NovelToon NovelToon
Hello, MR.Actor

Hello, MR.Actor

Status: sedang berlangsung
Genre:Duniahiburan / Duda / Cinta pada Pandangan Pertama / Pengasuh
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Be___Mei

Sebuah insiden kecil membuat Yara, sang guru TK kehilangan pekerjaan, karena laporan Barra, sang aktor ternama yang menyekolahkan putrinya di taman kanak-kanak tempat Yara mengajar.

Setelah membuat gadis sederhana itu kehilangan pekerjaan, Barra dibuat pusing dengan permintaan Arum, sang putri yang mengidamkan Yara menjadi ibunya.

Arum yang pandai mengusik ketenangan Barra, berhasil membuat Yara dan Barra saling jatuh cinta. Namun, sebuah kontrak kerja mengharuskan Barra menyembunyikan status pernikahannya dengan Yara kelak, hal ini menyulut emosi Nyonya Sekar, sang nenek yang baru-baru ini menemukan keberadan Yara dan Latif sang paman.

Bagaimana cara Barra dalam menyakinkan Nyonya Sekar? Jika memang Yara dan Barra menikah, akankah Yara lolos dari incaran para pemburu berita?

Ikuti asam dan manis kisah mereka dalam novel ini. Jangan lupa tunjukkan cinta kalian dengan memberikan like, komen juga saran yang membangun, ya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Be___Mei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hello, Mr. Actor Part 5

...-Kebodohan yang sering kuperbuat adalah, berpura-pura baik-baik saja dalam setiap keadaan-...

...***...

Sedang menikmati makan siang kala itu, Yara dan Valery dibuat terkejut dengan teriakan seseorang.

Langkah cepat mengantarkan dua guru ini ke tempat kejadian perkara, yaitu taman bermain.

"Sakit ..." rintih seorang murid perempuan, dialah Arum. Ia telah terkapar di tanah berpasir sedangkan teman-temannya mengerumuni dirinya.

"Di mana yang sakit, sayang?" tanya Valey. Yara lekas membantu Arum bangkit dari tanah berpasir itu.

Dalam isak tangis jari kecil Arum. menunjuk lututnya.

Permisi ya, sayang. Bunda Yara mau lihat lututnya, boleh?" pinta Yara sembari berusaha menenangkan isak tangis Arum.

Dalam rasa sakit bocah kecil itu mengangguk.

Sepertinya baik-baik saja. Tapi ketika Yara menyingkap rok sekolahnya, ada luka lecet. Meski tak begitu parah tetap saja ada sedikit pendarahan.

"Kenapa sampai terjatuh, sayang? tanya Valery. Ia kemudian melihat anak-anak yang lain, mereka bersama Arum saat ia terjatuh.

"Arum jatuh sendiri, Bunda," ujar Nirmala.

"Iya, sayang?" Yara mengejar pandangan Arum, mencari kebenaran dari kesaksian Nirmala.

Arum mengangguk. Manik mata yang masih berair itu menatap ke arah papan perosotan. Dia menunjuk tepian pegangan yang terkelupas sedikit. Mungkin hal itu yang membuat Arum lepas kendali dan akhirnya jatuh dari sana.

"Lekas bawa dia ke ruang kesehatan!" perintah Bunda Gita, sang kepala sekolah.

Yara mengambil aba-aba untuk menggendong Arum, tapi ternyata Arum tak seringan yang dia bayangkan.

Guru yang lain terkekeh melihat Yara kesusahan menggendong Arum. Ketika mengikuti Yara dan Arum ke ruang kesehatan bersama Gita dan Valery pun, guru satu ini masih tertawa.

"Kamu ngetawain apa sih?" hardik Valery.

"Itu si Yara, sok-sokan gendong si gendut, padahal dia kewalahan."

"Manda! Kamu kok gitu! Arum masih kecil sudah kamu cemooh, kayak kamu sendiri langsing aja." Valery bukan tidak tahu kebiasaan Manda yang suka meledek orang lain, tapi kali ini dia tak bisa diam saja melihat sikap keterlaluan Manda.

Guru kelas B besar ini menghentak kaki, ia marah sebab Valery membela Arum. "Oh, kamu belain Arum? Pasti pengen deketin ayahnya, 'kan? Secara dia kan artis."

"Maksud kamu apa?!" Melipat kedua tangan di dada, Valery menatap tajam pada Manda.

Nampak kedua mata Manda berkedut, ia mendadak gugup. "Anu ... aku cuman mau ngasih tau aja, hati-hati sama artis. Mereka punya fans fanatik."

"Oh, ya? Terima kasih nasihatnya."

"Sama-sama. Karena aku orang bijak, kupikir nggak ada salahnya ngasih tau kamu," sahut Manda cepat. Ia seolah bangga dengan dirinya sendiri, yang telah memberikan peringatan kepada Valery.

Sebelum pergi meninggalkan Manda, Valery berbalik dan ... "Kamu bukan bijak, Manda. Cuman berisik!"

Manda terpaku, baru kali ini dia mendapat tamparan langsung dari seorang Valery. Hingga langkah membawa Valery menghilang di balik pintu ruang kesehatan, Manda masih terdiam di tempat.

"Bunda, Arum emang berat, ya?"

"Enggak. Bunda cuman belum makan siang aja, jadi kurang bertenaga pas gendong kamu," sahut Yara. Ia tak menyangka gadis kecil ini begitu perasa.

"Tapi kata Bunda Manda ..."

"Bunda Manda lagi sakit mata, Arum nggak gendut malah dibilang gendut," Valery menimpali.

"Karena dia salah lihat, Bunda Vale sudah nyuruh dia buat periksa mata, siapa tau aja ada kotoran sapi yang masuk ke matanya."

"Kotoran sapi!" Arum terkekeh.

Yara merasa lega, gadis kecil ini tak terlihat sedih lagi. "Iya, kotoran sapi."

"Memangnya Bunda Manda ngapain sampai ada kotoran sapi di matanya?"

Valery mengedikkan bahu, "Entahlah. Mungkin dia ngintip sapi mandi."

Tawa Arum terdengar renyah, ia bahkan tak terlihat kesakitan ketika Yara mengobati lukanya.

Berkat Valery, luka Arum dapat diobati dengan cepat dan dia tak sedih lagi. Kini mereka telah keluar dari ruang kesehatan.

Saat itu Arum berjalan bergandengan tangan dengan Yara. "Bunda Yara nggak punya cincin?"

Pertanyaan ini menarik atensi Yara dan Valery.

"Kenapa kalo nggak punya cincin? Nggak apa-apa, 'kan?" sahut Yara.

"Kata Om Gavin, perempuan yang nggak punya cincin di tangan itu artinya nggak ada yang punya ." Ada-ada saja si Arum. Di usia sekarang dia sudah mengerti dengan hal seperti ini. Mungkin karena kerap bergaul dengan orang dewasa, jadi pikirannya seolah lebih dewasa dari usianya.

Yara dan Valery tertawa kecil mendengar perkataan Arum.

"Enggak. Kamu dibohongin sama Om Gavin. Mana ada peraturan kayak gitu," ujar Valery di sela tawanya.

"Iya, kamu dibohongin. Memang sih Bunda belum ada yang punya, tapi masalah cincin itu nggak ada sangkut pautnya," ujar Yara juga masih tertawa.

Rasa malu melingkupi diri Arum, gadis ini tertawa sembari menundukan wajah. Dia salah tingkah, dan sikap malu-malunya membuat dua wanita di dekatnya kembali tertawa.

...***...

"Buruan jemput Arum, entar ngamuk itu anak," ujar Barra pada Gavin.

"Kok saya. Bukannya Bos sudah janji bakalan jemput dia pulang sekolah." Gavin mengingatkan Barra akan janjinya pada sang nona. Bisa bahaya kalau Arum ngambek, dia bisa kebagian getahnya.

"Oh, iya. Terima kasih sudah mengingatkan." Pria setinggi 1,90 ini menepuk kening. Nyaris saja dia membuat si kecil itu tantrum lagi.

"Ayo," ajak Barra pada Gavin.

"Gimana kalau Bos sendiri aja yang jemput nona Arum. Saya masih banyak kerjaan."

Barra menatap Gavin lekat. "Kerjaan apa? Bukannya kerjaan kamu cuman nemenin aku?!"

"Bos, ayolah. Kita sama-sama tau kesibukan kita nggak ada habisnya. Kemarin pihak iklan pakaian branded menghubungi saya, mereka nawarin kerjasama. Bos lupa?"

Gavin mengoceh panjang lebar, Barra jadi ingat sama Arvin, sang asisten pertama yang cerewetnya sama seperti Gavin. Sekarang Arvin sudah masuk ke ranah hiburan, sama sepertinya juga. Dia yang katanya tak ingin terjun kedunia hiburan nyatanya sekarang sama terkenalnya dengan Barra. Dalam proyek drama terbaru ini mereka akan dipertemukan.

Sama-sama tampan, sama-sama memiliki karisma yang tak main-main, drama itu sudah tercium para awak media dan langsung merilis berita. Alhasil para fans mereka sudah tak sabar untuk menantikan drama tersebut.

Barra terkekeh. Ucapan Gavin ada benarnya. Karena terlalu sibuk dia memang lupa dengan masalah kerjasama itu. Akhirnya mereka berpisah dengan kesibukan masing-masing.

Membelah jalan raya yang cukup padat, mobil-mobil bergerak lambat, namun, tak membuat kesal hati seorang Barra. Dalam beberapa menit ia akhirnya sampai di sekolah Arum.

Penuh tanggung jawab, Yara dan Valery menunggu orang tua anak-anak didik mereka di depan gerbang sekolah.

"Ayah!" pekik Arum bersemangat. Gadis ini gagal berlari karena lututnya masih terasa sakit.

"Aw!" Arum merintih saat Barra menggendongnya, lututnya terkena gesekan pada rok sekolahnya.

"Kamu kenapa?" Lekas Barra menurunkan Arum, dia juga langsung memeriksa lutut putrinya.

"Ibu guru, kenapa anak saya terluka?"

Sebagai wali kelas, Yara langsung meminta maaf. "Maaf, Pak, kami lengah. Saat bermain dia terjatuh di perosotan. Lukanya sudah saya obati baik di lutut juga di tangan."

Wajah Barra langsung memerah, bukan tersipu malu, tapi karena amarah.

"Saya harus melaporkan hal ini ke kepala sekolah!" Tatapan hangat Barra pada Arum berubah masam pada Yara.

Jemari kecil Arum menahan Barra yang terlihat emosi. "Ayah ... Arum jatuh sendiri. Jangan marah dengan Bunda Yara."

"Arum jatuh sendiri, ini bukan kesalahan Yara," ujar Valery tegas.

Yara mencengkeram lengan Valery, berjaga-jaga kalau sahabatnya ini lepas kendali. "Kepala sekolah sudah tau masalah ini, dan beliau memang sedang menunggu anda di ruangannya." Yara bersabar menghadapi Barra yang menatapnya garang.

"Ck!" Barra berdecih. Andai dirinya bukan seorang yang terkenal, mungkin dia akan langsung mengomeli Yara yang dinilai tak becus menjaga putrinya.

"Anda ikut saya ke ruangan kepala sekolah!" titah Barra tegas.

"Baik, Pak Barra." Yara hanya bisa pasrah mengikuti langkah pria tinggi ini.

Menarik lengan ayahnya demi mereda emosinya, "Ayah jangan marah sama Bunda Yara!" Arum mulai merengek, namun, ucapan gadis ini seolah tak terdengar oleh Barra.

"Kamu juga ikut!" ujar Barra pada Valery.

"Iya, aku memang mau ikut. Awas saja sampai kamu membuat masalah untuk Yara!"

"Valery!" hardik Yara.

Barra mendengkus pada Valery, dan yang menyebalkannya guru satu ini juga balas mendengkus pada Barra.

Yara, meskipun sangat jelas dirinya tak bersalah dalam kecelakaan kecil Arum, dia tetap mengikuti Barra menghadap kepala sekolah. Dan Arum, ia mengekor langkah ayah dan wali kelasnya sembari memegangi pergelangan seragam Yara. Dia khawatir sang Ayah akan mengamuk pada guru kesayangannya itu.

...To be continued ......

...Terima kasih sudah berkunjung. Jangan lupa like, komen dan saran yang membangun, ya....

1
𝕸𝖆𝖌𝖎𝖘𝖓𝖆
Mau loncat aku! tapi langsung inget, abis makan bakso!
𝕸𝖆𝖌𝖎𝖘𝖓𝖆
Excellent!
Kamu seorang laki-laki ... maka bertempurlah sehancur-hancurnya!
𝕸𝖆𝖌𝖎𝖘𝖓𝖆
Kalo cinta dimulai dari menghina, ke depannya kamu yang akan paling gak bisa tahan.
Drezzlle
udah di depan mata, tinggal comot bawa pulang
Drezzlle
ya ampun, kamu kok bisa sampai ceroboh Yara
Drezzlle
betul, kamu harus tegas
Drezzlle
tapi kamu masih di kelilingi dengan teman yang baik Yara
Drezzlle
nggak butuh maaf, bayar hutang
ZasNov
Asyiiikk.. Dateng lagi malaikat penolong yg lain.. 🥰
ZasNov
Kak, ada typo nama nih..
Be___Mei: Huhuhu, pemeran yang sebenernya nggak mau ditinggalkan 🤣 Gibran ngotot menapakan diri di part ini
total 1 replies
ZasNov
Ah inget tingkah Jena.. 🤭
Be___Mei: kwkwkwk perempuan angst yang sadis itu yaaaa
total 1 replies
ZasNov
Gercep nih Gavin, lgsg nyari tau siapa Jefrey..
Yakin tuh ga panas Barra 😄
Be___Mei: Nggak sih, gosong dikit doang 🤣🤣
total 1 replies
ZasNov
Modus deh, ngomong gt. biar ga dikira lg pedekate 😄
ZasNov
Akhirnya, bisa keren jg kamu Latif.. 😆
Gitu dong, lindungin Yara..
Be___Mei: Kwkwkw abis kuliah subuh, otaknya rada bener dikit
total 1 replies
ZasNov
Nah, dewa penolong datang.. Ga apa2 deh, itung2 Latif nebus seuprit kesalahan (dari ribuan dosa) dia sama Yara.. 😄
Mega
Lakok isa baru sadar to, Neng Yara. kikikikikikik
Be___Mei: 🤣🤣😉 iso dong
total 1 replies
𝕸𝖆𝖌𝖎𝖘𝖓𝖆
Piala bergilir apa pria bergilir?
Be___Mei: Piala mak
total 1 replies
𝕸𝖆𝖌𝖎𝖘𝖓𝖆
Rada ngebleng nih.
Masa iya Yara bener mamanya Arum
Be___Mei: Biar ringkes aja pulangnya si emaknya Arum 😭 🙏🤭
𝕸𝖆𝖌𝖎𝖘𝖓𝖆: Masa?

kenapa harus angin duduk, Mak?
total 3 replies
𝕸𝖆𝖌𝖎𝖘𝖓𝖆
Cihh pendendam banget
Be___Mei: Biasa mak, penyakit orang ganteng 🤣🤣
total 1 replies
Mega
Ya Allah ISO AE akal e
Mega: Aku punya pestisida di rumah 😏 boleh nih dicampur ke kopinya.
Be___Mei: Beban banget kan manusia itu
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!