Hanya karena bentuk fisik yang tak seindah wanita lain. Alice harus menelan pil pahit sebuah pengkhianatan suami.
"Ckkk." Gavin berdecak seraya terkekeh mengejek. "Apa kamu tak berkaca, Alice? Lihat tubuhmu itu, sudah seperti babi putih. Bulat tak ada lekukan. Ukuranmu yang besar itu sudah membuatku jijik. Jangankan untuk menyentuhmu, senjataku saja tak mau berdiri saat melihatmu mengenakan pakaian minim di kamar. Apa pun yang kamu kenakan untuk merayuku, tak mampu membuatku berhasrat padamu. Apa kau mengerti!"
Penghinaan serta pengkhianatan yang Gavin lakukan pada Alice meninggalkan luka yang begitu dalam, hingga membuat hati Alice membiru.
Mahkota yang seharusnya ia hadiahkan pada suaminya, justru menjadi malam petaka dan cinta satu malam yang Alice lakukan pada Bara, kakak iparnya sendiri.
Bagaimana malam petaka itu terjadi? Bagaimana Bara bisa menyentuh Alice saat suaminya saja jijik menyentuhnya? Lalu apa yang akan Alice lakukan untuk melanjutkan hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunga Peony, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35. Menuntut penjelasan.
Yonna memegang seatbelt yang melintang di tubuhnya dengan erat. Mobil melaju begitu kencang, entah ke mana Bara akan membawanya. Lelaki itu hanya diam dengan rahang yang mengetat, matanya memerah seperti api yang menyala-nyala.
“Stop! Apa kamu ingin kita berdua mati konyol. Hentikan mobil ini segera!” teriak Yonna begitu kencang, sama kencangnya dengan debur ombak pantai yang menghempas di ujung badan jalan.
Setelah dari bangunan yang belum siap tadi, Bara menyeret Yonna masuk ke dalam mobil, membawa wanita itu menyusuri pinggir pantai.
Bara melirik Yonna yang ketakutan sekilas, ia menambah kecepatan mobilnya hingga batas maksimum yang ia bisa. Hormon adrenalin terlepas dengan cepat ke dalam aliran darah Yonna, wanita itu menutup mata.
Kelenjar memproduksi banyak keringat di pelipis serta tangannya yang terasa dingin. Aliran darah pun ikut meninggkat ke otak, nafasnya ikut memburu akibat jantung yang bekerja begitu keras.
Mobil BMW E36 keluaran terbaru meluncur semakin kencang seakan sedang berada di lintasan drif. Bara mengeraskan stir sewaktu membelok untuk kembali meluncur. Jalanan berupa jalan aspal mulus membuat mobil itu melesat tanpa hambatan, Yonna terasa seperti terbang melayang.
Bara kembali membanting kemudi untuk mempertahankan laju luncuran, apa yang ia lakukan merupakan tindakan untuk menyeimbangkan laju mobil yang ia kemudi agar tidak keluar dari jalur yang membuat mereka mungkin saja akan terbang ke alam baka.
Mobil yang Bara kemudikan semakin mendekati tikungan, ia menekan kopling dan pindah gigi 2. Kemudian ia menekan gas sekitar 4000-5000 RPM. Saat Bara melepas kopling, terjadi putaran kuat pada ban serta bunyi gesekan pada lantai aspal karena saat itu mesin sedang berputar cepat.
Kekuatan besar yang mendadak ini membuat ban belakang berputar sangat cepat sampai kehilangan traksi dan bagian belakang mobil melintir. Asap putih pun mulai sedikit keluar dari balik kap mobil bagian depan.
Tubuh Yonna sedikit terhentak ke depan, karet seatbelt yang elastis menarik tubuhnya kembali hingga terhentak ke sandaran kursi .
Yonna terpaku sesaat sampai ujung ekornya memandang ke samping. Balik jendela, sepanjang mata memandang hanya ada laut biru yang membentang.
Untung saja jalanan yang sedari tadi mereka lalui sedikit sepi dengan lalu-lalang kendaraan lain, sebab mereka berada di ujung pantai yang jarang di lalui wisatawan karena ombak yang terlalu kencang dan tinggi, bahkan saat laut sedang pasang deru ombak itu bisa sampai menyapu jalan. Jika saja jalanan itu ramai, wanita itu tak tahu bagaimana akhir dari hidupnya saat ini.
Yonna menarik napas begitu panjang, setidaknya saat ini ia bisa sedikit lega karena nyawanya masih lengket di badan. Yonna menghunjamkan tatapan pada sepasang mata Bara yang kini juga menatapnya.
“Jika kau ingin mati, maka mati saja sendiri! Jangan ajak aku, aku masih memiliki anak dan keluarga yang mencintaiku. Dasar gila!” hardik wanita itu begitu kesal. Amarahnya kini sudah sampai ke ubu-ubun dan siap untuk di ledakkan.
“Bahkan sampai detik ini kamu tidak juga ada niat untuk menjelaskan padaku. Siapa anak itu!” balas Bara yang tak kalah membentak.
Intonasinya yang jauh lebih tinggi membuat Yonna tersentak lalu terdiam. Untuk pertama kalinya lelaki itu berbuat demikian padanya dan itu membuat hatinya sakit.
“Kenapa kamu tidak memberitahukan aku jika ia ada, Lima tahun Alice! Lima tahun aku tak menyadari kehadirannya, dan pantas saja kamu mati-matian kabur dariku hingga meminta bantuan orang lain untuk menyembunyikannya.” Bara menggusar rambutnya frustasi.
Rasa di hatinya bercampur aduk saat ini; bahagia, marah, kecewa hingga lelaki itu bingung bagaimana harus mengekspresikan rasa yang ada.
Haruskan ia tertawa bahagia atau menangis pilu. Bara tak menyangka jika apa yang mereka lakukan malam itu membuahkan seorang anak, bukan berarti ia tak suka. Walau anak itu hadir dari sebuah kecelakaan yang tak disengaja, tetap saja itu adalah anaknya. Dan ia bukanlah Ayah yang dengan kejamnya mengabaikan anaknya sendiri.
Yonna masih terdiam. Yonna menyadari setiap lelaki yang ada di sampingnya ini menyebutkan nama aslinya, itu berarti lelaki itu sedang marah besar padanya.
“Kenapa aku harus memberitahukannya padamu? Apa yang terjadi di antara kita hanyalah sebuah kesalahan satu malam. Lalu apa yang bisa aku harapkan dari itu, sebuah tanggung jawab?” Yonna mulai membuka suaranya. Ia tertawa lirih.
Mengingat masa lalu seakan mengoyak luka lama yang susah payah ia obati, walau bekasnya hingga saat ini masih saja terasa dengan jelas.
Bara menggeser pinggulnya, membuat posisinya menghadap wanita cantik dengan binar sendu penuh luka.
“ Tentu saja! Aku Papanya, aku berhak tahu tentangnya! Jika saat itu kamu memberitahukan padaku, aku pasti akan bertanggung jawab."
“Bertanggung jawab pada anakku dan membuat hidupku seperti boneka pajangan begitu maksudmu, seperti yang adikmu lakukan padaku. Kamu pikir aku mau masuk dalam lobang yang sama untuk kedua kalinya. Tidak akan! Aku sudah nyaman dengan hidupku kini, dengan apa yang aku jalani. Kamu lihat aku sekarang!” Yonna menggerakkan telapak tangannya untuk memperlihatkan dirinya yang baru.
“Aku bahagia, tak ada lagi yang menghina dan mengacuhkanku. Tak ada lagi wanita bodoh kesepian yang selalu menundukkan kepalanya, mengemis hanya untuk sebuah perhatian. Tetapi sekarang, aku bisa mendapatkan perhatian siapa pun yang aku inginkan!” lanjut Yonna dengan gaya sombongnya.
Di dalam hati wanita itu justru meringis, mengenang dirinya yang dulu begitu menyedihkan.
“Aku minta maaf atas apa yang di perbuat Gavin padamu serta apa yang terjadi di antara kita, tetapi setidaknya kamu memberikanku kesempatan! Aku tidak sekejam yang ada dalam pikiranmu. Apa kamu tidak berpikir jika dirimu terlalu egois! Kamu memisahkan seorang anak dengan Papanya,” ucap Bara tegas.
“Aku akan meminta maaf dengan putraku nanti, aku yakin suatu saat nanti putraku akan mengerti kenapa Mommynya mengambil keputusan ini.” Yonna menatap Bara datar.
“Lagi pula Noah sudah tidak menanyakan keberadaan daddynya lagi. Karena yang ia tahu Daddynya sudah tiada.”
Deg!
Dada Bara terasa nyeri mendengar perkataan wanita itu. Rahangnya kembali mengeras, kalimat terakhir yang Yonna ucapkan sungguh membuat emosinya semakin terpancing dan ingin meledak-ledak. Ia masih hidup tetapi wanita itu mengatakan jika dirinya sudah tiada.
“Aku yakin Noah pasti senang jika mengetahui jika daddynya masih hidup.” Dada Bara berdesir ketika ia menyebutkan nama putranya. Rasa ingin bertemu menyusup di kalbu.
Yonna memicingkan matanya. “Kamu berniat memberitahukannya?” kini senyum remeh pun terbit di bibirnya.
“Silakan beritahukan padanya jika kamu mau di anggap orang tak waras. Mana mungkin orang yang sudah meninggal bisa hidup kembali. Itu tidak akan mungkin terjadi, lagi pula Noah bukanlah anak yang mudah percaya pada orang asing. Kamu juga tidak akan hidup di sisi kami!” lanjut Yonna.
Perkataan Yonna yang menekan pada kata "asing" kembali menyakiti hatinya membuat Bara mengerang kesal, ia tak menyangka sekarang wanita di hadapannnya ini berlidah tajam.
“Noah putraku dan aku akan buktikan itu. Hanya ada dua pilihan untukmu, menikah denganku atau aku akan merebut hak asuhnya! Jangan lupa, bahwa aku seorang pengacara Alice!”
"Tidak! Aku tidak akan biarkan kamu merebutnya dariku, aku ibunya. Aku yang mengandung dan melahirkannya!"
"Kita lihat saja nanti siapa yang akan mendapatkan hak asuh itu. Kamu atau aku, jadi pikirkan baik-baik pilihan apa yang akan kamu ambil nantinya!" tekan Bara. Senyum tipis terbit di bibirnya, semakin menambah kejengkelan Yonna.
Yonna terdiam, apa yang ia takutkan akhirnya terjadi. Inilah alasannya kenapa ia menyembunyikan Noah dari Bara, Yonna tak ingin lelaki itu merebut putranya walau ia juga tak menyangka jika lelaki itu menawarkan pernikahan sebagai salah satu dari dua pilihan.
Haruskah ia menerima tawaran pernikahan untuk tetap bersama anaknya? Haruskah ia kembali masuk menjadi bagian keluarga itu, apalagi harus tinggal satu atap pada pasangan yang menorehkan luka dalam di hatinya?
Bukan ini yang Yonna inginkan, ia ingin membalas sakit hatinya pada Gavin, tetapi kenapa ia justru terjebak dalam dua pilihan yng sama-sama tak menguntungkan untuknya.