Ellena Anasya Dirgantara, putri tunggal keluarga Dirgantara. Tapi karena suatu tragedi kecelakaan yang merenggut nyawa sang ayah, Ellen dan bundanya memutuskan untuk pindah kekampung sang nenek.
Setelah tiga tahun, dan Ellen lulus dari SMA. Ellen dan bundanya memutuskan untuk kembali ke kota. Dimana kehidupan mereka yang sebenarnya sebagai keluarga Dirgantara.
Dirgantara, adalah perusahaan besar yang memiliki banyak anak cabang yang tak kalah sukses nya dari perusahaan pusat.
Kini bunda Dian, orang tua satu-satunya yang dimiliki Ellen, kembali ke perusahaan. Mengambil kembali tongkat kepemimpinan sang suami. Selama tiga tahun ini perusahaan diurus oleh orang kepercayaan keluarga Dirgantara.
Ellen harus rela meninggalkan laki-laki yang selama tiga tahun tinggi didesa menjadi sahabat nya.
Apakah setelah kepindahannya kembali ke kota Ellen akan menemukan laki-laki lain yang mampu mencuri hatinya atau memang sahabat nya lah yang menjadi tambatan hati Ellen yang sebenarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Caca99, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Membujuk Mas Arya
Rebahan adalah rutinitas sehari-hari Ellen kalau tidak ada agenda dengan kedua sahabatnya.
Bermain ponsel sambil scroll scroll vidio di salah satu aplikasi media sosial, menjadi kegiatan mengisi waktu luang Ellen.
Tok
Tok
Tok
"Ellen, bunda boleh masuk sayang?." Ternyata itu adalah bunda Dian. Sepertinya baru pulang dari kantor.
"Iya bunda, masuk aja." Ellen merubah posisinya yang semula tengkurep dikasur, kini duduk menyambut bunda Dian dengan senyuman.
"Katanya malam ini kita mau makan malam bareng mas Arya, kok kamu belum siap-siap sih." Bunda Dian duduk di pinggir kasur Ellen.
"Iya bunda, ini benar lagi mau mandi kok."
"Buruan sayang. Nanti mas Arya katanya mau datang sama seseorang. Mau ngenalin sama kita."
"Siapa bun?." Tanya Ellen penasaran.
"Bunda juga belum tau. Katanya someone spesial. Makanya, buruan mandi sana bunda juga mau siap-siap habis ini."
"Oke bunda." Dengan semangat, Ellen turun dari atas kasur nya, berlari kecil menuju kamar mandi.
"Lihat tuh yah anak kamu, udah besar tapi tingkah nya masih kek anak-anak." Bunda Dian tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah Ellen.
Ellen dan bunda Dian sudah selesai berkemas, tinggal menunggu Arya dan seseorang yang katanya akan dikenalkan Arya kepada mereka berdua.
"Mas Arya mana sih bun, kok lama banget deh." Omel Ellen, sudah lewat dari jam janjian mereka tapi Arya belum kunjung datang.
"Sabar sayang. Jakarta kan jam segini lagi macet-macet nya." Ucap bunda Dian.
Hampir lima belas menit menunggu dengan Ellen yang terus mengomel akhirnya Arya datang juga. Turun dari mobil mewahnya menggandeng seorang perempuan disisinya.
"Malam tante, maaf ya telat macet tadi soalnya." Ucap Arya, menyalami bunda Dian.
"Nggak apa-apa Arya, kita juga baru siap kok."
"Mas Arya lama banget tau, nih perut udah keroncongan nungguin mas nggak dateng-dateng." Kembali Ellen mengomel.
"Iya bawel, namanya juga macet." Arya mencubit hidung Ellen.
"Mas Arya sakit tau." Ellen menepis tangan Arya.
"Oh iya, kenalin ini Nanda someone spesial yang tadi Arya bilang sama tante." Arya memperkenalkan perempuan yang dia bawa.
"Hai Nanda, kamu cantik banget sayang." Puji bunda Dian.
"Terimakasih tante, tante juga cantik banget. Nggak kelihatan tau kalau tante udah punya anak seumuran Ellen." Ucap Nanda. "Ini pasti Ellen kan, sama cantik nya sama tante Dian."
"Hai kak, salam kenal. Aku Ellen." Ellen menerima jabatan tangan Nanda.
"Ayo masuk, masa kita mau ngobrol di depan pintu aja." Bunda Dian mengajak Arya dan Nanda masuk kedalam rumah.
Mereka langsung menuju meja makan, karena Ellen sudah ngomel-ngomel karena lapar.
"Masakan nya enak banget, ini tante yang masak?." Tanya Nanda.
"Iya, tapi dibantuin bibi. Lebih banyak bibi yang ngerjain." Ucap bunda Dian.
"Wajar lah tan, kata mas Arya kerjaan dikantor lagi banyak-banyak nya, jadi wajar lah tante nggak punya banyak waktu dirumah."
"Lebih capek Arya sih sebenarnya. Lebih banyak dia yang ngerjain pekerjaan ketimbang tante."
"Itu udah benar tan, yang ringan-ringan tante yang ngerjain yang berat-berat kasih mas Arya aja." Ucap Nanda. Sepertinya Nanda ini tipikal orang yang gampang mengakrabkan diri dengan orang baru, buktinya saja sekarang dia langsung akrab dengan bunda Dian.
"Nanda juga jago masak loh tan." Ucap Arya ikut menimpali setelah dari tadi hanya diam sambil senyum-senyum melihat interaksi dua perempuan beda generasi itu.
"Oh ya? Lain kali boleh dong masak bareng tante."
"Boleh banget tan. Kapan-kapan kalau tante nggak sibuk dan mau masak bareng, kabarin Nanda aja."
"Pasti itu sayang."
"Ini kenapa nih diem aja dari tadi. Laper banget ya?." Arya mengusak rambut Ellen, yang sejak tadi hanya diam tak secerewet Ellen yang biasanya.
"Nggak apa-apa mas." Ucap Ellen.
"Oh iya, Nanda satu kampus sama kamu loh Len. Tapi dia kakak tingkat kamu, udah semester akhir." Ucap Arya.
"Ooh. Nggak tau sih, kan aku baru di kampus. Lagian kampusnya juga lusa banget. Aku kenalnya Zelin sama Laura doang sih." Ucap Ellen, tidak menyambut antusias Arya.
"Bunda, bunda jangan lupa loh sama tujuan awal kita ngajakin mas Arya makan malam disini." Ucap Ellen setelah nya. "Keasikan ngobrol nanti bunda lupa lagi."
"Apa tan?." Tanya Arya yang penasaran.
"Jadi gini." Bunda Dian mengubah posisi duduknya menjadi agak tegak, tidak sesantai sebelum nya.
"Tante sama Ellen ada rencana buat ngajak kamu tinggal bareng kita disini. Kamu kan udah tante anggap anak sendiri, udah kayak kakak nya Ellen. Dari pada kamu tinggal di kos-kosan gimana kalau kamu tinggal bareng kita disini." Ucap bunda Dian.
Mendengar itu, Arya tersenyum sebelum menjawab. "Arya hargai penawaran tante sama Ellen. Arya juga udah nganggep tante sama Ellen tuh kayak keluarga Arya sendiri. Arya sayang sama kalian ya udah kayak keluarga. Tapi maaf tan, Arya nggak bisa menerima tawaran tante. Dengan tante jadikan Arya orang kepercayaan di perusahaan, itu udah lebih dari cukup bagi Arya, tan. Arya rasa, nggak usah sampai ngajak Arya tinggal bareng kalian disini lah. Gimanapun, tante tetap ibu Arya dan Ellen tetap adik kesayangan Arya."
"Tante nggak bisa maksa, semuanya balik lagi ke kamu. Keputusan ada ditangan kamu. Tapi besar harapan tante, kamu mau tinggal bareng kita disini."
"Mas ayolah. Masa mas Arya tega biarin Ellen tinggal berdua doang sama bunda disini." Ellen ikut membujuk Arya.
"Kan ada bibi dua orang, ada satpam juga didepan. Mas nggak akan lepas pengawas dari kamu sama bunda."
"Tetap aja mas. Coba deh mas Arya bayangin, amit-amit nih terjadi apa-apa sama Ellen atau bunda, trus mas Arya jauh. Mas Arya tega." Ellen mengeluarkan jurus nya.
"Kalau kamu butuh privasi, kamu bisa nempatin kamar yang dilantai tiga. Tante bakal siapin semua keperluan kamu disana." Ucap bunda Dian.
"Iya mas. Janji deh, Ellen nggak bakal gangguin mas Arya."
"Tapi tan, Len...."
"Mas Arya kok tega sih sama kita. Kita nggak punya siap-siap lagi buat ngelindungin kita selain mas Arya. Ellen sama bunda cuma punya mas Arya doang." Ellen memasang mimik wajah sesedih mungkin, berharap Arya lulus dengan rayuan nya.
"Benar itu kata Ellen. Cuma kamu yang bisa kita andelin." Bunda Dian tak mau kalah.
"Iya deh. Iya, Arya mau tinggal bareng tante sama Ellen disini." Akhirnya Arya setuju. Arya paling tak bisa menolak keinginan dua orang wanita kesayangannya itu. Meski bukan keluarga kandung, bunda Dian dan Ellen adalah segala-galanya bagi Arya, karena dia hidup sebatang kara tak punya siapa-siapa lagi.
"Yeeeeyy, terimakasih mas Arya." Ellen berdiri dan memeluk Arya.
"Sama-sama adik kuuu."
Nanda ikut tersenyum melihat kedekatan Arya dengan Ellen dan bundanya.
Setelah berhasil membujuk Arya dan makan malam mereka juga telah selesai, Arya dan Nanda pamitan pulang karena sudah malam.
______
"Kenapa nih senyum-senyum sendiri, dapat cowok baru ya lo." Zelin dan Laura menghampiri Ellen yang sedang duduk di taman kampus sendirian.
"Cowok aja tuh yang ada di otak lo."
"Habisnya lo senyum-senyum sendiri, kek orang kasmaran." Ucap Zelin.
"Orang senyum-senyum itu nggak harus selalu lagi kasmaran Zelin." Ucap Laura.
"Kalian tau nggak, mas Arya mau tinggal bareng gue sama bunda." Ucap Ellen.
"Waah bagus dong, kalau gitu gue bisa lah main tiap hari kerumah lo." Ucap Zelin.
"Lo boleh tebar pesona ke cowok mana pun asal jangan kakak gue." Ucap Ellen.
"Lah kenapa? Gini ya Ellen, gue cantik mas Arya ganteng, pas banget tau, cocok kita itu."
"Tapi sayangnya mas Arya udah punya cewek." Ucap Ellen.
"Selagi tuh janur kuning belum melengkung, masih ada kesempatan kawan." Ucap Zelin.
"Terserah lo deh Zel." Ellen berdiri meninggalkan Laura dan Zelin.
"Ellen. Mau kemana lo." Panggil Zelin.
"Kantin. Laper gue dengerin ocehan lo." Ucap Ellen.
"Ikut gue Len." Laura ikut menyusul Ellen.
"Gini nih nasib punya teman nggak ada support-support nya sama teman sendiri." Zelin juga ikut menyusul Ellen dan Laura.
"Pesen apa nih kita?." Tanya Laura. Dari banyak nya stand makanan, jadi mereka bingung mau makan apa.
"Gue mau pesen dimsum, kalian berdua mau nggak?." Tanya Zelin.
"Boleh deh, sekalian ya Zel." Ucap Laura.
"Gue mau batagor. Gue pesen dulu ya." Ucap Ellen. Menuju stand batagor.
Menunggu pesanan nya jadi, Ellen berdiri didekat stand batagor itu sambil bermain ponsel.
"Dek, ini batagor nya udah siap." Panggil penjaga stand batagor itu.
"Oh iya bu." Baru Ellen akan mengambil piring berisi batagor pesanan nya itu, tiba-tiba seseorang menyerobot dan mengambil piring milik Ellen itu.
"Woi, lo kalau mau pesen sendiri dong, anteri." Ucap Ellen.
"Gue nggak punya banyak waktu buat itu." Itu adalah Arvan. Tanpa rasa bersalah, Arvan pergi membawa piring berisi batagor milik Ellen itu pergi.
"Woi, balikin batagor gue gila." Bukan Ellen namanya kalau hanya diam saja.
Ellen menyusul Arvan yang sudah duduk bersama Arga dan Naren, di meja tempat biasa mereka duduk.
Tanpa mengucapkan apapun, Ellen menarik piring berisi batagor itu lalu menumpahkan kebaju Arvan.
Tentu saja hal itu membuat Arvan marah. Dengan emosi nya, Arvan berdiri berhadapan dengan Ellen yang dengan berani membalas tatapan marah Arvan.
"Apa? Mau marah lo sama gue. Lo pikir gue takut." Tantang Ellen.
"Bersihin baju gue."
"Nggak!."
"Bersihin atau..."
"Atau apa, ha? Lo pikir gue takut sama lo. Nggak ya. Salah sendiri lo ambil makanan gue. Nggak tau adab antri lo?."
"Van udah, cewek masa lo lawan sih." Ucap Arga, berubah melerai perdebatan itu.
Keributan itu mengundang perhatian yang lainya, termasuk Zelin dan Laura.
"Zel, itu temen lo ngapain lagi sih. Berurusan sama mereka." Ucap Laura.
"Nggak tau gue. Emang ya tuh anak nggak ada takutnya."
Laura dan Zelin menghampiri Ellen, membawa sahabat nya itu pergi dari hadapan Arvan.