NovelToon NovelToon
Rindu Di Bawah Atap Yang Berbeda

Rindu Di Bawah Atap Yang Berbeda

Status: tamat
Genre:Keluarga / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Terlarang / Romansa / Cintapertama / Cinta Murni / Tamat
Popularitas:11.2k
Nilai: 5
Nama Author: Sang_Imajinasi

Berawal dari sebuah gulir tak sengaja di layar ponsel, takdir mempertemukan dua jiwa dari dua dunia yang berbeda. Akbar, seorang pemuda Minang berusia 24 tahun dari Padang, menemukan ketenangan dalam hidupnya yang teratur hingga sebuah senyuman tulus dari foto Erencya, seorang siswi SMA keturunan Tionghoa-Buddha berusia 18 tahun dari Jambi, menghentikan dunianya.

Terpisahkan jarak ratusan kilometer, cinta mereka bersemi di dunia maya. Melalui pesan-pesan larut malam dan panggilan video yang hangat, mereka menemukan belahan jiwa. Sebuah cinta yang murni, polos, dan tak pernah mempersoalkan perbedaan keyakinan yang membentang di antara mereka. Bagi Akbar dan Erencya, cinta adalah bahasa universal yang mereka pahami dengan hati.

Namun, saat cinta itu mulai beranjak ke dunia nyata, mereka dihadapkan pada tembok tertinggi dan terkokoh: restu keluarga. Tradisi dan keyakinan yang telah mengakar kuat menjadi jurang pemisah yang menyakitkan. Keluarga Erencya memberikan sebuah pilihan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sang_Imajinasi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 35

Satu bulan lebih berlalu dalam ritme penantian yang manis. Erencya sudah beradaptasi dengan 'hukuman'-nya. Dia jadi anak rumahan yang teladan. Pulang sekolah tepat waktu, nilai-nilainya stabil, dan dia tidak lagi menunjukkan tanda-tanda pemberontakan. Di permukaan, keluarganya telah kembali normal. Tentu saja, tak ada yang tahu bahwa di balik kepatuhannya itu, hatinya sedang melakukan perjalanan bolak-balik Padang-Jambi setiap hari lewat surat.

Mungkin karena melihat perubahannya, atau mungkin karena Mamanya yang terus-menerus membujuk, suatu Sabtu sore, Papanya memanggilnya lagi ke ruang kerja. Hati Erencya langsung was-was. Sidang apalagi sekarang?

Tapi suasana kali ini beda. Tidak ada Bryan. Hanya ada Papa dan Mamanya. Wajah Papanya tidak lagi sedingin es, meskipun masih terlihat serius.

"Duduk, Ren," kata Papanya.

Erencya duduk, mempersiapkan diri untuk skenario terburuk.

Papanya menatapnya lama. "Satu bulan ini, kamu sudah mengikuti aturan Papa dengan baik. Laporan dari sekolah juga bagus. Papa lihat kamu lebih fokus belajar."

Erencya hanya mengangguk.

"Papa dan Mama tidak pernah bermaksud menyiksamu," lanjutnya pelan. "Kami hanya ingin yang terbaik untukmu. Apa yang terjadi waktu itu... masalah utamanya adalah kamu berbohong. Kamu merusak kepercayaan kami."

"Aku tahu, Pa. Aku minta maaf," cicit Erencya tulus.

Papanya menghela napas. "Kepercayaan itu butuh waktu untuk dibangun kembali. Tapi, kami mau memberimu kesempatan." Dia lalu membuka laci mejanya, dan mengeluarkan sesuatu yang membuat jantung Erencya serasa berhenti berdetak. Ponselnya.

"Ini," kata Papanya sambil meletakkan ponsel itu di atas meja. "Gunakan dengan bijak. Untuk sekolah, untuk komunikasi dengan teman-temanmu. Tapi Papa minta satu hal."

"Apa, Pa?"

"Jangan sampai lupa waktu," tegasnya. "Tugas utamamu tetap sekolah. Dan ingat, kepercayaan ini mahal harganya. Sekali lagi kamu merusaknya, Papa tidak akan memberikannya lagi."

Tidak ada lagi sebutan soal Akbar. Tidak ada larangan eksplisit. Tapi Erencya tahu, ancaman itu masih ada, tersirat dalam setiap kata Papanya. Ini adalah gencatan senjata, bukan perjanjian damai.

"Terima kasih, Pa, Ma," kata Erencya, berusaha menahan air matanya.

Dia mengambil ponsel itu dan kembali ke kamarnya. Tangannya gemetar hebat saat memegang benda persegi panjang yang terasa begitu asing sekaligus familiar itu. Dia mengunci pintu, menyandarkan punggungnya, dan menekan tombol power. Layarnya menyala, menampilkan ratusan notifikasi yang tertunda. Tapi dia mengabaikan semuanya. Yang dia tuju hanya satu: kontak Akbar.

Dengan jari gemetar, dia mengetik sebuah pesan singkat.

Erencya: Kak... HP-ku kembali.

Belum sampai lima detik, pesan itu langsung centang biru. Dan sedetik kemudian, layar ponselnya berubah. Nama 'Kak Akbar' muncul dengan ikon panggilan masuk. Dengan napas tertahan, Erencya menjawabnya.

"Halo?" bisiknya.

"Erencya?" Suara Akbar di seberang sana terdengar serak, penuh ketidakpercayaan. "Ren? Ini beneran kamu?"

Mendengar suara itu secara real-time setelah sekian lama, pertahanan Erencya runtuh. "Iya, Kak... ini aku," jawabnya sambil terisak pelan.

"Syukurlah," desah Akbar, suaranya terdengar begitu lega hingga Erencya bisa merasakannya. "Aku kangen banget sama suaramu."

Mereka tertawa dan menangis di saat yang bersamaan. Rasanya aneh, canggung, tapi juga luar biasa indah. Semua kerinduan yang selama ini hanya bisa ditumpahkan lewat tinta, kini bisa meluap bebas melalui getaran suara. Mereka mengobrol berjam-jam, menceritakan semua hal kecil yang tak sempat tertulis di surat, seolah sedang menebus waktu yang hilang.

Malam itu, era baru hubungan mereka dimulai. Era sleepcall.

"Kakak lanjut ngerjain skripsinya gih, biar cepet selesai," kata Erencya saat waktu sudah menunjukkan tengah malam.

"Nggak bisa," jawab Akbar. "Aku takut kalau teleponnya ditutup, besok pagi semua ini cuma mimpi."

Erencya tersenyum. "Nggak akan. Aku di sini."

"Tapi aku stres banget lihat tumpukan buku ini," keluh Akbar. "Butuh penyemangat."

Erencya terdiam sejenak. Ada satu hal yang belum pernah ia bagikan pada Akbar, sebuah bakat kecil yang biasanya ia simpan untuk dirinya sendiri.

"Kak," katanya ragu. "Aku... aku nggak tahu ini bakal ngebantu atau nggak. Tapi... aku bisa nyanyi. Sedikit. Mau aku nyanyiin?"

Akbar di seberang sana terdiam. "Kamu bisa nyanyi?"

"Jelek tapi," kata Erencya malu-malu.

"Nggak ada suara jelek yang keluar dari kamu," jawab Akbar cepat. "Nyanyiin buat aku, Ren. Kumohon."

Dengan jantung berdebar, Erencya mulai bersenandung pelan. Ia menyanyikan sebuah lagu balada akustik yang lembut, tentang penantian dan harapan. Suaranya ternyata memang indah. Jernih, lembut, dan penuh perasaan. Tidak ada teknik yang rumit, hanya ada ketulusan yang mengalir dalam setiap nadanya.

Di Padang, Akbar hanya bisa memejamkan matanya, bersandar di kursinya. Suara Erencya terasa seperti selimut hangat yang membalut jiwanya yang lelah. Stres karena skripsi, rasa lelah karena perjuangan, semuanya menguap. Yang tersisa hanya suara merdu gadis itu, sebuah lagu pengantar tidur paling indah di dunia.

"Lagi," bisik Akbar saat Erencya selesai.

Malam itu, Erencya terus bernyanyi sampai ia mendengar helaan napas Akbar yang mulai teratur. Pria itu tertidur. Tapi Erencya tidak mematikan teleponnya. Ia membiarkannya menyala, meletakkan ponsel di samping bantalnya. Ia bisa mendengar suara napas Akbar, suara kipas angin di kamar. Suara-suara sederhana itu terasa begitu menenangkan. Ia pun tertidur, dengan senyum di wajahnya.

Sejak malam itu, sleepcall menjadi ritual wajib mereka. Telepon mereka akan terus tersambung, kadang 24 jam penuh. Mereka akan saling menemani melakukan aktivitas masing-masing. Erencya akan belajar diiringi suara ketikan keyboard Akbar yang sedang mengerjakan skripsi. Akbar akan menulis ditemani suara Erencya yang sedang bersenandung atau mengobrol dengan Lusi. Mereka telah menciptakan sebuah gelembung realitas mereka sendiri, di mana jarak seakan tidak lagi ada.

Dunia terasa sempurna. Mereka kembali mendapatkan kebebasan untuk berkomunikasi, bahkan lebih intens dari sebelumnya.

Namun, di suatu malam yang larut, saat Erencya sedang tertawa lepas mendengar lelucon Akbar di telepon, ia mendengar suara langkah kaki di luar kamarnya. Itu langkah kaki papanya. Dengan panik, ia langsung berbisik.

"Kak, udah dulu ya! Besok lagi! Bye!"

KLIK. Panggilan itu ia matikan sepihak. Ia buru-buru mematikan lampu dan pura-pura tidur, jantungnya berdebar kencang.

Sambil berbaring di kegelapan, mendengarkan langkah kaki ayahnya yang perlahan menjauh, Erencya tersadar. Kebahagiaan dan kebebasan baru ini sangat indah, tapi juga sangat rapuh. Pesan ayahnya kembali terngiang di kepalanya: Jangan sampai lupa waktu. Kepercayaan ini mahal harganya.

1
👣Sandaria🦋
jadi akhirnya Akbar login atau logout, Kak?🤔
kisah perjuangan cinta yg mesti aku hargai sebagai pembaca, Kak. meski dari tengah sampai akhir aku merasa authornya kehilangan "sentuhan" pada ceritanya. mungkin gegara mengubah ending dengan bermanuver terlalu tajam😂
Sang_Imajinasi: udah ada kok cuma belum dirilis mungkin akhir bulan ini rilis novel roman dengan banyak bab maybe 500 bab
total 8 replies
👣Sandaria🦋
selalu aneh dengar ucapan hati-hati di jalan bagi orang yg naik pesawat. macam dia aja yg nerbangin pesawat. harusnya kan "tolong bilangin ke pilotnya hati-hati di udara, jangan ngebut!"🙄🤣
👣Sandaria🦋
baca bagian ini, Bang@𝒯ℳ ada begitu banyak "kekayaan" di dunia ini, tidak hanya melulu soal uang. mungkin disayangi aku yg imut ini salah satunya🤔😂
👣Sandaria🦋: aku barusan tamat baca ini novel, Bang. cari tempat mojok lain lah. atau berantem lagi di novel Om Tua😆
total 8 replies
👣Sandaria🦋
asiik bener nama timnya 👍😂
👣Sandaria🦋
aku dulu pernah naik ini di pasar malam, Kak. pas di atas ketinggian itu terjadi ciuman ke-29 ku. kalau gak salah ingat 🤔😂
👣Sandaria🦋
yg bertemu diam-diam selama seminggu itu di bulan Juni, Kak. yg terjadi di bulan Desember mah nerakaa😆
👣Sandaria🦋
kadang aku ragu Erencya ini di cerita aslinya beneran masih SMA, Kak? tua kali pemikirannya. minimal anak kuliahan tingkat akhir lah😆
👣Sandaria🦋
kok mereka belum menyinggung keimanan ya, Kak?🤔
👣Sandaria🦋
jadi udah di tahap "pulang" aja nih. enggak datang lagi? jauh kali lompatan si Akbar😆
👣Sandaria🦋
untung gak kayak adegan Armageddon😅
👣Sandaria🦋
mengapa Akbar gak jalur darat aja ke Jambi nya, Kak? mungkin biar kelihatan dramatis ya efeknya kek di pilem pilem?😆
👣Sandaria🦋
kayak kita nih Bang@𝒯ℳ cinta yg kuat itu tumbuh di tengah percakapan percakapan saling maki, saling bully dan saling merendahkan diri🤦 sampai-sampai mengalahkan romansa cinta Ucup dan Anny😂🤣
👣Sandaria🦋: aduh Abang. pengen terjun ke laut aja nih aku, biar digulung ombak sekalian☺️😂
jadi pengen nge tag Bang Salman, Bang Zen dan Bang Asta. kali aja mereka rela muntahh berjamaah, Bang🤣🤣
total 2 replies
👣Sandaria🦋
kalau Erencya juga membangun jembatan dari sisi seberang, pasti sebentar lagi jembatannya nyambung itu. entah kalau ada preman preman yg nyolong bata dan besinya🤦
👣Sandaria🦋
jangan terlalu terbuai gombalan kalian. karena "semua akan preeet pada waktunya" begitulah kata-kata warga net yg berpikir logis🤣
👣Sandaria🦋
aku tidak menyangka perkara membangun jembatan ini bisa membuatku melankolis begini, Kak😭😂
👣Sandaria🦋
sebegini beratnya perjuangan cinta, siapa yg akan berani membakar jembatannya? bahkan authornya saja tidak berani😭😂
Sang_Imajinasi: baca nya sambil play musik tanpa cinta, sama seamin tapi tak seiman kak
total 1 replies
👣Sandaria🦋
kalau guru sejarah ku seperti Akbar. mungkin aku masih ingat siapa nama guru sejarah ku dulu. lebih parahnya aku saja lupa ada pelajaran sejarah😆
👣Sandaria🦋
memang begitu gaya dosen penguji sejak zaman purba 😂
👣Sandaria🦋
ini bener lagi. kalau udah mendekati waktu eksekusi, jangan ngapa-ngapain lagi. tunggu aja dor nya😆
👣Sandaria🦋
memang betul ini, kadang mules😂
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!