NovelToon NovelToon
MENGEJAR CINTA CEO TUA

MENGEJAR CINTA CEO TUA

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / CEO / Pengantin Pengganti / Nikah Kontrak / Beda Usia / Pelakor jahat
Popularitas:7.1k
Nilai: 5
Nama Author: akos

Kania, gadis yang hidupnya berubah seketika di hari pernikahannya.
Ayah dan ibu tirinya secara tiba-tiba membatalkan pernikahan yang telah lama direncanakan, menggantikan posisi Kania dengan adik tiri yang licik. Namun, penderitaan belum berhenti di situ. Herman, ayah kandungnya, terhasut oleh Leni—adik Elizabet, ibu tirinya—dan dengan tega mengusir Kania dari rumah.

Terlunta di jalanan, dihujani cobaan yang tak berkesudahan, Kania bertemu dengan seorang pria tua kaya raya yang dingin dan penuh luka karena pengkhianatan wanita di masa lalu.

Meski disakiti dan diperlakukan kejam, Kania tak menyerah. Dengan segala upaya, ia berjuang untuk mendapatkan hati pria itu—meski harus menanggung luka dan sakit hati berkali-kali.

Akankah Kania berhasil menembus dinding hati pria dingin itu? Atau akankah penderitaannya bertambah dalam?

Ikuti kisah penuh emosi, duka, dan romansa yang menguras air mata—hanya di Novel Toon.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon akos, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 18 . PERMAINAN KANIA

Usai berkemas, Kania melangkah keluar dari kamar dengan gerakan pelan. Tenaganya hampir habis, namun ia tetap memaksakan diri menuju ruang makan. Tuan Bram benar-benar telah menguras habis tubuh, perasaan, dan pikirannya.

Nyonya Marlin yang sudah ada di ruang makan bersama Bi Ana. Bukannya menunjukkan rasa iba terhadap kondisi Kania, keduanya justru tersenyum. Senyum itu makin jelas ketika pandangan mereka tertuju pada bekas merah dan gigitan kecil yang ada di leher Kania.

Keduanya percaya kalau semalam Tuan Bram sudah menjalankan tugasnya sebagai suami.

Kania menyapa Nyonya Marlin dan Bi Ana. Belum sempat ia duduk, wajahnya langsung merona mendengar candaan mereka. Kania hanya mampu membalas dengan senyum tipis, meski di dalam hati terselip rasa malu.

Acara makan pagi berlangsung khidmat, sesekali Nyonya Marlin tak henti menggoda Kania dengan candaannya. Hingga pada suatu saat, terlintas sebuah ide di benak perempuan tua itu, sebuah rencana tersusun rapi, agar hubungan antara Tuan Bram dan Kania bisa semakin dekat dan erat.

“Kania, Bram minta dibawakan makanan kesukaannya ke kantor. Katanya, hari ini ia sibuk dan tidak sempat keluar. Kalau pesan dari luar, rasanya sering kurang cocok. Jadi, bagaimana kalau siang ini kamu saja yang mengantarnya untuk suamimu? Kebetulan Ana sudah menyiapkannya.”

Nyonya Marlin melirik ke arah Bi Ana sambil mengedipkan mata, dan seketika Bi Ana membalasnya dengan sebuah anggukan pelan, seolah memahami maksud sang majikan.

Mau tak mau, Kania akhirnya mengiyakan. Usai sarapan, ia menuju kamar untuk berganti pakaian. Setelah merasa cukup rapi, Kania kembali ke ruang makan, di mana sebuah rantang sudah tersusun rapi di atas meja.

Nyonya Marlin sempat menyuruh Bi Ana memanggil sopir untuk mengantar Kania, namun dengan halus Kania menolak. Ia lebih memilih naik taksi seperti biasanya, tanpa harus merepotkan orang lain.

Kania mengambil rantang itu, lalu berpamitan kepada Nyonya Marlin dan Bi Ana sebelum berangkat. Tak lama, taksi melaju menuju perusahaan, yang juga merupakan kantor pusat MARLIN Group. Sepanjang perjalanan, Kania hanya terdiam sambil menatap keluar jendela. Hatinya dipenuhi keraguan apakah Tuan Bram akan menyambutnya dengan baik saat ia tiba nanti, atau justru sebaliknya.

Mobil berhenti di depan pintu utama. Pak supir berlari kecil mengitari mobil untuk membukakan pintu buat Kania.

Kania keluar dari mobil sambil mengucapkan terima kasih kepada pak sopir. Setelah membayar argo, ia pun bergegas masuk.

Saat Kania muncul, seorang satpam berlari kecil menghampirinya. Dengan penuh kecurigaan, ia menatap Kania dari ujung kepala hingga ujung kaki, terutama saat melihat rantang yang dibawanya. Satpam itu kemudian menanyakan maksud kedatangan Kania. Tanpa sedikit ragu, Kania menjawab tegas bahwa ia membawa makan siang untuk Tuan Bram.

Pak satpam dan beberapa karyawan yang kebetulan mendengar jawaban itu langsung tertawa.

MARLIN Grup bukanlah perusahaan biasa. Segala kebutuhan karyawan telah disiapkan, mulai dari saat mereka datang bekerja hingga kembali ke rumah. Karena itu, mustahil pemilik perusahaan sekelas tuan Bram mau makan dari rantang, apalagi semua jenis hidangan, baik lokal maupun internasional, sudah tersedia lengkap di sana.

Dengan nada sedikit kasar, pak satpam menyuruh Kania pergi. Ia tidak ingin kehadiran Kania mengganggu ketenangan karyawan apalagi mengacaukan jalannya bisnis perusahaan.

Kania tetap bersikeras tidak mau pergi, bahkan mengancam akan melaporkan satpam itu kepada Nyonya Marlin. Namun, pak satpam tetap kukuh ingin mengusirnya. Akhirnya, Kania mengeluarkan ponsel dan memperlihatkan foto dirinya bersama Nyonya Marlin. Baru setelah itu, satpam itu percaya dan mengizinkan Kania masuk.

Kania kembali melangkah, melanjutkan perjalanannya yang sempat tertunda. Dari saat ia memasuki ruangan hingga masuk ke dalam lift, tatapan orang-orang terus mengikuti setiap gerakannya. Namun, Kania tak memperdulikan semua itu. Baginya, yang paling penting hanyalah mengantarkan pesanan tuan Bram dan segera kembali pulang.

Lift membawa Kania ke lantai puncak, tempat di mana ruangan sekaligus kantor Tuan Bram berada, persis seperti yang dijelaskan Nyonya Marlin sebelum ia berangkat.

Begitu pintu lift terbuka, Kania keluar dan melangkah menuju ruangan terbesar di antara yang lain. Belum sempat mendekati pintu, seorang perempuan yang tampak seperti sekretaris sudah lebih dulu menghampirinya.

Dengan alasan yang sama, Kania menegaskan kembali bahwa ia datang atas perintah langsung Nyonya Marlin untuk mengantarkan makanan buat Tuan Bram.

Perempuan itu tetap bersikeras melarang Kania masuk ke ruangan tuan Bram, mengatakan bahwa ia bertindak atas perintah Nona Sindy.

Mendengar nama Sindy, emosi Kania langsung memuncak. Adu dorong antara keduanya pun tak terhindarkan, hingga akhirnya Kania berhasil menang dan meraih gagang pintu.

Dengan satu putaran, pintu terbuka, mata Kania disuguhi pemandangan yang tak seharusnya ia lihat. Sindy duduk di pangkuan tuan Bram, tangannya lentik menyentuh wajah pria tampan itu.

Sindy bukannya menghentikan tindakannya, malah semakin berani, seolah ingin mempertontonkan kemesraannya dengan Tuan Bram di depan Kania. Meski begitu, terlihat jelas bahwa Tuan Bram beberapa kali berusaha menghindar saat Sindy mencoba mencium bibirnya.

Kania tersenyum tipis sebelum melangkah masuk. Dari senyumnya, terlihat jelas bahwa ia sudah menyiapkan suatu rencana untuk menghadapi Sindy.

Kania meletakkan rantang di atas meja dan mulai membuka kaitnya satu per satu.

Mengambil piring, lalu mengisi setiap sisi dengan laut yang tersimpan di dalam rantang.

“Tuan, silakan makan. Aku datang kemari dengan segala upaya hanya untuk mengantarkan ini kepada Anda.”

Dengan hati-hati, Kania menyendok makanan dan menyuapkan ke mulut Tuan Bram. Namun, Tuan Bram justru memalingkan wajahnya, membuat Sindy tertawa geli.

Sindy turun dari pangkuan Tuan Bram dan melangkah mendekati Kania.

“Kamu lihat sendiri, kan? Kalau Bram menolak. Sekarang pulang saja, dan bawa makan murahanmu itu pergi,”

“Jangan senang dulu. Biarkan aku tunjukkan padamu bagaimana seharusnya seorang perempuan penggoda merayu mangsanya,”

Kania meletakan piring diatas meja.

lalu berjalan mengelilingi tuan Bram, jari jemarinya bermain di jas dan dasi pria itu. Tidak sampai di situ saja Kania mendekatkan bibirnya ke telinga tuan Bram, sepertinya sedang membisikan sesuatu ke telinga pria itu.

Mata tuan Bram melotot, tak percaya dengan apa yang barusan ia dengar.

Sindy menarik Kania, namun dengan cepat Kania menepis tangan perempuan itu. Kania mengambil kembali piringnya dan berjalan mendekati Tuan Bram.

Kania menyendok makanan di piring sekali lagi. Seketika, Sindy tertawa, ia yakin kalau Tuan Bram tidak akan memakan pemberian Kania.

Sindy tertipu, makanan itu bukan untuk tuan Bram tapi Kania makan sendiri mengunyah dalam mulutnya.

"Buka mulutmu."

Tanpa ragu tuan Bram membuka mulutnya, dengan cepat Kania menyuapi tuan Bram menggunakan bibirnya.

Mata Sindy terbelalak, jantungnya serasa mau copot menyaksikan apa yang terjadi di depan matanya. Ia bahkan menepuk pipinya sendiri, tak percaya kalau seorang tuan Bram takluk pada bocah kecil seperti Kania.

1
Trivenalaila
suka jln ceritanya, klu bisa dilanjutkan yaaa🙏🙏
Akos: akan lanjut terus KK sabar ya
total 1 replies
Ahn Mo Ne
apakah ini lagi hiatus.??
Akos: setiap hari update kk,
total 1 replies
Muna Junaidi
Hadir thor
Ayu Sasih
next ditunggu kelanjutannya kak ❤️❤️
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!