NovelToon NovelToon
Hilang Perawan Di Malam Pesta

Hilang Perawan Di Malam Pesta

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Mafia / Lari Saat Hamil / Kehidupan di Kantor / Identitas Tersembunyi
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: Beby_Rexy

Setelah pesta ulang tahunnya semalam, dia terbangun di atas ranjang kamar hotel tempatnya bekerja, dalam keadaan berantakan dan juga sendirian. Masih dalam keadaan bingung, dia menemukan bercak merah di bawah tubuhnya yang menempel di alas kasur. Menyadari bahwa dirinya telah ternoda tanpa tahu siapa pelakunya, diapun mulai menyelidiki diam-diam dan merahasiakan semuanya dari teman-temannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Beby_Rexy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tersangka Satu

Ranti benar-benar menghiraukan pertanyaan dan panggilan dari Tisya di belakangnya. Kedua kaki mungilnya terus melanjutkan langkah kecil yang dibuat cepat-cepat.

Ranti masuk ke dalam ruangannya. Ruang kerja Ranti begitu luas, lebih luas dari seluruh rekan kerja lainnya, tetapi tidak lebih luas dari ruangan CEO. Alasan ruangan itu dibuat luas adalah karena berisi meja-meja dimana segala macam tester menu masakan harus diantarkan kepada dirinya terlebih dahulu untuk dicek kualitasnya dan apakah sudah sesuai dengan menu pilihan Ranti atau tidak.

Ketika dia baru tiba diambang pintu, tampak ketiga asistennya tengah berbincang sambil duduk santai.

“Memangnya enak ya, nikah muda?” tanya Prilly. Ranti tahu, pertanyaan itu pasti untuk Nina, karena hanya wanita itu saja yang sudah menikah di antara mereka.

“Aku kalau bukan karena isi duluan juga nggak bakal deh nikah, soalnya udah nggak bisa pilih laki-laki lain lagi, hahaha!” sahut Nina, berkelakar santai seolah hal itu bukan aib sama sekali. Ranti juga sebenarnya tidak kaget lagi, sebab Nina memang seperti itu, tidak punya malu.

“Tapi itu sih masih untung,” sambung Nina.

“Untung kenapa, Mbak Nin?” tanya Maya.

“Untung aku tahu siapa bapaknya, hahaha!”

DEGH!

Mendengar pernyataan itu, tiba-tiba jantung Ranti terasa seperti ditusuk jarum.

Tadi pagi, dia baru saja terbangun dalam keadaan memalukan seperti itu. Ranti sangat tahu sesuatu yang buruk telah terjadi pada dirinya. Namun, ketika mendengar perkataan menohok dari Nina, membuatnya jadi sangat sedih sekali.

“Gimana kalau aku hamil? Dan aku nggak tahu siapa bapaknya?”

Seketika itu Ranti terbayang wajah ibunya, “Ibu pasti kecewa sama aku, astaga Ranti, kamu bodoh…”

Dengan langkah gontai, Ranti masuk ke dalam disusul oleh Tisya yang masih saja menyerukan namanya.

Ketika ketiga orang asisten itu menyadari kedatangan Ranti, mereka langsung berdiri dan menyambutnya.

“Mbak Ran, ini daftar menu hari ini,” Nina menyodorkan beberapa lembar berkas berisi daftar menu harian untuk para tamu eksklusif hari itu. Dengan enggan, Ranti meraihnya.

“Mbak, kok nggak semangat gitu?” tanya Nina, diangguki oleh dua temannya.

“Kamu sakit, Ran?” Tisya mendekat, lalu menempelkan punggung tangannya ke dahi Ranti. “Memang agak hangat…” gumamnya. Dia pun menduga kalau Ranti bersikap agak aneh pagi itu dikarenakan kondisi perubahan suhu tubuhnya.

Namun Ranti menggeleng pelan, “I’m okay,” ucapnya tanpa semangat, kedua matanya fokus pada berkas di tangan. Kemudian, dia membawa berkas itu ke meja kerjanya.

Semua orang di dalam sana saling memandang dalam diam, tapi hanya sesaat saja, karena ada banyak pekerjaan yang harus mereka selesaikan dengan cepat.

---

Pukul tiga sore adalah waktu bagi Ranti dan Tisya untuk makan siang, di jam itu seluruh karyawan biasa sudah kembali bekerja, sehingga kantin kantor menjadi sepi. Dalam gedung semewah itu tidak hanya ada satu kantin saja, bahkan di setiap lima lantai terdapat satu lantai khusus yang disediakan untuk mengisi perut dan juga gratis.

Ranti melirik gelas kopi miliknya, kopi cappucino favorite-nya yang ketika itu terasa sangat pahit, tidak seperti biasanya. Ya, meskipun dimana-mana rasa kopi memang pahit, tetapi kali itu rasa pahitnya menembus hati Ranti.

“Kamu kenapa nggak makan, Ran? Jangan minum kopi doang, nanti asam lambung kamu naik,” tegur Tisya, dia baru saja menyelesaikan makan siangnya, salad sayuran dan roti oles.

Ranti menatap Tisya sejenak, kemudian kembali melirik gelas kopi yang isinya sudah habis setengah. Tiba-tiba saja pikirannya berkelana ke arah yang membuatnya mual.

“Kalau di dalam perutku ada janinnya, aku nggak boleh minum kopi.”

Akibat terlalu banyak berpikir, Ranti pun mual sungguhan. Dengan cepat dia membekap mulut, rasa asam terasa menguar memenuhi isi mulutnya.

“Tuh, kan! Kataku apa, jangan minum kopi sebelum makan, Ran, bandel banget, sih!” omel Tisya seraya menyodorkan minuman air putih miliknya.

Dengan cepat Ranti meminum habis air putih itu, lalu merasa lega setelahnya. Tak dapat dipungkiri, Ranti sungguh khawatir pada kondisi dirinya, jika dia ternyata hamil dalam keadaan tak bersuami, bahkan tanpa tahu siapa lelaki yang menodainya, maka bagaimana dengan reaksi ibunya nanti.

“Sial!” Ranti memijit kedua pelipisnya.

“Seharusnya nggak usah ngerayain ulang tahun tadi malam,” gumamnya.

Ternyata Tisya mendengar gumaman kecil itu, telinga Tisya memang begitu tajam. “Memangnya kenapa? Kalau ulang tahun memang wajib dirayain, lah. Lagian kamu kenapa, sih? Kuperhatiin dari pagi tadi kamu agak lain.”

Ranti menarik napas panjang, kemudian membuangnya perlahan. “Aku baik-baik aja, Sya. Aku cuma agak lupa kejadian semalam, karena mabuk, jadi aku penasaran aja, nanya kamu juga jawabnya nggak tau,” terang Ranti. Setelah berpikir, dia tidak ingin terus kepikiran hal itu, yang sebaiknya dia lakukan adalah mencari tahu dari siapa saja, tentang bagaimana dia bisa berakhir di dalam kamar asing itu.

“Ck, lagian kayaknya kamu itu bukan mabuk kali, Ran.”

“Maksud kamu?” Ranti menautkan kedua alisnya.

“Kan aku sempat cek denyut nadi kamu semalam, aku ini dokter kalau kamu lupa, mana ada mabuk kalau cuma minum satu gelas kecil isi 10 mililiter.”

“Terus kenapa aku tidur sampai pagi?” tanya Ranti.

Sambil mengangkat kedua bahunya, Tisya menjawab, “kurasa kamu itu kecapekan, pas minum sedikit langsung tidur karena pengaruh alkohol.”

“Tadi kata kamu kadar alkoholnya sedikit? Kalau aku nggak mabuk, kenapa aku nggak ingat apa-apa? Kata orang, meski kita mabuk dan nggak sadar berbuat apa, nanti setelah bangun kita masih ingat apa yang terjadi sebelumnya.”

Gemas, Tisya mencubit pelan pipi Ranti, membuat pemiliknya meringis. “Kataku kamu capek, ngantuk berat, jadi karena kena alkohol dikit langsung tidur, bukan mabuk, paham?”

Ranti mengangguk, tapi masih ada pertanyaan yang mengganjal hatinya. “Jadi, siapa yang bawa aku ke kamar itu?”

Dia hanya bisa bertanya di dalam hati, sebab akan terjadi masalah jika Tisya mengetahui tentang dirinya yang telah ternoda.

“Euh, kalau gitu aku mau pesan bakso aja,” kata Ranti, lalu bergegas bangkit dari duduknya.

Beberapa saat kemudian, sekembalinya dia membawa bakso, tampak keberadaan Noah yang sudah duduk santai bersama Tisya. Melihat lelaki itu, tak biasanya Ranti langsung gugup dan sedikit gemetar. “Ah, mungkin aku cuma kelaparan,” batinnya.

“Hai, Ran,” sapa Noah begitu Ranti meletakkan mangkuk bakso di atas meja.

“Hm,” sahut Ranti, memberikan senyum tipis sambil menoleh singkat baru kemudian duduk.

Untuk beberapa saat hanya terdengar suara berisik dari Tisya dan Noah yang saling berbincang dan tertawa, sedangkan Ranti fokus memakan bakso-nya.

Tak lama kemudian, Noah melirik jam tangannya. “Sudah hampir jam empat, aku duluan ya, guys,” ucapnya.

“Kamu kenapa nggak makan siang dulu?” tanya Tisya.

“No, aku orangnya jarang lapar,” jawab Noah, dia menoleh menatap Ranti yang duduk di depannya. “Ran, muka kamu pucat banget, habis kerja keras ya, semalam? Hehe…”

Entah apa maksud perkataan Noah itu, Ranti hanya bisa memutar kedua bola mata dan membiarkan Noah beranjak meninggalkan mereka.

Karena Ranti juga sudah selesai menghabiskan semangkuk bakso miliknya, mereka berdua juga memutuskan untuk kembali bekerja.

Ketika tiba di lantai 80, tepatnya saat pintu lift terbuka, Ranti melihat Pak Andi yang baru akan memasuki lift mereka. Melihat pria itu, Ranti merasa mendapatkan kesempatan untuk berbicara dengannya. Dengan cepat Ranti keluar dari lift dan menahan Pak Andi.

“Pak Andi, bisa bicara sebentar?” ucap Ranti kemudian beralih pada Tisya. “Sya, kamu duluan aja, ya.”

Tisya menganggukkan kepalanya, sebenarnya dia juga sudah selesai tugas, jadi Tisya diperbolehkan pulang atau tetap berada di hotel sesuai keinginannya.

Setelah membawa Pak Andi ke sudut, Ranti langsung memberanikan diri untuk bertanya, “Pak Andi, pagi tadi aku nggak ketemu rekaman yang aku cari, kira-kira apa sudah dihapus? Tapi bukannya nggak boleh sembarangan menghapus rekaman kecuali atas perintah Presdir, ya?”

Sengaja Ranti bertanya dengan sedikit tegas, menurutnya jika Pak Andi yang menghapus rekaman itu maka pria itu harusnya merasa takut.

Pak Andi tampak berpikir, kening tebalnya juga sedikit berkerut, setelah diam sesaat baru dia berkata, “terus terang saya nggak pernah hapus rekaman cctv hotel, Mbak. Tapi kalau Mbak Ranti mencurigai sesuatu, bisa langsung tanya ke Tuan Noah saja. Jujur saja, memang ada banyak sekali rekaman yang sebenarnya bukan dihapus, tapi “diamankan” jika terdapat unsur pidana atau pelecehan, mengingat tamu hotel kita adalah orang-orang penting. Dan yang berwenang melakukan hal seperti itu adalah Tuan Noah.”

Kedua bola mata bulat Ranti bergerak-gerak, mencari kejujuran di mata Pak Andi dan pria itu memang terlihat jujur. “Kak Noah?” tanyanya.

Pak Andi hanya menganggukkan kepala, tersenyum ramah seperti biasanya. Setelah melihat Ranti hanya diam setelahnya, pria itu pun pamit pergi.

“Kak Noah?” Ranti mengulangi pertanyaannya seorang diri.

Tiba-tiba kepalanya terasa pening. “Kak Noah sering hapus rekaman cctv untuk diamankan?” dia mengulangi penjelasan Pak Andi sebelumnya.

“Jadi Kak Noah…”

“Oh tidak, nggak mungkin Kak Noah yang ngelakuin hal itu, tapi kalau bukan dia, kenapa rekamannya harus diamankan?”

Ranti menyandarkan punggungnya ke tembok, mencoba menggali ingatan tentang kejadian semalam. Namun, yang dia ingat hanya kejadian sebelum dirinya tertidur di klub malam itu. Semakin mencoba mengingat, semakin kepalanya berdenyut.

Membayangkan wajah Noah yang menodai dirinya, Ranti sungguh tidak terima.

“Kenapa Kak Noah?!”

1
aleena
Ranti diem kataa Arion jangan bikin suasana jadi keru

huh emang plot twist
aleena
ya memang rumiit
jika sekeluarga demanding harta dan martabat
aleena
gugup rasanya mau menghilang saja
aleena
Susah menaklukan Ranti
sampai harus merekrut semua Teman
😃😃 semangaat bang Arion semoga ranti cepet jinak
nonoyy
cuma kekasih pura2 👍😁
Anto D Cotto
menarik
Anto D Cotto
lanjut crazy up Thor
aleena
begitu banyak prduga
aleena
Arion kamu masi saja mengelak
sampai kapan
aleena
/Curse//Curse//Curse/kamu kena jebak
/Determined/
semangat ranti
pasti ada Alasan dibalik semua itu,, hemm
mungkkn Arion Akan terus memintamu sebagai kekasih sungguhan
aleena
hemm
kenapa gak di iklanin aja di novel sebelah yg sudah banyak pengikutnya
Kan Makin seruu ni
Beby_Rexy: Hehe, makasih ya Kak, sarannya.. Aku masih belum sempat promosi /Grin/
total 1 replies
aleena
masih binging ya
sebentar lgi pasti tau siapa pelakunya
semangaat Ranti
aleena
seru seru
alur cerita yg bagus
aleena
semoga keluarga Ranti selamat dari kejaaran psicopat kaya sofia
aleena
keluarga kejam, bukan terbaik untk anak justru hanya mementingkan efonya sendiri
aleena
ahahaha jedag jedug tuh jantung
berarti pelakunya adalah Arion fix
aleena
klo Hamil gak ada bpk
berarti anak genderuwo/Facepalm//Facepalm//Facepalm/
aleena
ahhaha
Jadi bener Arion yg bermalam sama Ranti, pasti manusia kutub itu tersinggung sebab dikatai Gay,
makanya dia langsung membuktikan pada ranti klo dia bukan Gay/Joyful//Joyful/
aleena
nah mau bilang ketemen temen malu karna itu aib,
gak bilang juga binging, semanga Ranti semoga segera hamil agar tau siapa pelakunya
aleena
nah siapa pelakunyaq
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!