"Heh, anak sialan! Pergi kamu dari
rumah ini. Keluar!! Gak sudi aku
nampungmu lagi!!" usir Bu Elanor.
membuat Alvin yang sedang melamun
segera terperanjat.
"Berhenti bicara yang tidak-tidak
Ela!!" hardik pak Rohman.
"Kamu pilih aku dan anak anak yang
keluar apa anak sialanmu ini yang keluar
pak!?" teriak Bu Elanor membuat pak Rohman terkejut.
Beliau tak pernah berfikir akan
dihadapkan pada situasi se rumit ini.
"Alvin yang akan keluar pak buk"
ucap Alvin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fantastic World Story, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21 Iri
Hari hari Alvin berlalu seperti
biasa. Listrik yang semula mati sudah
menyala, setelah Alvin tempati
rumahnya 3 hari kemudian. Ia bahkan
mulai merasa nyaman dengan tempat
tinggalnya itu.
Rumah yang sebelumnya tampak
kumuh, tak terawat dan tak berisi, kini
perlahan mulai tampak ada kehidupan.
Alvin mulai mengisi rumah tersebut
dengan peralatan yang paling ia butuhkan.
Seperti kompor dan kipas angin,
meski ia beli dari rosok yang ada di tempat
haji Maliki, bukan hal yang mahal, namun
sebelum membelinya Alvin
memikirkannya berulang kali.
"Jangan terlalu pelit sama diri sendiri
le" nasehat Mak Na yang selalu melintas di
ingatan Alvin, saat dirinya berfikir
untuk membeli sesuatu.
Hubungan dengan kedua orangtuanya
pun merenggang, hanya pak Rohman yang
pernah singgah ke tempatnya. Itu pun
hanya sekali, saat Alvin sengaja mampir
berkunjung ke rumah orangtuanya, ia
malah ditolak mentah mentah oleh sang
ibu.
Saat gajian berikutnya, Alvin sudah
bisa membeli ponsel. Dengan diantar
Mingyu, Alvin memilih dan membeli
ponsel yang ia rasa sesuai dengan
kebutuhan dan keuangannya.
"Makin hari makin enak dipandang
ini rumah vin" ucap Mingyu menatap
sekeliling rumah yang ditempati Alvin.
"Yoi. kemarin diberi sisa cat sama pak
Rusdi, jadi aku cat pelan pelan Ming, ini
aja yang dalem masih kayakgini" jawab
Alvin seraya menyalakan kompor,
hendak membuat kopi.
"Syukurlah, betah kamu tinggal
disini?" tanya Mingyu basa basi.
"Yah betah lah, mau gimana lagi, ini
sudah tempat termewah yang bisa aku
usahakan" jawab Alvin.
"Hmmmm, kemungkinan mulai
semester depan aku mau lepas beasiswa
Vin" ujar Mingyu seraya mulai
menyalakan rokok yang di pegangnya.
"Oh ya, keren kamu Ming!" respon
Alvin ikut senang.
"Masih kerenan kamu lah, ini semua
kamu pakai uangmu sendiri. Aku aja iri"
ujar Mingyu.
"Apane sing keren, opo sing mbok iri?
Gak duwe wong tuwo? Omah ngontrak?
Sekolah nunut? Sepeda pancal?" papar
Alvin seraya meletakkan kopi untuk
mereka berdua.
"Hahaha gak usah melas melas ngunu
tala Vin!" jawab Mingyu ngakak,
membuat mata yang sudah sipit kini
semakin hilang.
"Lah kamu, jadi orang gak bersyukur
banget! Udah tahu keadaanku kayak gini,
malah di iri" ujar Alvin.
"Tapi Yoh gak iri ambek ngenes e, aku
tuh iri sama gimana kamu kok bisa bagi
waktu, kerja, sekolah, ngumpulin rosok.
Kamu tahu vin, papaku itu Sampek
bangga loh ke kamu, kata beliau aku suruh
nyontoh kamu kalau mau sukses. Jadi,
sekarang aku mulai kepikiran kalau aku
harus bikin usaha sendiri, biar gak di remehin sama papa" tutur Mingyu,
membuat Alvin mengangguk mengerti.
Memang beberapa kali Alvin pernah
bermain ke rumah Mingyu, rumah yang
tampak mewah bagi Alvin, hingga ia
sempat protes mengenai beasiswa yang di
dapat oleh Mingyu.
Saat itu, Mingyu beralasan bahwa
dirinya mengajukan beasiswa, karena
usaha papanya sedang merosot, namun
perlahan membaik kembali.
"Pikirkan dengan matang, usaha apa
yang ingin kamu lakoni, kalau ingin tanpa
modal ya mulung kayak aku, tapi
melihatmu sepertinya gak mungkin Ming,
jadi pikirkan dengan baik, apa yang ingin
kamu lakukan, kamu gak punya modal, bisa
pinjam papamu dulu. Jangan terpaku
sama kebanggaan papamu padaku,
papamu ngomong kayak gitu cuma pingin bakar semangat yang ada dalam diri kamu"
nasehat Alvin yang membuat Mingyu
menganggukkan kepalanya berkali-kali
seraya menyeruput kopi yang disediakan
oleh Alvin.
"Ojo mantuk mantuk ae, rungokno
wong ngomong Ikif' ucap Alvin
bercanda.
"Haha omongannmu udah kayak
penasihat ulung. Mulai sekarang aku
panggil kamu suhu aja ya vin" jawab
Mingyu sembari tertawa ngakak.
"Suhu rosok" ucap Alvin membuat
keduanya tertawa bersama.
Begitulah kebersamaan keduanya
terjalin semakin akrab.
Mingyu yang keluarganya memiliki
basic bisnis, sejujurnya membuatnya
sedikit tertekan, sebab sang papa seringkali membandingkan dirinya
dengan Alvin yang sudah memiliki
penghasilan sendiri sejak dini.
Alvin yang sudah memiliki ponsel,
kini bisa lebih update, perlahan ia tak lagi
ketinggalan berita, meski demikian, tak
membuat dirinya berhenti mengunjungi
Mading, setiap hari. Entahlah, membaca
berita sekolah lebih seru dari Mading,
katanya.
Meski ia sudah membaca lewat ponsel,
tetap saja setiap sampai sekolah, ia selalu
menyempatkan diri mengintip Mading,
yang biasa ia datangi sebelumnya.
Semester pertama hampir usai, ujian
pun selesai dilaksanakan, hanya tinggal
remidi dan perbaikan nilai saja hari hari
terakhir ini.
Beruntung bagi Alvin, sebab meski nilainya bukanlah yang tertinggi di setiap
mata pelajaran, namun tak ada satu
pelajaran pun yang bisa membuatnya
remidi. Itu artinya nilai Alvin, hampir
semuanya cukup memuaskan.
"Guys, liburan besok kita camping
yukk' ajak Akbar, wakil ketua kelas,
dimana Alvin berada.
Riuh suara setuju dari teman selkelas
membahana, penmbahasan demi
pembahasan mulai dibicarakan.
Sebenarnya hal ini sudah dibahas
sebelumnya di grup WA kelas. Namun
memang lebih enak jika dibahas secara
langsung.
Akbar bahkan sudah berunding dan
membahasnya dengan Alvin
sebelumnya, saat itu Alvin tak
melarang, namun juga tak langsung
menyetujui, sebab hal demikian butuh penanggung jawab.
Akbar yang antusias ingin
mengadakan acara tersebut, segera
menghubungi wali kelas serta pembina
Pramuka sekolah, setelah mendapat
persetujuan dan perijinan, barulah
Alvin sebagai ketua kelas mengijinkan
Akbar membuat acara tersebut, dengan
pembina Pramuka sekolah sebagai
penanggung jawalb.
"Kamu galk pingin ikut vin?" tanya
Arumi menoleh kebelakang, pada Alvin.
"Gak sempet rum" jawab Alvin
tersenyum sembari menggaruk
tengkuknya yang tak gatal.
"Alvin tok sing ditakoni, aku
enggak' protes Mingyu.
"Halah, kamu kan wes jelas bilang gal
ikut sejak awal Ming, bahkan kamu yang protes agenda ini biar ditiadakan kan"
jawab Arumi yang hanya dijawab kekehan
oleh Mingyu.
"Kamu ikut rum?" tanya Alvin.
Membuat Arumi mengangguk.
"Hati-hati, jaga diri sendiri" nasehat
Alvin membuat Arumi kembali
mengangguk.
Sementara Sella dan Mingyu tampak
menggoda keduanya, membuat Arumi
salah tingkah.
"Apasih kalian berdua!" protes Arumi,
yang terus mendengar Mingyu dan Sella
mengeluarkan kata ciye ciye.
Ditengah perdebatan mengenai
kamping yang akan di adakan, Alvin
justru sibuk berfikir, siapa yang akan
mengambilkan raportnya besok.
Kemarin ia sudah berkunjung ke
rumah pak Rohman, namun ia malah di
usir oleh Bu Elanor, seperti biasanya. Saat
malam kembali, ia bertemu pak Rohman
namun beliau tampak acuh.
Membuat Alvin segera pamit pergi,
sebelum sempat mengutarakan niatnya
untuk meminta tolong pada pak Rohman
untuk mengambilkan raportnya.
Hal yang membuat Alvin terus
kepikiran dan melamun, hingga bel
sekolah berbunyi. Bahkan saat berjalan
hendak ke parkiran, Alvin masih
tampak terdiam.
"Kamu kok meneng tok sih vin"
protes Mingyu yang sejak tadi
memperhatikan Alvin.
"Aku cuma lagi mikir Ming" jawab
Alvin.
"Mikir opo meneh?" tanya Mingyu.
"Besok siapa ya yang bakal ngambilin
raportku" jawab Alvin.
"Halah ngunu ae dipikir nemen, kalau
gak ada yang ngambilin biar papaku besok
yang ngambil punyamu sekalian" ujar
Mingyu santai.
"Emang boleh gitu Ming? Sekolah kita
kan ketat" tanya Alvin.
"Iya juga ya" jawab Mingyu.
"Biar saya saja yang ngambilin
raportnya" ucap seorang pria yang baru
datang menghampiri Alvin. Membuat
Alvin dan Mingyu saling berpandangan,
sebab mereka merasa tak kenal dengan
orang yang menyahut pembicaraan
mereka.