Karena Fitnah Ibu Mertua ku, rumah tangga ku berantakan. Dia tega memfitnah dan menghadirkan orang ketiga di dalam rumah tangga ku.
Aku tak tahu, kenapa ibu mertua jadi kejam seperti ini, bahkan bukannya dia yang meminta agar aku dan Mas Doni segera menikah.
Ada apa ini?
Bagaimana nasib rumah tangga ku?
Siapa yang akan bertahan, aku atau ibu mertua ku?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meylani Putri Putti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Doni Yang berubah
Pukul sebelas siang Doni terbangun, kepalanya memang masih terasa pusing, tapi saat itu dia masih bisa bangkit.
"Sudah jam sebelas siang, gumam Doni. Astaghfirullah aku ada janji meeting hari ini."
Doni bergegas menuju kamar mandi setelah itu dia langsung ke kantornya.
Ketika hendak masuk ke ruangannya, Doni di cegat oleh sekretarisnya.
"Selamat siang pak Doni, anda dipanggil ke ruangan presiden direktur."
"Dipanggil ke ruangan presiden direktur?"
"Iya Pak."
"Lalu bagaimana dengan rapat bersama PT Mitra Anda?"
"Klien membatalkan kontrak kerja samanya, karena anda sudah membatalkan meeting tanpa konfirmasi sebelumnya kepada tuan Chang."
"Astaga, bisa gawat ini."
Doni buru-buru menghampiri ruang presiden direktur.
Kebetulan saat itu jam makan Siang dan pak William hendak keluar makan siang.
Pak William membelalakkan bola matanya.
"Doni! Darimana saja kamu?!"
"Maaf Pak. Saya sedang tidak enak badan karena itulah saya datang agak terlambat."
Pak William dan Doni berdiri di depan pintu ruangannya.
"Tidak enak badan, karena kamu habis mabuk kan semalam?"
Doni kaget mendengar ucapan dari bosnya itu.
"Kenapa Bapak bisa tahu?"
"Dari Kasim dan Norman, dia bilang kamu ajak dia ke bar dan kamu minum-minum keras di sana!"
Doni menunduk dengan wajah yang memerah karena malu.
"Saya tidak habis pikir dengan kamu Doni. Apa sebenarnya terjadi pada kamu. Akhir-akhir ini kinerja kamu sangat menurun terus terang saya kecewa!"
"Maaf Pak Ada begitu banyak masalah rumah tangga yang terjadi di keluarga saya. Apalagi saat ini Ibu saya tengah sakit."
"Saya tidak mau tahu itu, Saya butuh karyawan yang profesional dan tidak mencampuradukkan urusan pribadi dengan urusan pekerjaan."
"Kamu tahu kan karena kau tidak hadir di meeting bersama Mr Chang mereka membatalkan kerjasama dengan perusahaan kita. Dan itu sudah membuat perusahaan ini mengalami kerugian. Padahal ini kesempatan produk kita untuk bisa menembus pasar internasional."
Doni semakin menundukkan wajahnya.
"Maafkan saya apa Saya janji tidak akan mengulanginya lagi."
"Tidak bisa Doni. Kesalahanmu kali ini fatal, tapi saya masih mau berbaik hati dengan kamu dan memberi kamu kesempatan sekali lagi. Jika kamu tidak disiplin dan sering bolos maka kamu akan saya pecat tanpa ampun."
"Iya pak, saya berjanji tidak akan bolos kerja lagi."
"Bagus, kalau begitu kembali ke ruangan kamu Saya mau makan di luar."
Doni menatap punggung Pak William yang pergi meninggalkannya.
"Gawat, aku sudah tidak bisa bolos lagi dan minta izin."
Setelah dari ruangan Pak William Doni memutuskan untuk kembali ke ruangannya.
Baru beberapa langkah Dia mendapat telepon dari Viola.
"Halo," sapa Doni Pada sambungan teleponnya.
"Doni kamu di mana saja sih? Aku sedang dirawat di rumah sakit. Sebaiknya kamu segera kesini, karena ini sangat berbahaya bagi janin yang ku kandung." Suara Viola terdengar lirih meski penekanan
"Kamu kenapa tiba-tiba di rulawat di rumah sakit, bukannya tadi kamu baik-baik saja?" tanya Doni acuh tak acuh.
"Aku harus bedrest Doni, perutku mengalami kram karena benturan semalam sewaktu aku membawamu ke kamar. Cepatlah Doni aku mohon tak ada siapapun di sini, aku benar -benar sendiri. Perutku sakit sekali dan tidak ada yang membantuku di sini."
Maaf Viola, tapi aku tidak bisa, aku sudah diperingatkan bos untuk tak lagi bolos. Baru saja aku diceramahi oleh beliau.
"Tapi bagaimana dengan aku, siapa yang akan menjagaku. Aduh Doni perutku sakit sekali, aku tak diperbolehkan untuk bergerak," keluh Viola.
"Sabar sedikit Viola, sebentar lagi aku pulang bekerja dan menyusulmu ke rumah sakit."
"Sampai berapa lama Doni, aku sudah tak kuat menahan rasa sakitnya."
"Kau tahan saja, aku tak bisa ijin lagi! Atau kau mau aku di pecat?!" Doni langsung memutus teleponnya.
"Halo Doni! Ah sialan sambungan teleponnya terputus!"
***
Menjelang magrib, Doni baru tiba di rumah sakit.
Kreak… pintu ruangan perawatan di buka.
Tampak lah Viola dengan wajah kesalnya menatap Doni yang menghampirinya.
"Bagaimana keadaanmu?" tanya Doni enteng.
"Sakit!"
"Sudah minum obat?"
"Sudah. Ya sudah kalau begitu kau istirahat saja!" Doni kemudian mendaratkan bokongnya di atas kursi tunggu.
Viola membelalakkan bola matanya.
'Kau datang kesini hanya untuk menanyakan apa aku sakit?" tanya Viola dengan kesal.
"Trus aku harus apa?!" tanya Doni tak kalah kesal.
"Doni! Kenapa sih kau tak pernah peduli dengan keadaan ku? Aku tengah mengandung anak mu dan karena kamu mendorongku semalam ,aku jadi berisiko keguguran. Aku tak bisa bergerak, setiap bergerak selalu pendarahan."
"Trus aku harus apa Viola?! Aku sendiri mengalami banyak masalah seharian ini. Aku pusing dan sebaiknya kau jangan banyak mengeluh, jika kau tak sanggup menjalaninya, jangan pertahankan anak itu!"
Viola semakin membelalakkan bola matanya.
Sejak awal Doni memang tak menginginkan kehamilan Viola. Bahkan setelah mengetahui dirinya dan Sindy bukan lah saudara kandung, ia pun bermaksud untuk menceraikan Viola dan kembali membujuk Sindy.
Viola menangis dan baru kali ini wanita itu menangis karena sakit hati.
Viola yang belum makan apapun sejak tadi siang, terpaksa makan sendiri dan harus menahan sakit.
Setelah beberapa saat berada di ruangan itu, Doni bermaksud keluar dari ruang perawatan Viola.
"Doni mau kemana kamu?!" tanya Viola.
"Mau cari angin, sumpek di kamar terus!"
"Apa! Kamu baru saja datang Doni, sekarang mau pergi lagi? Aku butuh bantuan kamu Doni!"
Doni melihat ke arah Viola dan berlalu begitu saja. Entahlah dia semakin muak melihat Viola dan Bu Misye karena keduanya lah rumah tangga Doni dan Sindy hancur berantakan.
***
Sudah beberapa hari di rumah sakit, tapi keadaan Viola tak juga membaik. Bed rest pun dilanjutkan . Selama dirumah sakit, Viola hanya bisa menahan sakit hati atas perlakuan Doni yang acuh tak acuh.
Begitupun Bu Misye. Sejak kejadian itu Bu Misye tak lagi pernah bertemu dengan putranya. Karena Doni tak pernah lagi melihatnya di kamar.
Doni selalu menyibukkan diri dengan pekerjaan. Dan tak lagi menjadi sosok yang berbakti pada orang tuanya.
Bu Misye berada di kamarnya sedang meratapi nasibnya.
"Doni apa kamu sudah membenci mama sehingga kamu gak perduli lagi dengan nasib mama, hiks."
sungguh mantap sekali ✌️🌹🌹🌹
terus lah berkarya dan sehat selalu 😘😘
tahniah buat kehamilan mu Ainun
tahniah Ainun