Bara tak menyangka bahwa ią menghabiskan malam penuh gelora dengan Alina, yang ternyata adalah adik kandung dari musuhnya di zaman kuliah.
"Siaap yang menghamili mu?" Tanya Adrian, sang kakak dengan mulai mengetatkan rahangnya tanda ia marah.
"Aku tidak tahu, tapi orang itu teman kak Adrian."
"Dia bukan temanku, tapi musuhku." cetus Adrian.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Danira16, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bersedia Menikah
Alina pun terbangun ketika aroma makanan mulai menggelitik perutnya, sejujurnya sepulang kuliah ia sudah lapar namun karena ia dibawa pergi oleh Bara, membuatnya lupa ada nyawa yang harus ia jaga saat ini.
Keletihan nya pula yang membuat Alina tertidur sendiri ketika ia baru sampai hotel dan merebahkan dirinya di sofa, Bara hanya mendiamkan Alina hingga gadis itu cukup lama terlelap. Barulah ia memindahkan tubuh Alina ke kasur untuk meluluskan rencana yang telah ia rancang sebelum menjemput Alina.
Dan akhirnya rencana Bara pun berhasil, iya akhirnya bisa mendapatkan Alina hanya dengan memutar otaknya supaya Adrian mengizinkannya menikahi adiknya.
"Mengapa aku ada di sini?" Tanya Alina bingung pasalnya tadi ia tidur di sofa.
Bara yang baru saja menaruh makanan pun kini menatap Alina yang sedang bersandar di bahu ranjang.
"Kamu lupa apa yang kita lakukan tadi?" jawab Bara saat ia menatap dalam wajah Alina yang kini memucat mendengar jawabannya.
"Memangnya kita lakuin apa kak?" Tanya balik Alina.
Alina menatap pakaian yang masih lengkap tidak seperti kejadian saat ia di hotel dulu, ia terbangun dengan kondisi polos tanpa helai benang pun.
Lalu Bara terkekeh melihat ekspresi lucu dan menggemaskan dari Alina.
"Bercanda, gue mana berani nyentuh lo lagi, bisa mati gue di tangan kakak lo." Cetus Bara yang kemudian menyunggingkan senyumannya, dan sialnya itu terlihat tampan di mata Alina.
Mendengar kata kakaknya Alina teringat bahwa ia belum pulang sampai detik ini, terlebih saat ia melihat jam di hotel menunjukkan pukul 4 sore ia makin kalut.
Alina tersadar bahwa iya bisa sampai di hotel bersama Bara karena terjebak hujan yang sangat lebat sehingga Bara menepikan mobilnya di hotel terdekat.
"Kak ini sudah sore tolong antarkan aku pulang aku cemas kak Adrian akan mencariku." Pinta Alina seraya memohon pada Bara.
"Tenang aja sayang aku udah mengirimkan pesan untuk kakakmu sebentar lagi Adrian pasti akan ke sini." Cobalah yang kini terlihat sibuk membuka satu persatu menu makanan yang telah ia pesan dari hotel.
Alina menelan ludahnya secara kesusahan melihat menu makanan yang begitu menggugah selera, terus terang perutnya saat ini keroncongan seakan meronta minta diisi oleh makanan yang telah tersaji itu.
"Makan dulu Alina sambil menunggu kakak lo datang." Titah Bara.
Karena Alina yang sudah sangat lapar, ia pun patuh, bahkan Alina diam saja saat Bara menggandeng tangannya dan membawanya ke sebuah meja tempat di mana tadi ia duduk di sofa dan tertidur.
Bara menyodorkan sepiring makanan lengkap yang tadi sempat Alina kesusahan beneran saliva nya itu.
Alina menerima makanan berisi makanan penuh dan bergizi itu dari tangan Bara lalu ia mengucapkan terima kasih.
"Makanlah yang banyak Alina supaya anak dalam rahim lo sehat seperti gue kuat dan tampan tentunya." Ucap Bara dengan candaan nya.
Arina tak menjawab ataupun menanggapinya, iya lebih memilih fokus untuk menyantap makanan yang ada di atas meja itu. Bara yang melihat Alina makan dengan lahap ia pun senang karena baginya saat ini ia bisa membuat gadis itu tinggal lebih lama dengannya di hotel.
Barang yang juga kelaparan ikut makan bersama dengan Alina, jujur sedari pagi Bara bahkan melewatkan makan siangnya. Sungguh hari ini adalah hari yang padat untuk Bara sehingga ia melupakan makan pagi dan siangnya.
Alina menaruh dirinya kembali setelah ia menghabiskan porsi makanan nya, lalu ia juga menghabiskan jus jeruk yang telah dipesan oleh Bara.
"Kak Bara, kapan kak Adrian akan ke sini? bahkan makanan yang aku makan sudah habis kenapa kak Adrian belum juga datang?" Tanya Alina pada Bara yang sedang menikmati jus jeruknya.
"Mungkin ada kendala di jalan, lo tahu kan jam segini sangat padat."jawab Bara dengan pandangan dan tangan nya yang terlihat sibuk di ponselnya.
Tak lama berselang ponsel Bara pun berdering dan ternyata Adrian tengah menelponnya.
"Di mana lo Bara, sialan." Umpat Adrian.
"Baca pesan gue, udah gue kirim nomor kamarnya." Jawab Bara.
Dan akhirnya 5 menit kemudian pintu kamar hotel pun diketuk dari luar.
Tok tok tok
Bara berjalan melalui Alina yang saat ini sedang memainkan gawainya, cara membuka pintu kamar hotel. Adrian telah berdiri di depan pintu kamar hotel, dan Bara bisa melihat sorot mata merah yang menunjukkan kemarahannya.
"Sialan lo, di mana adik gue." Seru Adrian dengan suara melengking seolah ia sedang marah.
"Tenang Man, dia aman sama gue. Ayo masuk." Ajak Bara.
Kedua tangan Adrian terkepal, iya berusaha menahan emosinya demi untuk tidak menghajar kembali Bara. Sungguh Adrian saat mendengar Alina dibawa oleh musuhnya itu, iya begitu kelabakan dan cemas bukan main.
Apalagii saat Bara mengirimkan tiga foto kedekatan mereka di atas peraduan, itu makin membuatnya tambah marah dan mengumpat Bara setelah musuhnya itu menghubunginya.
Dan mau tidak mau ia harus bisa menurunkan egonya demi Alina, terpaksa ia mengizinkan Bara untuk menikahi adiknya itu.
"Kak Adrian...." Seru Alina ayah langsung beranjak dari tempat duduknya, yang mendekati kakaknya dan memeluk Adrian.
"Kamu tidak apa-apa kan Alina?" Tanya Adrian, memastikan kondisi adiknya.
"Alina tidak apa-apa kak, apa benar tadi kak Adrian meminta kak Bara untuk menjemputku?" Tanya balik Alina pada kakaknya.
Lalu sorot mata Adrian menatap tajam pada
Bara, ya sebenernya kesal ingin memberi pelajaran pada pria itu, namun mengingat ancaman Bara akhirnya Adrian hanya menghela nafasnya kesal.
"Iya tadi aku minta Bara untuk menjemputmu." Jawab Adrian yang terpaksa berbohong.
Padahal ia datang kesitu karena Bara yang sudah kurang ajar mengirimkan dirinya pesan disertakan foto pria itu dan adiknya. Walau pun Adrian tahu bahwa itu bukan kehendak Alina.
"Alina sebenarnya ada yang ingin kak adrian bicarakan pada kamu, tadi pagi Bara datang ke kantor kakak unruk meminta izin menikahimu. Untuk itu kakak ingin kamu segera menikah dengannya." Ucap Adrian, tak lupa satu tangannya terkepal penuh kemarahan.
Bara yang mendengar itu langsung mengurai senyuman nya, tak sia-sia ia telah memutar otaknya untuk sebuah keberhasilan. Dan ia nantinya aan mendapatkan keuntungan ganda dari menikahi Alina.
Yang pertama, ia dapat membuat Bram, adik tirinya itu akan merasa cemburu dan sakit hati ketika kekasih yang tak bisa ia lupakan itu ia nikahi. Bara bagaikan orang yang puas membalas sakit hati almarhumah ibunya ketika sang ayah direbut wanita lain.
Kini ia bisa membalas Bram dengan menikahi mantan pacarnya, yang kedua ia akan mendapatkan kunci warisan setelah ia mendapatkan istri, terlebih saat ini Alina sedang mengandung benihnya.
Sangat kebetulan sekali ketika berulang kali ayahnya memintanya menyelesaikan kuliah, dan menyuruhnya menikah dan memiliki keturunan. Tanpa susah payah mencarinya, Bara sudah mendapatkan paket komplit, yaitu istri yang cantik sekaligus anak.
Dan bagi Bara tahun ini dewa keberuntungan berpihak kepadanya, bahkan kini Bara terlihat melebarkan senyumannya. Berbanding terbalik dengan apa yang Adrian rasakan, ia terpaksa harus merestui pernikahan itu karena ancaman Bara yang akan menculik Alina, juga dalam hatinya yang paing dasar, ia memikirkan janin yang tida berdosa dalam rahim adiknya.
Sedangkan kini Alina hanya bisa terkejut dengan keputusan tiba-tiba kakaknya itu, baru kemaren Adrian ngotot untuk menolak lamaran Bara, kini berbanding terbalik. Dan itu membuatnya bingung setengah mati dengan jalan pikiran kakak kandungnya.
"Kak Adrian yakin? Bukankah kakak menolaknya....lagi pula Alina tidak ingin menikah dengan orang yang tidak Alina cintai." Jawab Alina gamang.
Adrian paham akan kerisauan adiknya, sudah pasti menikah harus dengan landasan cinta. Apa jadinya jika dua orang yang tidak saling mencintai harus hidup bersama untuk jangka waktu yang tidak bisa ditentukan.
Sedangkan menikah atas dasar cinta saja, bisa juga goyah dan berakhir berpisah, apa lagi ini?
"Kak Adrian tahu kegundahanmu, tapi pikirkan janin yang tidak bersalah itu." Ucap Adrian menunjuk pada perut Alina yang masih rata.
Alina betul-betul dilema, di antara keinginan untuk menolak dan rasa tak tega pada apa yang ada dalam perutnya.
"Benar apa yang dikatakan kakak lo Alina, kita tidak saling mencintai, tapi gue pingin buktikan bahwa gue pria yang bertanggung jawab atas hilangnya kesucian lo. Berikan gue kepercayaan untuk membuktikan pada lo bahwa kelak gue akan menjadi suami dan ayah yang baik." Pinta Bara.
Sejenak Alina menatap sinar mata permohonan milik Bara yang tegas itu, ia tak tahu ucapan pria itu tulus atau hanya akting saja.
Namun ia tak pedulikan itu, ia pun sudah mengambil keputusannya kini.
"Baik, Alina bersedia menikah dengan kak Bara." Jawab Alina.
Adrian tersenyum tipis, tanda ia ikut bahagia, walau pun sedikit dongkol karena adik kesayanganya itu menikahi musuhnya. Adrian memeluk adiknya itu dan mengusap helaian rambut Alina, tanda rasa sayangnya.
Berbeda dengan Bara yang begitu sumringah, ia tak sabar akan segera membuat adik tirinya itu panas dingin melihat dirinya yang akan bersanding di pelaminan dengan mantan pacar Bram.