Seruni adalah seorang gadis tuna wicara yang harus menghadapi kerasnya hidup. Sejak lahir, keberadaannya sudah ditolak kedua orang tuanya. Ia dibuang ke panti asuhan sederhana. Tak ada yang mau mengadopsinya.
Seruni tumbuh menjadi gadis cantik namun akibat kelalaiannya, panti asuhan tempatnya tinggal terbakar. Seruni harus berjuang hidup meski hidup terus mengujinya. Akankah ada yang sungguh mencintai Seruni?
"Aku memang tak bisa bersuara, namun aku bisa membuat dunia bersuara untukku." - Seruni.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mizzly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terkesan Acuh Padahal Peduli
POV Author
"Ibu ... Runi?" Avian nampak agak terkejut dengan pertanyaan Kavi.
"Iya. Ibu Runi yang selama ini mengurus dan menjagaku. Kemanapun aku pergi, Ibu Runi harus bersamaku." Kavi makin yakin kalau Avian memang mengundangnya untuk menanyakan lebih jauh tentang Ibu Runi.
"Lalu Mama kamu?" tanya Avian.
"Mama sibuk mencari uang. Kata Mama, semenjak suka membantu Ibu, bisnisnya makin maju pesat. Mama menganggap Ibu sebagai pembawa hoki. Berkat doa Ibu Runi juga aku bisa menikah dengan Sisil dan mendapat keluarga yang baik," jawab Kavi sambil tersenyum bangga.
"Jadi ... kamu punya Mama dan Ibu?"
"Iya. Enak bukan, Pak? Kalau Mama sibuk, aku jalan sama Ibu. Kalau Ibu ada pekerjaan, aku temani Mama kerja di ruko. Kapan-kapan, Bapak akan aku undang makan malam di rumah ya. Masakan Ibu enak loh, Bapak mau bukan?" tanya Kavi.
"Boleh. Boleh saja. Tentu saya akan datang."
"Oke. Kita lanjutkan pembicaraan tentang pekerjaan lagi ya, Pak. Jadi begini ...."
****
Kavi melirik jam di pergelangan tangannya. Hampir jam 10 malam. Rumah sudah sepi, Ibu Runi sudah tidur sementara Sisil kadang sudah tidur, kadang pura-pura tidur.
Semenjak kuliah sambil bekerja, Kavi jadi super sibuk. Waktu istirahatnya terbatas. Kadang ia masih harus mengerjakan tugas kuliahnya dan tertidur sambil mengetik. Sisil yang merasa kasihan akan memindahkan laptop dan menaruhnya di meja agar Kavi bisa tidur dengan nyaman.
Malam ini Kavi masih terjaga sehabis mandi. Ia menyalakan laptop tapi tidak fokus dengan pekerjaan yang ia lakukan. Banyak yang Kavi pikirkan, salah satunya adalah tentang Pak Avian yang terlihat jelas sekali tertarik dengan Ibu Runi. Dari cara berbicara, sorot matanya yang berbinar dan rasa penasarannya pada Ibu Runi membuat Kavi makin yakin kalau ada sesuatu di antara mereka.
Melihat laptop yang masih menyala, Sisil jadi terbangun dan melihat Kavi sedang melamun. "Ada apa? Ada masalah dengan Pak Avian?" tanya Sisil.
"Eh, kamu jadi terbangun ya karena cahaya laptopku? Maaf ya." Avian mematikan laptop miliknya dan menaruhnya di dalam tas. "Tenanglah. Meeting dengan Pak Avian tak ada masalah."
"Oh, baguslah. Jangan melamun, lebih baik tidur. Oh iya, besok aku akan ke pabrik dan melakukan sidak dadakan-" Belum selesai Sisil bicara, Kavi sudah memotong ucapannya.
"Jangan! Jangan ke pabrik dulu."
"Loh? Memangnya kenapa?" Sisil duduk tegak. Ia kaget sekaligus heran. Kenapa dirinya dilarang ke pabrik.
Kavi berdiri dan berjalan mendekati Sisil. Tak enak bicara jauh-jauhan. Tanpa sadar Kavi duduk di tempat tidur dan mengatakan alasannya melarang Sisil pergi. "Kamu jangan membuat masalah lagi di pabrik. Kamu lupa saat kamu dilaporkan manajemen karena kamu marah-marah dengan karyawan?"
"Tentu saja aku ingat. Gara-gara hal itu aku jadi dapat peringatan keras dari Aki!" Mengingat hal tersebut membuat Sisil kesal.
"Sejujurnya ... Daddy menyuruhku untuk mengawal kamu kalau mau melakukan sidak. Kamu tak boleh marah-marah seperti dulu. Daddy bilang, kamu tak boleh pergi sendirian kalau tak ada aku. Masalahnya, besok aku diajak meeting sama Daddy jadi tak bisa menemani kamu. Kalau lusa bagaimana?"
Sisil menatap Kavi dengan heran. "Kenapa jadi kamu yang ngatur aku ya? Aku mau ke pabrik besok, lusa atau setahun lagi itu urusan aku. Lalu ngapain kamu duduk di kasurku? Sana, balik ke sofa kamu! Sok akrab banget sih? Hush! Sana!"
Kavi tertawa lalu berdiri. "He ... he ... he ... kirain kamu lupa. Sil, memang aku tidak bisa ya tidur di kasur kamu? Kita bagi dua deh. Aku janji tak akan mengganggu kamu. Pegal nih badan aku tidur di sofa terus," rengek Kavi.
"Bodo amat. Memangnya aku pikirin. Jangan harap ya aku mau berbagi tempat tidur sama kamu! Sana, kembali ke sofa kamu!" Sisil pun menarik selimut. Meninggalkan Kavi yang terlihat penuh harap bisa tidur di kasur yang empuk.
****
Sisil memang terkesan acuh dan tak mau mendengarkan apa yang Kavi katakan, namun dibalik semua itu ternyata Sisil mengakui kalau ucapan Kavi benar. Ia mengurungkan niatnya melakukan sidak dadakan ke pabrik. Sebagai gantinya, Sisil memilih untuk berada di kantor seharian.
Saat jam makan siang tiba, Sisil pergi ke kantin dan makan seorang diri. Tak ada yang mau menemaninya makan karena menganggap Sisil adalah atasan yang killer. Berbeda dengan Sisil, Kavi justru ditemani banyak teman. Kavi tertawa lepas dikelilingi teman laki-laki dan perempuannya.
Hati Sisil terasa kesal. "Kenapa sih dia makan bersama teman-temannya? Kenapa tidak menemaniku makan? Bukankah ia tahu kalau aku tak ada yang menemani?" gerutu Sisil dalam hati.
Sisil tak menghabiskan makannya. Ia kesal dan pergi ke Mall dekat kantor untuk mengusir rasa kesalnya. Sisil berhenti di salah satu departemen store, tepatnya di bagian kemeja laki-laki. "Kemejanya bagus sekali. Kalau Kavi yang pakai, pasti lebih bagus lagi," batin Sisil.
Sisil cepat-cepat menggelengkan kepalanya. "Tidak, untuk apa aku memikirkan dia? Dia saja makan siang dengan bahagia sambil tertawa bersama teman-temannya. Memangnya dia pedulikan aku? Tak usah deh baik sama dia!" Sisil meninggalkan bagian laki-laki lalu pergi mencari pakaian untuknya.
Sisil malah tertarik membeli sebuah blouse tangan panjang yang sangat cantik dengan motif bunga-bunga berwarna peach."Bagus sekali blouse-nya, kalau Ibu Runi yang pakai kayaknya bagus deh. Aku belikan saja deh untuk Ibu Runi. Pasti Ibu suka. "
Semenjak tinggal dengan Kavi serta Runi, Sisil mulai menyukai ibu mertuanya tersebut. Runi tidak suka mencampuri rumah tangganya. Ia membiarkan Kavi dan Sisil menyelesaikan sendiri setiap permasalahan yang ada.
Runi rajin bangun di pagi hari guna menyiapkan sarapan untuk Sisil dan Kavi. Saat Sisil pulang kerja juga sudah tersedia makanan yang enak dan lezat serta masih hangat. Rumah tempat tinggal mereka pun selalu bersih dan rapi. Ibu Runi menolak mempekerjakan asisten rumah tangga karena merasa dirinya mampu mengerjakan semuanya.
"Kalau aku membeli blouse untuk Ibu, seharusnya aku juga membeli sesuatu untuk Kavi juga. Bagaimana kalau Kavi marah karena aku tidak membelikannya sesuatu? Baiklah, kayaknya aku memang harus membelikan kemeja itu untuk Kavi," batin Sisil. Sisil pun kembali ke bagian laki-laki dan membeli kemeja yang tadi sudah membuatnya amat tertarik.
Setelah puas berbelanja, Sisil kembali ke kantor. Ia masuk ke dalam ruangannya dan mendapati sebuah kotak di atas meja. Sekretaris pribadi Sisil mengatakan kalau Kavi yang menaruhnya. Sisil membuka kotak tersebut, isinya adalah ayam bakar dan nasi. Perut Sisil berbunyi, ia singkirkan rasa gengsi dan memakan makanan pemberian Kavi sampai habis tak tersisa.
Tok ... tok ... tok!
"Permisi, Bu." Kavi masuk dan menatap Sisil yang kekenyangan setelah menghabiskan makanan pemberiannya.
"Ada apa?" Sisil menutupi rasa malunya.
"Maaf mengganggu waktu sebentar. Malam ini ... bisa kita mengundang Pak Avian untuk makan malam?"
****
eh jd papa Dio dan mama Ayu...itu yg punya bisnis Ayu Furniture itu?...olala...😂😂😂
Kavi menjadi pemuda yang luar biasa, Seruni berhasil mendidiknya.