Lima tahun menikah belum diberikan keturunan. Namun tak membuat kadar cinta Pria yang bernama Abian Rahardian itu berkurang pada istrinya.
Suatu hari Abi diminta oleh orangtuanya untuk datang, maka disela kesibukan ia menyempatkan diri untuk memenuhi permintaan orangtuanya. Sedikit penasaran, ada hal penting apa yang ingin mereka bicarakan.
"Tidak, Ma! Aku tidak bisa menduakan Diana, tolong Ma, jangan membuat hubungan aku dan Diana hancur. Kami bahagia, anak itu hanya masalah waktu saja, aku yakin suatu saat nanti Diana pasti bisa Hamil," ujar Pria itu meyakinkan sang Mama.
Tak mempunyai pilihan lain selain mengikuti kemauan kedua orangtuanya yang menginginkan kehadiran seorang cucu. Apalagi kondisi Mama yang sedang sakit membuat Abi tak bisa menolak.
"Dengar! Aku menikahimu bukan karena cinta, tapi karena Ibuku!" Abian Rahardian.
"Tenang saja, Tuan, Tujuan kita sama. Aku menerima tawaran ini juga karena Ibuku!" Sharena Husman.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Risnawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
Saat Al masih berusaha menenangkan Sha, terdengar suara pintu ruang ICU terbuka. Seketika Sha berdiri dan menghampiri dokter yang menangani sang ibu.
"Dok, bagaimana keadaan ibu saya?" tanya Sha tak sabar.
"Ibu anda masih kritis, jantungnya kembali bermasalah. Kita akan menunggu dua jam kedepan. Bila tak ada perubahan maka kami akan mengambil tindakan," jelas Dokter yang membuat Sha sangat syok.
Kaki wanita itu tetiba lemas, rasa nyeri menyerang di perutnya bagian bawah. Sha hampir terduduk, namun Abi segera menahannya dari belakang.
"Sha, kamu kenapa?" ujar Abi yang segera memapah wanita itu untuk kembali duduk.
"Perut saya sakit sekali, Pak," lirihnya menahan sakit.
"Benarkah?" Abi dan Al tampak panik.
"Langsung bawa ke poli kandungan, Pak," ucap Dokter jantung yang menangani Ibu.
Abi segera membopong tubuh Sha untuk menuju poli kandungan. Setibanya di sana Dokter segera memeriksa. Sha masih merintih menahan rasa sakit yang begitu mendera.
Serangkaian pemeriksaan, akhirnya Sha harus dirawat karena kandungannya sangat lemah, itu diakibatkan stress yang berlebihan.
"Ibu Sha harus segera dirawat. Kami akan menyuntikkan obat nyeri dan penguat kandungan. Ibu Sha harus benar-benar bed rest, karena kandungannya sangat lemah," jelas Dokter Obgyn.
"Lakukan yang terbaik untuk istri dan calon anak kami, Dok," ujar Abi tampak begitu cemas.
"Baiklah, kami akan segera mengambil tindakan."
***
Jam delapan malam Sha membuka matanya setelah begitu lama tidur, mungkin karena efek obat yang diberikan oleh Dokter. Ia ingin segera bangkit saat sosok sang Ibu melipir dibenaknya.
"Sha, apa yang ingin kamu lakukan? Keadaan kamu sangat lemah, Dokter bilang kamu tidak boleh turun dari ranjang. Apa yang kamu inginkan? Biar aku saja yang akan melakukan," ujar Abi sembari menahan tubuh wanita itu.
"Pak, Aldo mana?" tanya Sha yang ingin bertemu dengan sang adik untuk menanyakan keadaan ibu.
"Al sedang menemani ibu," jawab Abi sembari menaruh bantal di belakang Sha agar dia bisa duduk dengan nyaman.
"Ibu? Bagaimana keadaan ibu saya, Pak?" tanya Sha ingin tahu.
"Alhamdulillah ibu sudah sadar, dia sudah melewati masa kritis."
"Alhamdulillah ya Allah," seru gadis itu mengucap syukur dengan nafas lega.
"Sudah, kamu jangan banyak pikiran lagi ya, kamu harus tenang dan fokus dengan kesembuhan kamu," ucap Abi dengan suara lembut.
Sesaat Sha terpaku menatap netra Pria itu. Takut jika kebaikanya hanya sebagai fiktif belaka. Tatapan mereka bertemu, Sha seperti mencari kebohongan Dimata Abi, namun tak ia temukan. Apakah Pria itu benar-benar tulus?
"Kenapa kamu menatap aku seperti itu? Apakah ada yang aneh?" tanya Abi heran.
"Tentu saja," jawab Sha datar.
"Apa?"
"Kenapa Bapak tetiba bersikap baik seperti ini?"
"Apakah ada yang salah bila aku memberi perhatian pada istri dan ingin menjaga calon anakku?"
"Tentu saja tidak, tapi menurut saya ini adalah hal yang aneh dan langka," jawab Sha masih tak percaya.
"Sudahlah, aku sedang tak ingin berdebat denganmu. Jika selama ini aku salah, maka maafkan kesalahanku. Karena sejatinya wanita itu tak pernah salah," ujar Abi yang ujung kalimatnya sangat tidak mengenakkan.
Sha membulatkan matanya. Bagaimana mungkin dia mengatakan tak ingin berdebat, tetapi kalimatnya memancing huru hara. Sha menatap malas dengan raut wajah kesal.
"Loh, kok kamu wajahnya begitu? Sepet banget," ujar Abi acuh.
"Udah deh, Pak. Kalau tidak ikhlas bantuin saya, yaudah Bapak pergi sana," usir Sha yang kembali merebah dan memunggungi Pria itu.
"Ya Allah, kenapa sesulit ini memahami karakter wanita ini? Benar-benar membingungkan."
Abi bergumam dalam hati sembari menggelengkan kepalanya melihat tingkah ibu dari anaknya itu. Ia berusaha untuk memasok rasa sabar yang begitu banyak untuk menghadapi tingkah sang istri.
"Sha, jangan ngambek dong. Aku kan sudah minta maaf," cicit Pria itu di belakangnya.
"Nggak usah minta maaf bila tak ikhlas," jawab Sha masih memunggungi.
"Masya Allah, aku ikhlas lahir dan batin."
"Kalau ikhlas mana ada akhir kalimatnya begitu?" ujar Sha sembari memutar tubuh menghadap pada Abi.
"Emang kalimat aku yang mana yang salah?" tanya Abi tak paham.
"Terus, apa maksud Bapak mengatakan bahwa sejatinya wanita tak pernah salah? Bapak sengaja nyindir saya?" tanya Sha mengingatkan Pria itu.
"Hahaha... Jadi kamu tersinggung dengan ucapan aku yang itu? Ya, kamu merasa nggak?" tanya Abi dengan kekehannya.
"Nggaklah!" jawab Sha memalingkan wajahnya.
"Yaudah, kalau kamu tidak merasa jadi tidak perlu dipermasalahkan."
"Bagaimana tidak dipermasalahkan, kan Bapak sendiri yang bilang sejatinya wanita itu tak pernah salah, dan itu berarti untuk semua wanita, dan termasuk saya," ujar Sha tak ingin kalah.
"Baiklah, baiklah. Aku minta maaf untuk ucapan aku yang tadi. Oke, sekarang jangan ngambek lagi ya, ayo duduk, kamu harus makan." Abi kembali meraih tubuh wanita itu untuk mendudukkan kembali. Meskipun sedikit dapat perlawanan, namun Sha tak bisa menolak saat Abi menjadikan bayi yang ada dalam rahimnya sebagai alasan.
Sha kembali duduk dan bersandar. Abi hanya tersenyum melihat tingkah istrinya, ia segera meraih bubur yang ada diatas nakas, lalu menyuapinya.
"Saya bisa makan sendiri, Pak," ucap Sha ingin meraih sendok yang ada di tangan Abi.
"Apakah kamu bisa makan dengan tangan kiri?" tanya Abi ragu.
Seketika Sha melihat tangan kanannya yang terpasang jarum infus disana. "Kenapa tadi Bapak tidak meminta pada Dokter untuk memasangnya di tangan kiri saja?" protes wanita itu pada suaminya.
"Ah, baiklah aku minta maaf, tadi aku tidak kepikiran sampai kesana, karena aku begitu mencemaskan dirimu dan anak kita," jelas Abi. Wanita memang tak pernah salah, maka dari itu ia minta maaf agar hati istrinya itu sedikit lega.
Sha tak lagi menyahut, dengan terpaksa menerima suapan dari ayah anaknya itu. Abi terlihat senyum-senyum sendiri sembari menyuapinya.
"Kenapa Bapak senyum, apakah ada yang aneh?" tanya Sha curiga.
"Ah, tidak. Sama sekali tidak ada yang aneh." Ayo habiskan makanannya biar anak kita sehat," ucap Abi.
Sha menatap pria itu, masih tidak percaya melihat sikapnya yang berubah lembut Seketika. Apakah yang dilakukannya tak lepas bentuk perhatian pada anak yang ada dalam rahimnya?
Sementara itu diruang rawat pasien jantung, seorang wanita baya masih saja menangis.
"Bu, sudahlah, tolong jangan menangis lagi. Kak Sha baik-baik saja, ibu tidak perlu khawatir," ujar Aldo pada ibunya.
"Bagaimana ibu tidak khawatir, Al, bagaimana dengan masa depan kakakmu nanti? Mengapa mereka tega meminta hal itu pada kakakmu?" ucap ibu masih tak terima dengan permintaan keluarga Wibowo pada putrinya.
"Bu, Kak Sha sudah mengatakan bahwa mereka tidak pernah memaksa. Tapi kakaklah yang tak tega," ujar Al masih berusaha meluruskan.
"Tetap saja mereka salah. Mereka tahu bahwa Sha tidak akan mungkin menolak karena dia sudah merasa berhutang budi pada keluarga mereka," balas Ibu belum bisa menerima.
Bersambung....
NB. Untuk raeder yang merasa update aku sekarang lama, dan mengatakan bahwa novel aku tak ada yang tamat. mohon dibaca baik-baik pada setiap karya aku semuanya ya. Memang ada beberapa yang belum tamat. Tapi aku akan tetap menamatkan setiap novel-novel aku. Dan kenapa aku harus buat karya baru lagi, karena disanalah aku mendapatkan penghasilan meskipun tidak banyak. Dan untuk raeder yang hanya membaca tanpa mau memberi dukungan, apakah kalian kira aku tidak capek untuk menulis dan memikirkan ide yang harus aku tuangkan. Maka dari itu jika masih ingin membaca tolong Jangan pelit dukungan 🙏🙏
Maaf jika ada yang tersinggung dengan ucapan aku. Tapi itulah uneg-uneg penulis. Karena disini kami juga mencari rezeki jadi mohon partisipasinya 🙏😊
degil...?
pandai berbohong.
cuma belum menyadari...
memaafkan, terus sekarang di ulang lagi.
mana boleh pakek Wali Hakim?