa kali bahunya menurun, seolah energi menguap dari dalam tubuh.

Dan saat kelas hampir selesai, Anna menyandarkan kepalanya di meja. Bukan untuk tidur… tapi seperti seseorang yang tidak lagi mampu menahan berat kepalanya sendiri.

“Anna,” panggil Bu Rini ketika kelas bubar.

Anna mengangkat kepala perlahan. Gerakannya lambat, seperti robot yang engselnya berkarat.

“Iya, Bu?” suaranya pelan, nyaris tak terdengar.

“Bisa ibu bicara sebentar?”

Anna mengangguk, walaupun wajahnya seketika tegang. Ia takut. Takut ketahuan mengumpulkan tugas terlambat, takut ketahuan jarang ikut rapat organisasi, takut ketahuan jarang hadir tepat waktu.

Yang paling ia takutkan: ketahuan tidak sanggup membayar kuliah.

Bu Rini mengajak Anna duduk di kursi paling depan. Saat jarak dekat, perubahan Anna tampak semakin jelas. Napasnya pendek, kulitnya pucat, dan bibirnya pecah-pecah.

“Anna,” ucap Bu Rini lembut, “apa yang terjadi dengan kamu?”

Anna menunduk cepat. Jantungnya berdegup keras. Tangannya gemetar di atas pangkuan. Ia ingin menjawab bahwa ia baik-baik saja, tapi lidahnya terasa kaku.

“A-aku cuma kecapekan, Bu.”

“Kamu turun berat badan banyak ya?”

Anna tidak menjawab.

“Kulit kamu terbakar… mata kamu cekung… dan kamu terlihat tidak fokus sejak awal semester,” lanjut Bu Rini. “Ini bukan sekadar capek biasa.”

Ada jeda panjang. Anna menelan ludah, berusaha menahan air mata yang mulai menggenang.

Bu Rini menghela napas dan berkata jujur,

“Kamu itu anak yang pintar, aktif di organisasi, selalu ceria. Melihat kamu seperti ini… ibu khawatir.”

Kata khawatir itu memecahkan dinding tebal yang selama ini Anna bangun.

Air matanya menetes tanpa suara. Ia buru-buru mengusapnya, takut terlihat lemah.

“Anna, tolong jujur sama ibu,” pinta Bu Rini. “Ada masalah di rumah?”

Hening.

Lalu perlahan, dalam suara bergetar, Anna menjawab,

“Bisnis keluarga kami bangkrut, Bu…”

Dan setelah itu, segala yang ia tahan berminggu-minggu akhirnya tumpah.

Tentang ayah yang kehilangan pekerjaan.

Tentang ibunya membuat kue kecil-kecilan.

Tentang perjodohan yang memaksanya memilih masa depan yang bukan miliknya.

Tentang tidur tiga jam sehari.

Tentang kerja serabutan.

Tentang uang kuliah yang menumpuk.

Tentang ketakutan akan DO.

Bu Rini mendengarkan tanpa menyela. Raut wajahnya berubah, bukan iba semata—tapi pedih melihat muridnya berjuang sendirian seperti itu.

Ketika Anna selesai bercerita, Bu Rini menarik napas panjang.

“Kamu tidak bisa menghadapi semua ini sendirian, Nak.”

Anna menunduk makin dalam, seolah rasa malu menusuk dadanya.

“Aku… aku cuma tidak mau merepotkan siapa-siapa,” bisiknya.

“Kamu bukan merepotkan,” tegas Bu Rini. “Kamu butuh bantuan—dan itu wajar.”

Bu Rini berdiri. “Ayo, ikut ibu.”

Anna terkejut. “Ke mana, Bu?”

“Kemahasiswaan. Kita cerita ke mereka.”

Anna sontak panik. “Jangan Bu… tolong jangan… nanti aku—”

“Anna.” Bu Rini menatapnya dengan mata tegas namun penuh kehangatan. “Ini soal masa depan kamu. Ibu tidak akan tinggal diam.”

Anna terdiam. Tidak ada tenaga tersisa untuk menolak.

Dengan langkah gemetar, ia mengikuti sang dosen menuju gedung kemahasiswaan. Setiap langkah terasa berat. Rasa malu dan takut berputar dalam kepalanya.

Saat memasuki ruangan, Bu Rini langsung berbicara dengan kepala bagian kemahasiswaan, Pak Ardan—sosok yang dikenal bijak dan dekat dengan banyak mahasiswa.

“Pak, saya ingin diskusi soal mahasiswi saya,” kata Bu Rini.

Tatapan Pak Ardan jatuh pada Anna yang berdiri di belakang, terlihat kecil dan rapuh.

Dalam pembicaraan yang berlangsung sekitar 20 menit, terungkap semua kondisi Anna—tunggakan semester, kondisi ekonomi keluarga, pekerjaan berlapis-lapis, hingga perubahan sikap drastisnya.

Pak Ardan mengangguk penuh pengertian.

“Saya sudah melihat namanya di daftar mahasiswa menunggak,” katanya pelan. “Tapi saya tidak menyangka kondisinya sampai begini.”

Anna menunduk, suara tercekat.

“Saya minta maaf, Pak… saya cuma tidak mau jadi beban.”

Pak Ardan tersenyum lembut.

“Kamu tidak jadi beban, Anna. Tugas kami justru membantu kamu.”

Anna menggigit bibir kuat-kuat agar tidak menangis lagi.

“Kita akan cari solusi,” lanjutnya. “Kamu butuh program yang bantu kamu dapat penghasilan tetap tanpa mengganggu kuliah.”

Bu Rini menimpali, “Saya pikir Anna cocok ikut program magang kerja sama kampus. Perusahaan mitra kita banyak. Dia bisa dapat uang saku dan jam kerjanya fleksibel.”

Pak Ardan mengangguk mantap. “Betul. Minggu ini juga akan ada pembukaan slot magang baru. Termasuk perusahaan besar yang baru kerja sama dengan fakultas.”

Anna mengangkat wajah, matanya bergetar. Harapan kecil tampak di dalamnya.

“Kamu mau ikut seleksinya, Nak?” tanya Pak Ardan.

Anna menahan tangis dan mengangguk.

“Ya… saya mau, Pak.”

“Baik.” Pak Ardan menepuk pundaknya lembut. “Mulai hari ini, kamu fokus pada kuliah. Jangan paksakan tubuh kamu. Untuk masalah administrasi, biar kampus bantu pikirkan.”

Tubuh Anna melemas saat mendengarnya. Seakan beban raksasa yang menekan punggungnya selama berbulan-bulan sedikit terangkat.

Untuk pertama kalinya, ia merasa… tidak sendirian.

Saat keluar dari ruang kemahasiswaan, Anna menatap langit kampus yang cerah.

Hatinya masih penuh ketakutan, hutang kuliah belum hilang, masalah keluarga tidak tiba-tiba berubah…

Tapi sekarang ia punya arah.

Punya kemungkinan.

Punya kesempatan.

Ia menarik napas panjang, menatap tangannya yang kurus dan kulitnya yang gelap.

Perjuangannya belum selesai.

Tapi setidaknya—hari ini seseorang melihatnya. Dan seseorang menolongnya.

Dan mungkin, dari sinilah jalan menuju kehidupan yang lebih baik akan terbuka.

1
Tania Sunjana
luar biasa slalu di tunggu kelanjutan nya
Tania Sunjana
slalu nunggu kelanjutan nya thor🙏
elistya suci
kok gk update2 thor??udh 2 hari iniii😄
Evi Lusiana
semangat an,bkin suamimu bucin sm kamu
Evi Lusiana
ketawa dasar gema assistan koplak
elistya suci
kak kok gk up up ya
Evi Lusiana
knp liam mau aj d stir ibuny,bgaimn seorag ibu tega mengirbankan perasaan liam dan ana hny demi jabatan dn nama baik
Rezqhi Amalia: permisi kak, siapa tahu kakak minat mampir dikaryaku yang berjudul 'Terjebak Pernikahan Kontrak Dengan Dosen Pembimbingku'

terimakasih sebelumnya 🤗💐
total 1 replies
Evi Lusiana
semangat ana,bwt suami mu bucin padamu,tumbuhkan lg cinta yg mulai layu
elistya suci
tengkiu thor..ditunggu up up lagi..wkwkwk serakah dikit lah thorrr
Evi Lusiana
knp karakter liam bgtu angkuh dn munafik thor,gk mau ngakuin perasaaan ny membeli cinta dg kekuasaan
elistya suci
keren si ceritany,bikin penasaran,saking bener2 bikin penasaran kadang digantung,dan udh jauh epiaodenya blm deal2 juga jadiannya liam sama anna🤣udh gemes gt sama ceritany
elistya suci
thor,updatenya itu setiap waktu apa ya thor?lewat tengah malamkah,pago subuhkah,apa pagi2,siang hari,apa sore,apa malem,apa menjelang tengh malam.aku tu ngguin trs update terbaru ni cerita thor,tp waktunya gk di bikin menentu😆
elistya suci: tp ini kok blm update2 thor,kadang update cuma 1,kadang 3 ,kadang 2😄
total 2 replies
Evi Lusiana
kau psti menyesal liam gk mengakui perasaanmu sndri
elistya suci
suatu saat jika ana udh mentok dengan segala urusan sakit hatinya,dan dia memilih pergi dari liam,semoga aja liam gk ada penyesalan betubi2 kalo pas sadar ternyta si liam lebih bnyak cintanyaa ke ana😄
Evi Lusiana
muna lo liam
elistya suci
tengkiuu tripleee up,nambah lagi makinn mantap..bikin pinisirin bingitt nih setiap bab ny
elistya suci
semngatt thorr
Evi Lusiana
greget sm liam knp dia gk bs tegas dgn perasaan ny
elistya suci
up lg thorr🙏🙏🙏
Evi Lusiana
kapok lu liam,pengecut gk brani jujur dg perasaanny thd ana,terlalu egois mnggunakn kekuasaan tuk mncari² kesalahan org2 yg tk bersalah
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!