Setelah kepergian Dean, sahabatnya, Nando dihadapkan pada permintaan terakhir yang tidak pernah ia bayangkan, menikahi Alea, istri Dean. Dengan berat hati, Nando menerima permintaan itu, berharap bisa menjalani perannya sebagai suami dengan baik.
Namun, bayangan masa lalu terus menghantuinya. Arin, wanita yang pernah mengisi hatinya, masih terlalu nyata dalam ingatannya. Semakin ia mencoba melupakan, semakin kuat perasaan itu mencengkeramnya.
Di antara pernikahan yang terjalin karena janji dan hati yang masih terjebak di masa lalu, Nando harus menghadapi dilema terbesar dalam hidupnya. Akankah ia benar-benar mampu mencintai Alea, atau justru tetap terjebak dalam bayang-bayang Arin?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon xxkntng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
35. air
Nando menggendong tubuh Alea keluar dari kamar adiknya. Tanpa berkata apa-apa, ia membawanya ke kamar tamu, lalu meletakkan tubuh istrinya dengan hati-hati di atas ranjang.
Ia menutup pintu kamar, kemudian berbalik menatap Alea yang masih duduk di tepi ranjang dengan tubuh menggigil. Sorot matanya kosong, wajahnya terlihat seperti kehilangan kendali.
Nando mendekat, menyodorkan segelas minuman yang ada di atas nakas ke arah istrinya. "Minum, buat nenangin diri kamu,” ucap Nando.
Alea menerima gelas itu, meneguk isinya perlahan. Sementara itu, Nando duduk di sisi ranjang, matanya tak lepas dari wajah pucat sang istri.
"Kamu aman sekarang,” ucapnya lembut. "Aku janji… Dhipa atau laki laki manapun nggak akan pernah bisa nyentuh kamu lagi.”
Tatapan Nando terhenti saat melihat bercak merah di leher Alea. Matanya menegang, rahangnya mengeras. Ia memejamkan mata sebentar, menahan emosi yang membuncah dalam dadanya.
Tiba-tiba, pintu kamar tamu terbuka lebar. Bianca terdiam sejenak saat melihat Alea duduk di atas ranjang dengan memegang segelas air di tangannya.
Bianca langsung melangkah cepat, menghampiri Nando dan alea kesal.
"Ngapain Lo minum air itu?!” tanyanya ketus.
"Kakak yang ngasih minuman itu, kenapa?”ucap Nando.
"Tapi itu air yang harusnya kamu yang minum kak, biar kamu sama Kak Arin......” suara Bianca terhenti.
Nando menaikkan alisnya, laki laki itu bangkit dari duduknya dan menatap adiknya tajam. “Maksut kamu?”
Tanpa menunggu jawaban, Nando menggenggam tangan adiknya dan menyeretnya keluar dari kamar tamu, meninggalkan Alea yang masih terduduk lemas disana.
Sesampainya di ruang tamu, Nando mendorong Bianca untuk duduk. Tatapannya tajam, suaranya dingin.
"Jelasin. Semuanya.”
Bianca meneguk salivanya, tubuhnya bergetar menahan takut.
"Jawab !! ”
"Aku cuma… ngikutin rencana Kak Arin. Dia yang nyiapin minuman itu. Aku cuma naruh gelas itu di kamar tamu, biar Kak Nando yang minum...”
"Kamu mau jebak kakak?!” suara Nando mulai meninggi. “Tujuan kamu apa?!”
"Karena aku nggak suka sama dia! Aku pengin Kak Nando sama Kak Arin! Kakak malah hancurin semua rencana kita...”
"Kalau Kak Nando nggak gagalin rencana Dhipa tadi, kita bisa punya bukti kalau Alea itu selingkuh. Kakak bisa ceraiin dia dengan bukti itu. Kak Arin bisa gantiin posisi dia di rumah kita!”
"Kamu pikir cerai semudah itu?!
"Tinggal ke pengadilan agama, selesai?!” ucap Bianca. "Gak ada yang susah kalau kamu niat. "
"Minuman itu kamu kasih apa?!! "Nando menatap adiknya tajam.
"Ada campuran serbuk perangsang di minuman itu. aku cuma mau kakak yang minum, minuman itu, biar Kak Nando dan Kak Arin bisa ungkapin semua perasaan kalian... tapi semua rencana itu gagal karena perempuan sialan itu.”
"Dan sekarang, malah dia yang minum itu semua. "
Nando memejamkan mata, mengacak acak rambutnya frustasi, ia benar benar tidak habis fikir dengan kelakuan adiknya itu.
"Kamu belajar hal licik ini dari mana,bi ?! Sejak kapan kamu jadi kayak gini, hah?!”
"Selama ini kakak gak pernah ngajarin kamu jadi perempuan se brengsek ini,"
"Kakak nggak ngerti. Kak Arin itu sayang sama kita semua. Dia beda sama Alea. Aku mau dia yang jadi kakak ipar aku, bukan perempuan itu!”
"Alea itu sayang sama kamu, dia berkali kali coba ambil hati kamu. Kamu aja yang tutup mata akan hal itu. Dan kamu tahu? Arin yang kamu banggain itu, kakak lihat dia ciuman sama cowok lain di bar!”
Bianca terdiam. wanita itu menggelengkan kepalanya tidak percaya. "Gak mungkin. "
"Gak mungkin gimana, kakak sendiri yang lihat dia di barr sebelum papa ngasih undangan ini ke kakak. "
"Mulai malam ini, kamu keluar dari rumah kakak. Pindah ke rumah Mama. Jangan pernah muncul di depan kakak lagi.”
"K-Kak... gak mau...” suara Bianca parau.
"Kakak sayang kamu, Bi. Tapi mulai sekarang kamu harus belajar buat menghargai orang lain.”
"Rumah tangga kakak itu urusan kakak, kamu gak perlu ikut campur akan hal itu. Kalau alea udah jadi istri kakak, berarti kakak udah pilih dia,"
"Tapi kakak masih peduli sama Kak Arin! Kakak masih sayang sama Kak Arin! Kak Nando gak usah bohong akan hal itu!" Bianca membentak, suaranya pecah.
"Dia itu cuma orang baru di rumah ini! Aku gak kenal dia! Bahkan, buat nerima dia jadi kakak ipar aku aja, aku gak sudi!" ucap Bianca lalu segera melangkah pergi meninggalkan kakaknya.