Mempertahankan kebahagiaan pernikahan nyatanya tidak semudah yang dibayangkan. Terkadang apa yang telah diusahakan tidak dinikmati sepenuhnya.
“Tetaplah bersama denganku, jauh darimu rasanya setiap napas berhenti perlahan. Aku mampu kehilangan segalanya asal bukan kamu, Sonia.”
_Selamanya Kamu Milikku 2_
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi_Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35 : Apa Bisa Adil?
"Iya sayang, sudah dulu ya." Fian memutuskan sambungan telfon itu tanpa mengucapkan salam, hal itu membuat Naima merasa aneh, tak pernah Fian memutuskan panggilan dengan terburu-buru seperti itu.
"Pulanglah Fian, aku baik-baik saja di sini, aku mohon padamu, tolong kembalilah ke rumahmu." pinta Syena kembali, dia tidak tega pada Naima yang sudah menunggu kehadiran suaminya, apalagi Naima saat ini sedang mengurus seorang bayi.
"Sudahlah, jangan dipikirkan lagi, lebih baik kamu tidur dan istirahat, aku akan menemanimu." Syena mengumpulkan segala tenaganya dan menatap Fian, dia menatap Fian dengan tatapan tajam.
"Jika kamu tidak mau pulang juga, aku benar-benar akan mengurus perceraian kita, aku tidak sanggup menjalani semua ini, aku lebih bahagia saat aku berdua dengan Azad, aku tidak menginginkan kehadiranmu di sini Fian." ujar Syena dengan lantang pada Fian, Fian kaget bukan main, selama ini Syena tak pernah begitu padanya, Fian juga ikut tersulut emosi menghadapi Syena.
"Baik, aku akan pulang ke rumah Naima dan akan mengatakan semuanya pada Naima mengenai hubungan kita."
"Kalau kamu mengatakannya, aku akan membencimu."
"Aku tidak peduli, mau kau dan Naima meninggalkan ku, aku tidak peduli. Memang kau pikir hanya dirimu yang terbebani dengan semua ini? Aku juga Syena, aku bahkan harus membohongi Naima agar bisa memenuhi tanggung jawabku pada dirimu dan Azad, tapi apa yang aku dapatkan? Kau malah ingin bercerai dariku, memangnya kau tidak memikirkan perasaan Azad hah? Dia membutuhkan aku, sehebat apapun dirimu menjaganya, semua itu tetaplah berbeda, kau tidak bisa menggantikan posisiku sebagai seorang ayah dalam hidup Azad. Jangan keras kepala jadi manusia, kau sangat egois Syena."
"Iya, aku egois, aku menikah denganmu hanya karena keegoisanku, aku tidak memikirkan perasaan wanita lain yang sedang menanti kehadiran suaminya di rumah saat ini. Aku egois Fian, aku sudah merebut kebahagiaan wanita lain hanya untuk membuat putraku memiliki seorang ayah. Untuk apa kau mempertahankan wanita egois sepertiku hah? Lebih baik kau pulang dan berbahagia dengan keluargamu, aku dan Azad di sini lebih baik tanpa dirimu, selama tiga tahun, aku dan Azad hidup penuh dengan kebahagiaan, semenjak kau kembali dalam hidupku, aku tertekan dan menderita, batinku tersiksa. Pergi Fian, PERGII." Nafas Syena memburu karena menahan emosi yang meluap dari dirinya, dia sudah tidak sanggup lagi menahan semua ini, rasa bersalah dalam dirinya pada Naima semakin hari semakin menjadi.
"Oke aku akan pergi, jika itu keinginanmu, aku akan mengatakan yang sebenarnya pada Naima, betapa bajingannya aku ketika akan menikah dengan dia dulu, aku malah menikahimu dan menghabiskan malam bersamamu hingga Azad lahir ke dunia ini. Aku bukan hanya mengatakan kejujuran ini pada Naima saja, tapi pada seluruh keluarga besarku." Fian melangkahkan kakinya dengan tegas keluar kamar, Syena yang tidak ingin kehancuran dalam hidup Fian mencoba untuk menahannya.
"Fian, tolong jangan lakukan itu, aku mohon Fian." Fian tak lagi mendengarkan perkataan Syena, dia tetap keluar dari kamar, Syena menyusul Fian hingga sampai di tangga, Syena memegang lengan kokoh suaminya itu.
"Tolong jangan lakukan itu Fian, istrimu akan menderita, dia akan kecewa padamu dan keluargamu akan hancur, biarlah seperti ini, aku mohon." Syena menangis dan berlutut di kaki Fian agar Fian mau mendengarkan dirinya.
Fian juga ikut berlutut, mensejajarkan dirinya dengan Syena lalu membawa Syena ke dalam pelukannya.
"Maafkan aku Syena, aku hanya ingin menjaga dan merawatmu, aku tidak ingin kamu menjalani kehamilan ini sendiri lagi. Tolong jangan katakan cerai lagi, aku mencintaimu, aku akan menjaga kamu dan anak-anak kita Syena."
"Aku tidak ingin mengambil waktu Naima, sekarang dia sangat membutuhkan dirimu Fian, dia tidak mungkin mengasuh anaknya sendiri tanpa kamu, pulanglah, temani istrimu."
"Kamu juga istriku, tolong jangan buat aku memperlakukan dirimu bagai seorang selingkuhan Syena, kau dan Naima memiliki hak yang sama atas diriku, aku sudah banyak menghabiskan waktu bersama dengan Naima ketimbang kamu, tolong izinkan aku untuk merawatmu, paling tidak sampai kandunganmu kuat dan kamu baik-baik saja." Syena mengangguk, dia tidak ingin berdebat lagi dengan suaminya.
"Aku suka aroma tubuhmu Fian, ini membuat aku merasa tenang dan tidak mual lagi," gumam Syena yang membuat Fian tersenyum, Fian mencium kepala istrinya dan menggendong Syena kembali ke kamar.
...***...
Pagi harinya, Fian melihat Syena sudah siap dengan pakaian kerja, Fian menghampiri istrinya itu.
"Kamu mau kerja?" tanya Fian pada Syena, baru semalam dia melihat Syena tak berdaya, namun pagi ini dia melihat Syena begitu segar.
"Iya, aku sudah jauh lebih baik dari kemarin Fian. Aku tidak mau libur terlalu lama, banyak pasien yang membutuhkan aku."
"Lama apanya? Kamu baru libur sehari Syena, dan dokter anak di rumah sakit itu bukan hanya kamu."
"Fian, aku tidak mau tiduran terus di rumah, aku harus bekerja."
"Aku sanggup menghidupimu dan anak kita, kenapa kamu tidak berhenti saja dari pekerjaan ini?"
"Aku tidak mau Fian, ini merupakan cita-citaku dari kecil, aku susah payah mencapainya, aku mohon, tolong jangan halangi karirku ya." Fian menghela nafasnya.
"Baiklah, apa kamu sudah minum obat?"
"Sudah, ayo kita sarapan dan kamu lebih baik pulang ke rumah Naima ya, aku mohon Fian, kasihan Naima, aku janji, aku akan menjaga kesehatan dan memberi kabar setiap waktu padamu," bujuk Syena pada suaminya, Fian tampak berpikir sejenak lalu menyetujui permintaan Syena.
"Baiklah, hari ini aku akan pulang, aku mohon sama kamu, jika ada apa-apa, cepat kabari aku."
"Insyaallah aku akan selalu mengabarimu."
Setelah selesai sarapan dan mengantarkan Syena ke rumah sakit, Fian pulang ke rumah Naima, istri dan anaknya menyambut Fian dengan wajah cerah dan gembira. Fian mencium singkat bibir dan kening Naima seperti biasa, dia memeluk Naima dan Sofi, baru setelah itu memeluk Rayyan.
Naima menghidangkan makanan untuk suaminya, Fian memakan apa yang telah disajikan oleh Naima.
"Apa Sofi rewel?"
"Sedikit, kadang malam dia tidak tidur, ya sama seperti Rayyan dulu, suka begadang."
"Kamu lelah nggak?"
"Nggak, kenapa memangnya?"
"Aku merindukanmu Naima."
Naima tersenyum, dia mengerti dengan permintaan suaminya itu, dia meminta Rayyan untuk bermain sendiri dan menaruh Sofi yang sudah tertidur di dalam box bayi, Naima menunaikan kewajibannya sebagai seorang istri pada Fian, mereka menghabiskan kemesraan dalam kamar.
Fian memeluk tubuh polos Naima di balik selimut, Fian menciumi pundak polos Naima.
"Maafkan aku Naima, aku sudah membuatmu kehilangan waktu bersama diriku." Naima tersenyum lalu menatap suaminya.
"Aku tidak masalah, selama ini kamu tidak pernah meninggalkan aku dan anak-anak, ya karena tuntutan pekerjaan, kamu harus meninggalkan kami dan aku tidak akan mempermasalahkan hal itu, yang penting suamiku ini fokus bekerja dan selalu menghubungi kami, itu sudah cukup," jawab Naima sambil tersenyum.
"Apa yang kamu inginkan saat ini?"
"Tidak ada."
"Apa kamu tidak ingin belanja atau sebagainya?"
"Tidak suamiku, aku hanya ingin bersama dirimu saja hari ini, sudah dua hari kamu nggak di rumah, kami merindukanmu."
"Bagaimana kalau nanti sore kita keluar jalan-jalan? Kamu pasti suntuk di rumah kan."
"Benarkah?"
"Iya."
"Iya, aku memang ingin jalan-jalan keluar." Fian memeluk Naima, dia memejamkan mata karena lelah dengan aktifitas panas tadi bersama istrinya.
"Apakah aku bisa berbuat adil pada mereka?" pikir Fian sendiri.