Di bawah rembulan yang dingin, seorang jenderal berdiri tegak, pedangnya berkilauan memantulkan cahaya. Bukan hanya musuh di medan perang yang harus ia hadapi, tetapi juga takdir yang telah digariskan untuknya. Terjebak antara kehormatan dan cinta, antara tugas dan keinginan, ia harus memilih jalan yang akan menentukan nasibnya—dan mungkin juga seluruh kerajaannya. Siapakah sebenarnya sosok jenderal ini, dan pengorbanan apa yang bersedia ia lakukan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syifa Fha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
5
Xin Lan, yang tengah sibuk mengobati luka-luka yu Zhang, tiba-tiba merasakan aura pembunuh yang khas dari sekelompok orang yang mendekat. Yang membuat Instingnya sebagai Pembunuh kembali bergejolak.
Tepat setelah Xin Lan selesai mengobati pemuda itu, serombongan orang dengan aura mengancam muncul di belakangnya. Mereka berpakaian hitam dengan token bertuliskan nama organisasi yang tampak familiar di mata Xin Lan, tergantung di pinggang mereka.
"Mo Hui?!" batin Xin Lan terkejut. Jantungnya berdegup kencang. "Apa yang orang ini lakukan hingga menarik perhatian mereka?"
Seorang pria berwajah garang dengan bekas luka melintang di pipi kanannya maju selangkah. Matanya menyipit, menatap punggung Xin Lan dengan dingin. "Serahkan dia, Nona.Kerjasama, atau konsekuensi."Ucapnya singkat namun tegas.
"Nona, pergilah," bisik pemuda itu, suaranya lemah namun mendesak. "Ini Urusanku."
Xin Lan tidak menjawab. Dalam benaknya, ia bertanya-tanya, "Jika Mo Hui turun tangan , pemuda ini sudah pasti bukan orang sembarangan. Ah, sudahlah, lebih baik aku mencari cara agar melarikan diri dari mereka. Bisa gawat jika sampai identitasku terbongkar."Batinnya.
"Dasar jalang! Cepat serahkan orang itu! "Bentak salah seorang anggota yang tidak sabar.
Xin Lan tidak menjawab. Namun, tiba-tiba saja kepala salah satu anggota Mo Hui yang membentaknya tadi langsung terjatuh ke tanah, bersimbah darah. Mata yang tadinya penuh ancaman kini menatap kosong ke langit. Tubuh tanpa kepala itu roboh dengan suara gedebuk yang memekakkan telinga, membuat beberapa anggota Mo Hui tersentak kaget. Darah muncrat membasahi tanah dan pakaian mereka.
Entah kapan Gadis itu bergerak, mereka sedari tadi melihatnya hanya berdiri membelakangi mereka,Namun bedanya kini ia menggenggam belati milik Yu Zhang yang bersimbah darah. Darah menetes dari ujung belati, jatuh ke tanah dengan bunyi yang nyaris tak terdengar di tengah keheningan yang mencekam, Sungguh kecepatan yang mengerikan.
Aura dingin yang mematikan terpancar dari tubuh Xin Lan. Udara di sekitar mereka terasa membeku. Matanya diam diam menyipit, fokus pada setiap gerakan anggota Mo Hui yang tersisa dibelakangnya. Wajahnya tanpa ekspresi, namun sorot matanya menyimpan kegelapan yang menakutkan. Xin Lan tanpa diduga kembali bergerak membuat para anggota Mo hui Langsung memasang posisi siaga sepertinya Xin Lan berniat melumpuhkan mereka secepat mungkin, tanpa memperlihatkan identitasnya yang sebenarnya. Gerakannya lincah dan mematikan, seperti bayangan yang menari di antara kegelapan. Setiap gerakan belatinya meninggalkan luka mengerikan, membuat anggota Mo Hui menjerit kesakitan dan ketakutan.
Yu Zhang yang melihatnya dibuat terkejut sekaligus ngeri. Ia tidak menyangka gadis yang tampak lemah lembut itu memiliki kemampuan yang luar biasa dan aura yang begitu menakutkan. "Dia berasal dari dunia persilatan?" gumamnya, matanya tak lepas dari Xin Lan yang tengah bertarung. "Siapa sebenarnya dia?" Beberapa pertanyaan muncul di benaknya, namun ia tahu ini bukan waktu yang tepat untuk bertanya.
Jantung Xin Lan berdegup kencang,Ia belum pernah merasakan hal seperti ini selama menjadi seorang pembunuh.
Pikiran Xin Lan berpacu, otaknya berputar mencari jalan keluar. musuh yang berjumlah belasan orang mungkin bukan Halangan untuknya namun saat Ia melirik sekilas ke arah yu Zhang, memastikan pemuda yang sedang terbaring lemas di rerumputan itu tetap aman. Rasa tanggung jawab dan keinginan melindungi yu Zhang yang muncul membuatnya takut dan khawatir seandainya ia lengah mungkin nyawa pemuda itu akan berakhir disini.
Haruskah ia tetap bertarung??
Setelah berpikir keras, sebuah ide muncul di benaknya. Bukan solusi yang sempurna, tapi setidaknya bisa memberikan mereka sedikit waktu. Dengan gerakan cepat, Xin Lan menyapu tanah berpasir di sekitarnya dan melemparkannya ke arah kelompok Mo Hui. Debu beterbangan, menciptakan tirai kabur yang mengganggu pandangan dan cukup melumpuhkan pasukan mo Hui.
Tanpa membuang waktu, Xin Lan meraih tubuh besar yu zhang dan membawanya pergi. Ia melesat bak melakukan teleport, meninggalkan kelompok itu yang sudah melontarkan berbagai kata kasar di belakangnya. Ia tahu, ini hanyalah penundaan sementara. Xin Lan tahu organisasi Mo Hui akan memburu mereka sampai ke ujung dunia dan membabat habis orang orang yang berkolusi dengan target mereka.
Yun Ban Xia, dengan tas keranjang anyaman di punggungnya nya, tengah asyik memetik sayuran liar di lereng bukit. Udara pagi yang segar dan kicauan burung seharusnya membuatnya rileks, namun tiba-tiba, ia dikejutkan oleh kepanikan yang aneh. Sekawanan burung berterbangan dengan ribut dari arah tempat Xin Lan pergi. Instingnya berteriak, ada sesuatu yang tidak beres.
Jantung Yun Ban Xia berdegup kencang,Rasa khawatir mulai melanda, Seseorang yang sekuat dan sehebat apapun suatu saat bisa saja ambruk dan itulah yang membuat firasat buruknya semakin kuat. Tanpa ragu, ia meninggalkan keranjang sayurannya dan berlari menuju arah yang ditunjukkan oleh burung-burung yang ketakutan itu.
"Xin Lan! Xin Lan!" teriaknya, suaranya memecah kesunyian hutan yang biasanya tenang kini suaranya menggema diantara pepohonan tua, namun tidak ada jawaban selain keheningan yang mencekam.
Tiba-tiba, dari balik rimbunnya dedaunan, sosok Xin Lan terjatuh. Yun Ban Xia membeku di tempatnya. Xin Lan tidak mendarat dengan sempurna. Tubuhnya menghantam tanah dengan bunyi gedebuk yang mengerikan, debu dan dedaunan beterbangan di sekitarnya. Seketika itu juga, ia memuntahkan darah segar, mewarnai tanah dengan cairan merah pekat.
Mata Yun Ban Xia membulat ngeri. Jantungnya berdegup kencang. Ia berlari mendekat, lututnya terasa lemas. "Xin Lan! Apa yang terjadi?! Kenapa kau bisa seperti ini?!" serunya panik, suaranya bergetar hebat. Ia berlutut di sisi Xin Lan yang terbaring lemah, berusaha mencari tahu apa yang telah terjadi.
Xin Lan terbatuk, darah segar kembali menyembur dari mulutnya, kali ini lebih banyak. Dengan susah payah, ia mengangkat tangannya yang gemetar, memberi isyarat kepada Yun Ban Xia bahwa ia baik-baik saja. Namun, Yun Ban Xia bisa melihat jelas luka dalam yang diderita gadis itu. Ia lantas teringat dengan bekas luka mengerikan yang pernah ia lihat di punggung gadis itu saat tidak sengaja melihatnya saat pakaiannya robek beberapa waktu lalu. Luka itu tampak seperti bekas cambukan yang sudah lama, namun masih membekas jelas. Wajahnya pucat pasi, dan keringat dingin membasahi dahinya.
"Apa yang sudah terjadi padanya?! Di...dia baik-baik saja kan?!" batin Yun Ban Xia, pikirannya berkecamuk.
Dengan sisa tenaganya, Xin Lan menoleh kearah Yu zhang yang terlihat tak sadarkan diri ,ia kemudian berusaha berdiri dan memapah tubuh Yu Zhang yang tinggi besar. Namun, kakinya terasa lemas dan ia hampir terjatuh. Yu Zhang yang menyadari hal itu dengan sigap menahan tubuh gadis itu, dan memapahnya dengan kuat. Wajahnya terlihat khawatir dan marah.
"Kau ini memang tidak tahu konsep rasa sakit ya?! Pikirkan dulu dirimu!" ucap Yu Zhang dengan nada membentak, namun tersirat nada cemas.
" Ki.... Kita harus segera pergi dari sini," kata Xin Lan dengan suara serak, matanya menatap tajam ke arah hutan. Ekspresinya serius dan penuh kewaspadaan. "Aku khawatir mereka akan segera datang ke sini."
Yun Ban Xia tidak ingin bertanya lebih lanjut apa yang sebenarnya terjadi. Ia tahu, jika Xin Lan berkata demikian, sudah pasti ada bahaya besar yang mengintai. Namun Ia dia penuh curiga saat melihat pria asing itu,Namun ia segera menyangkalnya setelah menaruh Xin di gerobak ia lantas membantu pria asing itu mendorong gerobak untuk menjauh, meninggalkan hutan yang kini terasa begitu menakutkan. Udara terasa berat dan dipenuhi aura ancaman.
...
Gerobak itu berderit di sepanjang jalan setapak yang berbatu, setiap guncangan terasa menyakitkan bagi Xin Lan. Yun Ban Xia, yang biasanya cerewet, kini terdiam membisu. Ia tidak tahu apa yang harus dikatakan, atau apa yang bisa ia lakukan untuk membantu. Pikirannya dipenuhi pertanyaan yang belum terjawab. Siapa Yu Zhang? Siapa "mereka" yang Xin Lan maksud? Dan apa yang sebenarnya terjadi pada Xin Lan sampai babak belur begitu?
Yu Zhang, dengan otot-ototnya yang menegang, terus mendorong gerobak dengan kecepatan yang stabil. Sesekali, ia melirik Xin Lan yang berusaha menahan sakit di belakangnya. Wajah gadis itu pucat pasi, bibirnya bergetar menahan nyeri. Namun, ada sesuatu yang aneh. Xin Lan berusaha menyembunyikan sesuatu. Ia melihat raut wajah Xin Lan yang sedikit gelisah dan tatapannya yang menghindari kontak mata. Instingnya berteriak ada sesuatu yang tidak beres.
"Tunggu, Berhenti," Pinta Yu Zhang,Ia segera menghampiri gadis itu.
Yun ban Xia menurut ia menghentikan gerobak di tepi sungai,Dan segera menyusul yu zhang Dengan raut wajah yang penuh kekhawatiran.
"Kita sebaiknya beristirahat sebentar disini," Ucap Yun ban Xia.
Xin Lan menggeleng lemah ia menolak untuk beristirahat,raut kekhawatirannya tergambar jelas pada wajah pucat nya. Dengan bantuan Yu Zhang, ia turun dari gerobak dan duduk bersandar di sebuah batu besar. Yun Ban Xia segera mengambil botol air dari dalam gerobak dan memberikannya pada Xin Lan.
"Minumlah, Kau terluka setidaknya perlu minum!" katanya cemas. Hatinya mencelos melihat kondisi Xin Lan yang begitu lemah. Sebagai seorang kakak, ia merasa gagal melindungi adiknya.
Xin Lan menerima botol itu dengan tangan gemetar dan meneguk air dengan rakus. Setelah selesai, ia menghela napas panjang. "Terima kasih," bisiknya.
Yu Zhang langsung memeriksa luka-luka Xin Lan dengan hati-hati. Yun Ban Xia memperhatikan setiap gerakannya dengan seksama. Ia melihat Yu Zhang membuka lengan baju Xin Lan dan menemukan luka goresan yang membiru disekitarnya. Wajah Yu Zhang semakin mengeras saat melihat betapa parahnya luka itu.
"Sejak kapan aku terluka?"Batin Xin lan saat ia mengetahui ada goresan kecil di lengannya.
Tanpa ragu, Yu Zhang langsung menunduk dan menghisap darah dari luka tersebut.
Mata Yun Ban Xia membulat sempurna. "Apa yang kau lakukan?!" serunya panik, meraih lengan Yu Zhang untuk menghentikannya. "Itu racun! Kau bisa mati!"
Yu Zhang tidak menghiraukannya. Ia terus menghisap darah dari luka Xin Lan, meludahkan cairan hitam pekat ke tanah. Setelah beberapa saat, ia berhenti dan meludahkan sisa darah di mulutnya. Wajahnya pucat, namun ia tampak lega.
"Racunnya sudah keluar," katanya, terengah-engah.
Xin Lan menatap Yu Zhang dengan tatapan tidak percaya. Ia tidak mengerti mengapa pria ini rela mempertaruhkan nyawanya untuk Xin Lan. "Ka... kau kenapa melakukannya?" tanyanya, suaranya bergetar.
Yu Zhang terdiam sejenak, menatap sungai yang mengalir tenang. "Aku berhutang nyawa padamu hari ini Nona Xin,jika seandainya kau tidak menyelamatkan ku ,mungkin aku hanya akan menjadi bangkai di tengah hutan," jawabnya akhirnya, suaranya pelan namun tegas.
" kau tidak perlu melakukan hal sebodoh itu! A...aku baik baik saja." balas Xin Lan Tegas!
Yu Zhang terlihat tidak memperdulikan ocehan Xin Lan.
"Kita harus segera mencari penawarannya," kata Yu Zhang, mengalihkan pandangannya dari xin Lan.
"Tidak perlu! Aku baik baik saja! kita Tidak punya banyak waktu," jawab Xin Lan lemah. "Mereka akan segera menyusul kita."
"Siapa 'mereka'?" tanya Yun Ban Xia akhirnya, tidak tahan lagi dengan rasa penasarannya.
Xin Lan dan Yu Zhang saling bertukar pandang. Ada keraguan di mata mereka, namun pada akhirnya, Xin Lan menghela napas dan berkata, "Ini cerita yang panjang, Kakak. Dan kau mungkin tidak akan percaya." Yun Banxia menyela.
."Aku berhak tahu apa yang terjadi pada adikku!."Tegas Yun Banxia.
Xin Lan terdiam sejenak, ia tahu Yun Banxia adalah orang yang mengkhawatirkan saudaranya.
"Akan ku jelaskan padamu nanti" Yu zhang.
Membuat Yun Banxia akhirnya mengangguk setuju.
...
Zhao Yuxiu terhempas ke belakang, tubuhnya menghantam tiang penyangga dengan bunyi dugh! yang nyaring. Darah segar menyembur dari sudut bibirnya, membasahi batu-batu lantai. Sebelum ia sempat berteriak kesakitan, Feng Yan, bergerak cepat bak kilat, sudah mencengkeram lehernya. Jari-jari Feng Yan yang kuat seperti baja hampir menghancurkan tulang rawan, membuat Zhao Yuxiu meringis kesakitan.
"Kau gagal! Gagal total!" Feng Yan membentak, suaranya menggelegar seperti guntur. Mata Feng Yan menyala-nyala, penuh amarah yang membara. "Hanya menangkap seorang pemuda saja kalian gak bisa?!! Kau pikir kau bisa lepas begitu saja dengan tanggung jawab sebesar ini?!" Napas Zhao Yuxiu tersengal-sengal, kekurangan oksigen membuat kepalanya berputar.
Salah satu prajurit Feng Yan maju selangkah, suaranya gemetar, "Tuan… misi ini gagal karena… karena ada penyerang tak dikenal yang membantu Pemuda itu."
Feng Yan tertawa mengejek, suaranya dingin dan menusuk. "Tak dikenal? Satu orang mengalahkan pasukan terbaikku?! Konyol! Kalian semua adalah kumpulan sampah yang tak berguna!" Ia melemparkan Zhao Yuxiu ke tanah seperti kain lap kotor.
Zhao Yuxiu terbatuk-batuk, darah bercampur ludah keluar dari mulutnya. Dengan sisa tenaga yang ada, ia berkata, "Tuan… penyerang itu… kecil… seperti… wanita… Mungkinkah… Xin Lan? Hanya Tuan dan dia yang mampu mengalahkan kami…"
Mendengar nama Xin Lan, ekspresi Feng Yan berubah. Senyum licik mengembang di bibirnya. "Xin Lan… bocah tengik itu masih hidup? Bagus! Selidiki! Aku ingin bertemu dengannya! Segera!" Ia mengusap dagunya, mata berkilat penuh antisipasi.
...
Xin Lan terbaring lemas di ranjang Rumah Keluarga Yun , napasnya dangkal. Meskipun wajahnya tidak sepucat tadi, keringat dingin masih membasahi pelipisnya. Aroma pahit obat memenuhi ruangan, bercampur dengan bau tanah dan hutan yang melekat pada Yu Zhang. Dengan gerakan hati-hati, Yu Zhang membersihkan luka di lengan Xin Lan, matanya dipenuhi kekhawatiran yang dalam. Yun Ban Xia duduk di sudut ruangan, bayangan menutupi sebagian wajahnya. Ia tidak banyak bicara, tapi tatapannya tajam, mengamati setiap gerak-gerik Yu Zhang.
"Kau yakin dia baik-baik saja?" tanya Yun Ban Xia, suaranya rendah dan serak.
Yu Zhang mengangguk tanpa menoleh. "Racunnya sudah dinetralisir sebagian. Tapi dia masih lemah, dan racun itu tampaknya sangat kuat."
"Hey! Hey! Sudah kubilang jangan terlalu dekat dengan adikku!" Yun Ban Xia tiba-tiba berdiri, suaranya meninggi. "Kalau sampai terjadi apa-apa padanya, kau yang akan bertanggung jawab!"
Xin Lan membuka matanya perlahan, mengerutkan kening mendengar keributan. "Kakak, sudahlah. Yu Zhang sudah banyak membantuku."
"Membantu? Dia hampir mati juga karena racun itu!" Yun Ban Xia menunjuk Yu Zhang dengan kasar."Aku tidak ingin dia mengambil kesempatan."
Yu Zhang terdiam, rahangnya mengeras. Ia tahu Yun Ban Xia tidak menyukainya. Namun Ia melakukan semua ini karena ia berhutang nyawa pada Xin Lan.
Tiba-tiba, Xin Lan terbatuk, darah segar menyembur dari mulutnya. Yu Zhang segera meraihnya, menahan tubuhnya yang gemetar.
"Nona Xin!" seru Yu Zhang panik.
Yun Ban Xia terdiam, wajahnya pucat pasi. Ia mendekat, berlutut di sisi Xin Lan. "Xin Lan! Apa yang terjadi?"
Bibi Yun bergegas masuk ke dalam ruangan. Bibi Yun memeriksa Xin Lan dengan cemas, sementara Yun Zhao dan Yun Ling berdiri di belakang, wajah mereka tegang.
"Racunnya belum sepenuhnya hilang," kata Bibi Yun setelah memeriksa denyut nadi Xin Lan. "Kita harus melakukan pengobatan yang lebih intensif. Denyut nadinya lemah dan cepat, lidahnya keunguan. Ini racun api yang menyerang jantung dan limpa."
Yu Zhang mengangguk, wajahnya serius. "Aku akan menggunakan metode detoksifikasi. Bibi Yun, tolong siapkan baskom air hangat, kain bersih, dan beberapa rempah: akar ginseng, daun honeysuckle, dan bubuk coptis. Yun Zhao, tolong ambilkan jarum akupunturku dari tas kulitku. Dan Yun Ling, siapkan arang dan tungku kecil untuk memanaskan ramuan."
Dengan sigap, semua orang bergerak. Yu Zhang mulai memeriksa kembali luka Xin Lan, mengamati perubahan warna kulit di sekitarnya. "Racun ini menyebar melalui meridian Hati dan Jantung," gumamnya, lebih kepada dirinya sendiri.
Pertama, Yu Zhang mengambil jarum-jarum akupuntur tipis. Dengan ketenangan luar biasa, ia menusukkan jarum-jarum itu ke titik-titik vital di pergelangan tangan, pergelangan kaki, dan beberapa titik di sepanjang tulang belakang Xin Lan. "Ini untuk memblokir penyebaran racun lebih jauh dan menstimulasi Qi (energi vital) untuk melawan racun," jelasnya singkat pada Yun Ban Xia yang mengawasinya dengan mata tajam. Xin Lan sedikit meringis, tapi ia berusaha menahannya.
Sementara itu, Bibi Yun telah menumbuk akar ginseng, daun honeysuckle, dan bubuk coptis. Yu Zhang mencampurnya dengan air hangat, menciptakan pasta kental. "Akar ginseng untuk menguatkan Qi yang melemah, honeysuckle untuk membersihkan panas dan racun, dan coptis untuk mengeringkan kelembaban dan racun api," jelasnya lagi. Ia mengoleskan pasta itu di sekitar luka gigitan dan di beberapa titik akupuntur yang baru saja ia cabut jarumnya, lalu menutupinya dengan kain bersih.
Selanjutnya, Yu Zhang meminta Yun Ling untuk menghangatkan ramuan lain yang telah ia siapkan sebelumnya, sebuah rebusan pahit dari kulit pohon willow dan bunga krisan. Aroma tajam menyebar di ruangan. "Ini akan diminum untuk membersihkan racun dari dalam," katanya, menyuapi Xin Lan ramuan itu sesendok demi sesendok. Xin Lan menelan dengan susah payah, wajahnya berkerut karena rasa pahit, tapi ia tahu ini demi kesembuhannya.
Setelah beberapa jam, Yu Zhang menghela napas panjang. Keringat membasahi dahinya, tapi senyum tipis terukir di bibirnya. Wajah Xin Lan kini tampak jauh lebih tenang, warna bibirnya kembali merona samar, dan napasnya lebih teratur.
"Lihatlah kak Banxia! Racunnya sudah berhasil dikeluarkan," kata Yun zhao, suaranya terdengar lega.
Yu zhang hanya tersenyum sambil mengelus rambut bocah berumur 12 tahun tersebut.
"Tapi dia masih membutuhkan istirahat yang cukup untuk memulihkan kekuatannya. Setidaknya tiga hari untuk memastikan racunnya benar-benar bersih."ucap yu zhang.
Yun Ban Xia mendekat, memegang tangan Xin Lan yang kini terasa lebih hangat. "Terima kasih, Yu Zhang," katanya, suaranya tulus dan penuh rasa syukur. "Kau telah menyelamatkan adikku."
Yu Zhang mengangguk. "Aku hanya melakukan apa yang harus aku lakukan," katanya. "Aku berhutang nyawa padanya, seandainya kalau tidak bertemu dengan nona Xin,aku mungkin sudah menjadi bangkai tanpa identitas di tengah hutan.."
Xin Lan membuka matanya, menatap Yu Zhang dengan tatapan penuh terima kasih.
Yu Zhang tersenyum. "Tidak perlu berterima kasih," katanya. "Aku senang kau baik-baik saja."
Yun Ling, yang sedari tadi berdiri di sudut, memperhatikan interaksi mereka. Tangannya terkepal erat, namun kali ini, ia tidak menunjukkan emosi terang-terangan. Hanya tatapan kosong yang menyembunyikan badai di dalam hatinya. Ia tahu, setelah hari ini, ikatan antara Xin Lan dan Yu Zhang telah terukir lebih dalam dari sebelumnya. Ia berpaling, meninggalkan ruangan tanpa sepatah kata pun.
...