NovelToon NovelToon
Pesona Kakak Posesif

Pesona Kakak Posesif

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Diam-Diam Cinta / Identitas Tersembunyi / Keluarga / Dijodohkan Orang Tua / Konflik etika
Popularitas:871
Nilai: 5
Nama Author: Dwi Asti A

Jika bukan cinta, lalu apa arti ciuman itu? apakah dirinya hanya sebuah kelinci percobaan?

Jelas-jelas Satya menyayangi Hanin hingga pernah menciumnya, tapi setelah suatu kebenaran terungkap dia justru menghindar dan menjauh.

Satya berubah menjadi sosok kakak yang dingin dan acuh, bahkan memutuskan meninggalkan Hanin.

Apakah Hanin akan menyerah dengan cintanya yang tak berbalas dan memilih laki-laki lain?

Ataukah lebih mengalah dengan mempertahankan hubungan persaudaraan mereka selama ini asalkan tetap bersama dengan Satya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dwi Asti A, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ditinggal Sendirian

Minggu pagi Hanin sudah bersiap untuk berenang. Dia pergi menuju kamar Satya mencari kakaknya di sana, tapi tak menemukannya.

Hanin berlari turun, lalu bertanya pada Mbok Indung. “Bi Indung melihat Kak Satya tidak?” Tanya Hanin pada wanita yang tengah sibuk membersihkan sayuran.

“Tadi sepertinya keluar, Non, mungkin di depan.”

“Terima kasih, Bi.”

Hanin berjalan ke arah ruang tamu, tak menemukan Satya di sana dia bergegas ke halaman rumah. Pintu depan terbuka, Hanin merasa yakin Satya berada di sana. Dia menoleh dari pintu yang terbuka ke arah garasi, melihat Satya dibalik motor tak begitu terlihat Hanin ingin mendekat.

Baru saja Hanin melangkah dia berhenti. Satya berdiri sembari berbicara dengan seseorang di telepon. Melihat raut wajah Satya begitu senang, Hanin melangkah mundur. Menyembunyikan diri dibalik pintu lalu mendengarkan pembicaraan Satya.

“Tidak apa-apa, untuk saat ini kita jalani saja apa yang orang tua rencanakan. Tidak, hari ini aku sedang libur jadi lumayan banyak waktu. Aku tidak punya acara, di rumah saja.”

Begitulah percakapan yang Hanin tangkap, dan mendengar obrolan itu Hanin sudah bisa menebak siapa yang sedang berbicara dengan Satya. Hanin akhirnya memutuskan keluar dan menemui Satya. Satya tidak mungkin menolak permintaannya.

“Kak, yuk kita berenang,” ajak Hanin. Berdiri di seberang motor.

“Nanti, kau pergi saja dulu, kakak menyusul,” balas Satya dengan suara lirih berbisik. Sepertinya dia tidak ingin orang di seberang sana mendengar ucapannya.

“Sekarang saja, ayo, Kak!” Hanin menarik lengan Satya tidak peduli Satya sedang berbicara dengan siapa. Terpaksa Satya menghentikan pembicaraannya. Menutup ponsel dengan tangannya supaya suaranya tidak terdengar.

“Sebentar, Hani, kakak selesaikan terlebih dahulu pembicaraannya, oke. Tidak baik kan menyela orang yang sedang mengobrol.”

“Tapi ...,”

“Hani, tolong, “ pinta Satya memohon.

“Baiklah.” Hanin akhirnya pergi. Sebenarnya dia sedikit kecewa, tapi Hanin berusaha tidak marah. Yang membuat Satya berkenalan dengan Larasati adalah dirinya, jadi dia tidak boleh mempermasalahkannya. Toh mereka hanya berbicara di telepon.

Hanin akhirnya berenang sendirian. Setelah menunggu beberapa waktu ternyata Satya tak juga muncul.

Hampir satu jam Hanin berenang Satya tetap saja tak datang. Hanin marah dan kesal hingga berenang bolak-balik sampai beberapa putaran tanpa henti. Baru setelah merasa lelah dia mengakhirinya.

Hanin berjemur di bawah terik matahari dengan wajah ditutupi handuk kecil, tanpa sadar sampai membuatnya tertidur lama di sana.

“Non, bangun.” Suara Mbok Indung mengejutkan Hanin. Hanin menarik handuk dari wajahnya.

“Jam berapa, Bi?” tanya Hanin.

“Jam sebelas, Non.”

Hanin melihat ke sekeliling. Sampai selama itu dia masih tak melihat Satya. Hanin beranjak lalu berjalan masuk rumah. Dia masih memikirkan kakaknya yang ingkar janji membuatnya merasa dibohongi.

“Mama dan papa belum pulang, Bi?” tanya Hanin sembari membuka kulkas.

“Belum, Non.”

“Kak Satya?”

“Tadi dia pamit, berpesan kalau Non Hanin mencari, dia sedang menemui temannya.”

“Siapa? Laki-laki apa perempuan?”

“Den Satya tidak mengatakannya, Non.”

“Sudah lama?”

“Saat Non Hanin masih berenang, mungkin jam sepuluh.”

Hanin bersandar di meja dapur dengan segelas air minum di tangannya. Dia berpikir. Semua orang sedang pergi. Semuanya pergi tanpa mengajak dirinya, membiarkannya sendirian di rumah di hari Minggu.

Hanin merasa kesal, tidak ada yang peduli dengan dirinya, dan itu pertama kalinya. Padahal selama ini mereka tak pernah meninggalkannya sendirian di rumah.

Setelah menenggak habis minuman itu Hanin pergi untuk mandi. Lalu mencoba menghabiskan waktu dengan menonton televisi, tapi rasanya tidak ada yang menarik baginya. Dia kemudian menghubungi Rio dan Zaki, mungkin mereka tahu Satya berada di mana.

“Dia tidak bersamaku, coba tanya Zaki,” jawab Rio saat Hanin bertanya padanya.

Jawaban Zaki pun sama, dia tidak tahu kepergian Satya.

“Jadi, sebenarnya ke mana Kakak?”

Hanin mulai kesal, menghubungi siapa saja yang aktif.

“Kapan Mama pulang? Hanin bosan sendirian di rumah, Mah. Mama lekas pulang ya,” kata Hanin.

“Kan ada Satya, kau juga tidak pernah mencari mama. Mama dan papa sepertinya pulang agak malam, masih di luar kota. Ya sudah mama tutup, kalian berdua jaga diri baik-baik di rumah.”

Tut ..., tut .... Tut ...!

Miranda mematikan ponselnya sebelum Hanin selesai berbicara, membuat Hanin bertambah kesal.

Hanin kembali ke kamarnya. Dia ingin menghubungi Satya, tapi mengurungkan niatnya dan memutuskan pergi tidur. Di tambah hujan deras di luar membuatnya tidur dengan nyenyak.

Awalnya semua terasa begitu nyaman, tapi tiba-tiba kilat dan petir yang menggelegar membuat Hanin terkejut hingga bangun dengan ketakutan. Hanin berjalan ke arah ke jendela untuk menutupnya, saat kilat dan petir kembali terasa meledak di dekatnya, Hanin seperti terlempar tubuhnya karena terkejut, kemudian beringsut ke arah sudut ruangan menyembunyikan diri.

“Mah, Pah, Kak Satya, di mana kalian?” lirih Hanin. Dia mulai menangis. Suaranya tak terdengar, kalah oleh hujan dan gemuruh Guntur yang tak henti menggelegar.

Jendela masih terbuka lebar, gordennya bergerak-gerak kencang tertiup angin. Setelah petir itu Hanin tak berani mendekat untuk menutupnya.

Hanin masih ketakutan menyembunyikan diri di sudut ruangan sembari memeluk lututnya. Sesekali menutup telinganya saat melihat kilat yang menyambar-menyambar disusul guntur yang menggelegar.

••

Satya tengah mengobrol bersama Larasati di sebuah kafe. Satya tersentak kaget ketika petir menggelegar seperti bunyi ledakan terdengar memekakkan telinga. Larasati yang duduk di hadapannya seketika berpindah posisi duduk di samping Satya. Dia pun terlihat ketakutan.

Satya menilik jam di pergelangan tangannya sudah menunjukkan pukul 5 sore. Setelah mendengar petir itu hati Satya merasa tidak tenang. Dia sudah pergi dari rumah sejak siang tadi, meninggalkan Hanin di rumah sendirian. Sementara kedua orang tuanya mengatakan mungkin malam baru mereka pulang.

“Laras aku harus pulang, aku sudah terlalu lama meninggalkan rumah,” kata Satya.

“Bagaimana denganku?” tanya Laras.

“Kau membawa mobil dan ada sopir, kau akan baik-baik saja.”

“Kau tidak ingin mengantarku? Ayahku tahu aku pergi denganmu.”

Satya diam berpikir. Dia tahu rumah Larasati sepertinya lumayan jauh. Jika dia pergi mengantarnya mungkin dirinya akan tiba di rumah sudah malam. Sementara keadaan saat itu hujan petir, dia tahu Hanin takut dengan situasi itu.

Satya beranjak.

“Maaf, aku tidak bisa mengantarmu Laras. Aku akan mengantarmu ke mobil.”

“Di luar hujan deras Satya, aku tidak terbiasa hujan-hujanan.” Alasan Larasati. “Sebentar lagi, oke?” bujuknya.

Satya sebenarnya bisa saja memaksa pulang, tapi dia sudah berjanji dengan papanya akan menjaga dengan baik hubungannya dengan Larasati sampai keadaan perusahaan membaik.

“Hanya sepuluh menit saja, jika hujan belum reda aku hanya bisa mengantarmu ke mobil.”

“Oke “ Larasati setuju.

Mereka kembali duduk mengobrol, tapi Satya sudah tidak fokus dengan pembicaraan mereka saat itu karena pikirannya selalu pada Hanin. Dia benar-benar sangat mencemaskannya.

Pertemuannya dengan Larasati hari itu sebagai lanjutan dari pertemuan mereka yang pertama. Larasati meminta bertemu secara pribadi karena ingin mengatakan sesuatu yang penting tanpa kedua orang tuanya tahu. Yang akhirnya memaksa Satya bersedia menemuinya.

1
D Asti
Semoga suka, baca kelanjutannya akan semakin seru loh
María Paula
Gak nyangka endingnya bakal begini keren!! 👍
Majin Boo
Sudut pandang baru
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!