Ayunda Nafsha Azia, seorang siswi badung dan merupakan ketua Geng Srikandi.
Ia harus rela melepas status lajang di usia 18 tahun dan terpaksa menikah dengan pria yang paling menyebalkan sedunia baginya, Arjuna Tsaqif. Guru fisika sekaligus wali kelasnya sendiri.
Benci dan cinta melebur jadi satu. Mencipta kisah cinta yang penuh warna.
Kehadiran Ayu di hidup Arjuna mampu membalut luka karena jalinan cinta yang telah lalu dan menyentuhkan bahagia.
Namun rumah tangga mereka tak lepas dari badai ujian. Hingga membuat Ayu dilema.
Tetap mempertahankan hubungan, atau merelakan Arjuna kembali pada mantan kekasihnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ayuwidia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 35 Tidur Seranjang
Happy reading
Jangan-jangan dia ---
Ayu mengejap-ngejapkan mata. Ia serasa tidak percaya jika malaikat berparas tampan yang pernah menolongnya enam tahun lalu ternyata pria yang kini berstatus sebagai suaminya--Arjuna Tsaqif.
Terbesit di ruang pikir, mungkin celotehannya dulu diamini oleh para malaikat dan diijabah oleh Tuhan-nya.
Ayu merasa geli kala teringat kejadian waktu lalu. Saat dirinya pertama kali bertemu dengan Arjuna di desa tempat tinggal kakek dan neneknya.
Ia tak kuasa menahan tawa, hingga membuat Arjuna heran dan menatap penuh tanya.
"Kenapa kamu tertawa, Ay?"
Tak ada balasan yang terucap.
Ayu masih saja mengudarakan tawa. Bahkan tawanya semakin menjadi ketika melihat mimik wajah Arjuna yang tampak kebingungan.
Arjuna terdiam dan sejenak berpikir.
Tanpa sengaja pandangan matanya menangkap gelang tali berwarna hitam yang dikenakan oleh Ayu. Sama persis dengan gelang tali milik Zizi--gadis kecil yang ditemuinya enam tahun lalu.
Astaghfirullah, kenapa aku baru sadar kalau Zizi itu kamu, Ay. Ayunda Nafsha Azia.
Sebaris senyum terbit menghiasi wajah Arjuna kala menyadari jika gadis kecil yang pernah memberi gelang dan menyumpahinya adalah Ayunda Nafsha Azia, wanita yang sudah berstatus sebagai istrinya.
"Oh, jadi kamu gadis kecil tomboy yang menyumpahi aku enam tahun lalu?" Arjuna tertawa kecil, lalu menggelitik pinggang Ayu hingga kegelian.
Ia teramat gemas dengan gadis kecil yang kini telah menjelma menjadi wanita tercantik sejagad jiwa dan bergelar sebagai istri.
"Udah, otot perutku kram," pinta Ayu masih disertai tawa yang belum mereda.
"Ini hadiah untuk gadis kecil yang sudah berani menyumpahi ku." Arjuna enggan mengindahkan ucapan Ayu dan terus menggelitik, sampai membuat tubuh Ayu menggelinjang karena teramat kegelian.
"Udah, Bie! Udah!" Refleks, Ayu mengangkat tubuhnya dan melingkarkan tangan di leher Arjuna.
Tawa yang semula mengudara seketika terhenti saat jarak terkikis dan pandangan mata saling mengunci.
Degup jantung bertalu merdu, diikuti suara deru nafas yang berasal dari indra penciuman sepasang kekasih.
Tak ada kata yang terucap. Hanya bahasa mata yang mewakili segenap rasa cinta dan hasrat ingin mencumbu.
Arjuna mendekatkan wajah dan melabuhkan kecupan di bibir ranum wanita yang telah halal disentuhnya.
Ayu mematung. Degup jantungnya bertalu cepat saat bibirnya bersentuhan dengan bibir Arjuna.
"Ehem, aku haus," ucapnya sekedar beralasan sambil mengurai kedua tangannya dari leher Arjuna.
Ia takut jika Arjuna akan kebablasan dan meminta hak nya sebagai seorang suami.
Sungguh, Ayu merasa belum siap.
"Mau aku ambilkan air putih?"
"Nggak usah. Aku bisa ambil sendiri."
Arjuna tersenyum, lalu menjauhkan tubuhnya.
Begitu terlepas dari kungkungan tubuh Arjuna, Ayu beranjak dari sofa dan berjalan menuju dapur dengan kakinya yang terasa gemetar.
"Ck, baru dicium aja gemeteran gini, apalagi kalau dia minta jatah. Bisa pingsan aku." Ayu bergumam sambil membuka kulkas. Tanpa ia sadari, Arjuna sudah berada di dekatnya dan mendengus geli karena mendengar gumaman-nya.
Satu botol berisi air mineral diambil dari dalam kulkas.
Sayang, tangan yang gemetar tidak bisa diajak kerja sama. Ayu tampak kesulitan membuka tutup botol, sehingga mendorong Arjuna untuk membantu.
"Aku bukain, Ay."
"Eh --" Ayu sedikit terkejut, karena tiba-tiba Arjuna sudah berdiri di hadapan.
Tanpa menunggu balasan, Arjuna mengambil botol dari tangan Ayu dan membuka tutupnya.
"Nih." Arjuna menyerahkan botol yang sudah dibukanya sambil menyungging seutas senyum.
"Makasih." Ayu menerima botol itu, lalu meneguk isinya.
"Oya, Ay. Besok pagi kita nengok papa ya. Karena beberapa hari ini terlalu sibuk, aku jadi lupa nggak nengok beliau."
"Iya. Papa masih di rumah sakit?"
"Aku belum tau pastinya."
"Kamu nggak telepon mama? Tanya keadaan papa gimana."
"Sudah. Tapi dua hari yang lalu. Kata mama, kondisi papa sudah membaik dan boleh pulang hari Sabtu."
"Kemungkinan papa udah pulang --"
"Iya. Semoga saja. Besok sebelum kita berangkat, aku telepon mama dulu. Memastikan papa sudah pulang dari rumah sakit atau belum."
"He-em." Ayu menjawab singkat, lalu meletakkan botol mineral yang telah ditandaskan isinya ke dalam tempat sampah.
"Yuk tidur." Arjuna meraih tangan Ayu dan membawanya ke dalam genggaman.
Tak ada penolakan. Ayu membiarkan tangannya digenggam, meski degup jantungnya bertalu merdu setiap bersentuhan dengan bagian tubuh milik Arjuna.
"Ay, mulai besok pagi, kamu bawa kartu debit ku ya," ucap Arjuna di sela-sela ayunan kaki menuju kamar.
"Buat apa?"
"Buat kamu, nafkah dariku sebagai seorang suami."
"Aku belum bisa ngejalanin kewajibanku sebagai seorang istri. Jadi, aku nggak bisa nerima nafkah dari kamu."
"Kewajiban apa yang belum bisa kamu jalani? Kamu sudah banyak membantu mengurus pekerjaan rumah tangga, kamu juga sudah menjaga Marwah suami."
"Aku belum bisa bobok bareng --" Ayu melirihkan suara. Ia malu membicarakan hal yang bersinggungan dengan kegiatan di atas ranjang.
"Kenapa nggak bisa? 'Kan cuma bobok bareng."
"Kalau aku hamil, gimana?"
"Ya tinggal minta tanggung jawab sama suami kamu."
"Ish."
Arjuna tertawa kecil, lalu mengecup dalam punggung tangan Ayu. Kentara sekali jika ia sangat menyayangi istrinya.
Kehangatan dan perhatian yang selalu disuguhkan oleh Arjuna, mencipta rasa nyaman dan mengusir sanksi yang perlahan terkikis.
"Aku tidur di sofa, kamu tidur di ranjang," ujar Ayu begitu ayunan kaki mereka terhenti.
"Mulai malam ini kita tidur seranjang, Ay. Nggak usah takut hamil. Aku akan berusaha menjaga syah-wat ku."
"Tapi --"
"Nggak usah pakai tapi."
Ucapan Arjuna bagaikan titah seorang raja. Tidak bisa ditolak ataupun dibantah.
"Kita jadikan guling ini sebagai penyekat." Arjuna meletakkan guling di tengah-tengah mereka sebagai penyekat.
Ayu menurut. Tak ada lagi alasan atau kuasa untuk menolak.
Malam ini mereka tidur seranjang. Tidak ada aktivitas yang dikhawatirkan oleh Ayu. Bahkan, Arjuna tidur dengan posisi membelakanginya. Menjaga syah-wat, yang mungkin akan mendorongnya melakukan khilaf yang dihalalkan disaat istrinya merasa belum siap.
.
.
Malam merangkak pergi. Berganti fajar yang datang mengganti.
Mata yang semula terpejam, kini terbuka perlahan.
Seutas senyum menghiasi wajah Arjuna, ketika menyaksikan pemandangan indah yang memenuhi manik mata.
Guling yang dijadikan sebagai penyekat, entah menggelinding ke mana. Berganti tubuh sang istri yang tak berjarak dan tangan halus yang melingkar di pinggangnya.
Lagi-lagi Arjuna dibuat mendengus geli karena polah tingkah wanita yang dinikahi.
Bukan hanya tidur dengan memeluk tubuhnya. Ayu juga membenamkan wajah di ketiak.
Tak terbayang jika si istri bar-bar terjaga dan membuka mata. Mungkin dia akan merasa malu mendapati posisi tidurnya saat ini.
🍁🍁🍁
Bersambung
Apa dia masih sempat bobok siang dgn tugas sebanyak itu.
Mas Win juga CEO..ya kali cuma suamimu aja
Dia tetap Deng Weiku.
Di tik tok aku udah banyak saingan. masa di sini juga
Ayu udah gak perawan.
Dan dia perawani oleh gurunya sendiri...😁😁
mandi berdua juga harusnya.
khilaf lagi ntar. Fix gak ke sekolah mereka hari ini
surga dunia..
aseeekk