Mason pewaris konglomerat terbesar di Swiss, terjebak dalam dilema ketika kekasihnya, Aimee, sakit parah dan tidak memiliki harapan untuk hidup lama. Di saat yang sama, Mason tanpa sengaja bertemu Chiara, seorang mahasiswi sederhana yang wajahnya mirip dengan Aimee. Putus asa ingin memiliki seorang anak, Mason menawarkan kesepakatan mengejutkan pada Chiara: melahirkan anak untuknya dengan imbalan sejumlah besar uang.
Chiara, yang terjepit oleh keadaan karena ayah angkatnya membutuhkan operasi transplantasi hati dengan biaya selangit, akhirnya menerima tawaran itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Melon Milk, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30 🩵
Seperti yang diharapkan, Mason akhirnya menyetujui permintaan itu. Mia diam-diam bergembira dalam hati ternyata keputusannya mencari kakak sebagai pelobi kali ini adalah pilihan yang paling bijak!
"Terima kasih, kakak ipar! Jangan khawatir, aku pasti akan diterima di Helvetic University. Nanti aku akan magang di perusahaan kakak ipar dan pasti tidak akan merepotkan!" Mia tak bisa menahan senyum cerah yang merekah di sudut bibirnya.
Keinginan Mia mulai terwujud. Ketika ia berhasil masuk Helvetic University dan mulai magang di perusahaan Mason, kakaknya pasti sudah dalam kondisi kritis dan tak tertolong lagi. Saat itu, bukankah Mason akan menjadi miliknya?
Meski terasa kejam berharap kakaknya meninggal, semua wanita memang egois dan keras kepala dalam hal cinta. Lagipula, tubuh kakaknya sudah lama tak mampu menahan siksaan penyakit ini. Pergi lebih awal mungkin justru meringankan penderitaannya.
Mason mengangguk lagi. "Baiklah."
Meskipun ia tidak memiliki kesan yang baik terhadap adik Aimee, ia berjanji akan memenuhi semua keinginan istrinya satu per satu.
Mia tahu bahwa sikap Mason terhadapnya selalu dingin. Karena ingin menghabiskan lebih banyak waktu dengan Mason, ia berkata manja kepada Aimee "Kak, aku jarang sekali datang menjenguk. Rasanya tidak rela pulang secepat ini. Boleh kan aku menemani kakak di rumah sakit hari ini?"
Bahkan jika mereka bertiga tinggal bersama, selama Mason ada di sana, Mia akan merasa puas. Asal bisa menatap Mason satu detik lebih lama, ia sudah bahagia.
Aimee terkejut sejenak. Biasanya Mia datang menjenguk, tapi hanya duduk sebentar lalu pergi. Ujian masuk universitas sudah dekat, kenapa Mia malah ingin menginap? Bukankah ini akan mengganggu belajarnya?
Merasa Aimee tampak ragu, Mia cepat-cepat meraih lengan kakaknya dan berkata manja: "Kak, jangan tidak mau. Beberapa hari lagi ada ujian simulasi, setelah itu aku tidak akan sempat menjenguk lagi."
Melihat Mia begitu manja, Aimee tentu saja senang. Tanpa berpikir panjang, ia mengangguk setuju.
"Baiklah, kakak iparmu menemani aku setiap hari sampai bosan. Nanti malam setelah aku tidur, kamu bisa ngobrol dengan kakak iparmu."
Hati Aimee sangat polos. Ia tidak menyadari bahwa pandangan adiknya kepada Mason penuh dengan kekaguman.
Senyum di sudut bibir Mia semakin jelas, ia merasa rencananya berhasil. Tak disangka, Mason menolak "Kalau Mia ingin menemani Aimee, aku pulang saja. Kebetulan ada beberapa urusan perusahaan yang harus diselesaikan. Kalau ada yang mendesak, minta dokter menelepon aku."
Mason masih merasa tidak nyaman dengan kebersamaan mereka bertiga. Lagipula, setiap malam setelah Aimee tertidur, Mason terbiasa duduk diam di samping tempat tidur dan menatap wajah tidur istrinya.
Mason dan Mia tidak akrab. Meski mengobrol, tidak ada yang bisa dibicarakan. Jadi, lebih baik pulang dan tidur nyenyak.
Senyum di bibir Mia langsung hilang. Tapi agar Mason tidak menyadari ketidakpuasannya, ia terpaksa memaksakan senyum dan berpura-pura pengertian: "Kakak ipar bekerja sangat keras setiap hari. Karena aku yang menginap hari ini, kakak ipar pulanglah dan istirahat yang cukup."
Mia sangat tidak rela. Ia ingin menghabiskan waktu lebih banyak dengan Mason malam ini, tapi tak disangka Mason malah "kabur" seperti ini.
Aimee juga merasa Mason sudah terlalu lelah akhir-akhir ini. Wajah tampannya terlihat semakin kurus.
Aimee mengulurkan tangan, meraih tangan Mason, dan berkata lembut "Kamu sudah terlalu keras kerja belakangan ini, terlihat semakin kurus. Pulang nanti minta chef membuatkan sup atau sesuatu untuk memulihkan tenaga."
Setiap kali melihat wajah Mason yang tampak lelah, Aimee merasa sangat bersalah. Kalau bukan karena penyakitnya, Mason tidak perlu repot berlarian ke mana-mana. Jika anaknya lahir nanti, ia tidak akan hidup lama. Mason akan sibuk dengan bisnis dan mengurus anak itu akan membuatnya semakin lelah.
Menghadapi perhatian Aimee, Mason tentu harus menerimanya. Ia sedikit mengangkat sudut bibirnya, mengulurkan tangan dan mengelus kepala Aimee dengan lembut: "Baiklah, aku mengerti. Akan aku minta chef membuatkannya."
Mia di samping mereka menatap kelembutan dalam pandangan Mason kepada Aimee dengan iri hati.
Kapan... Mason bisa menatapnya seperti itu?
Kapan... Mason bisa mengulurkan tangan dan mengelus rambutnya dengan lembut seperti itu?
"Aimee, aku pergi dulu. Ingat tidur lebih awal, jangan begadang ngobrol."
Sebelum pergi, Mason membungkuk dan mencium kening Aimee.
Aimee mengangguk patuh "Aku mengerti."
Melihat interaksi manis mereka, Mia merasakan cemburu yang samar.
"Kalau ada apa-apa, ingat telepon aku." Masih agak khawatir, Mason berpesan kepada Mia.
Mendengar Mason berbicara kepadanya, ketidaknyamanan di hati Mia tadi hilang.
Mia menjawab lembut: "Jangan khawatir, kakak ipar. Aku akan merawat kakak dengan baik."
Mason menggumam pelan, kemudian menatap Aimee beberapa kali dengan penuh kerinduan, lalu berbalik meninggalkan rumah sakit.
***
Setelah makan malam, Chiara kembali ke kamarnya dan membuka-buka album. Tanda tangan pada buku gambar dan pesan yang ditulis Giuseppe membuatnya semakin bersemangat.
Jika mengikuti kompetisi, ia akan memiliki kesempatan meraih peringkat dan bisa belajar ke Prancis. Yang terpenting, Chiara bisa mendapat bimbingan langsung dari Giuseppe.
Impian Chiara adalah menjadi pelukis. Jika ia menjadi pelukis, ayahnya tidak perlu bekerja terlalu keras lagi!
Namun, ini adalah kompetisi lukisan potret. Di mana ia bisa mencari model?
Chiara sempat berpikir melukis ayahnya sendiri, tapi kemudian teringat lukisan ayah karya Giuseppe. Sebagus apa pun ia melukis ayahnya, pasti tidak bisa melampaui karya itu. Lagipula, melukis ayah juga terkesan seperti plagiat.
Mason?
Tiba-tiba, sebuah nama melintas di pikiran Chiara.
Chiara merasa Mason memancarkan aura yang sangat unik. Jika ia bisa menangkap aura tegas Mason itu, lukisannya pasti akan sangat istimewa!
Tapi...
Apakah Mason mau menjadi modelnya?
Ia sangat sibuk, dan Chiara bukan siapa-siapa baginya. Bagaimana mungkin ia mau membuang waktu untuk menjadi modelnya? Sebaiknya ia buang saja ide itu.
Namun sejak nama Mason terlintas di kepalanya, Chiara tidak bisa memikirkan orang lain yang cocok menjadi model.
Tidak ada orang lain yang memiliki aura seunik dan semenarik Mason.
Bahkan hanya dengan melihat foto Mason, ia seharusnya bisa menghasilkan karya yang bagus.
Apakah ada fotonya di ruang kerja Mason?
Setelah bertemu Mason di jalan hari ini, Chiara pikir ia akan pulang lebih dulu. Tapi ketika sampai rumah, ternyata Mason dan Jonas tidak ada.
Mungkin ia sedang bersama kekasihnya?
Kalau begitu, mungkin ia tidak akan pulang malam ini.
Dengan pikiran itu, Chiara memutuskan pergi ke ruang kerja Mason. Mungkin ia bisa menemukan foto Mason di sana.