NovelToon NovelToon
Fitnah Kejam Mantan Suami

Fitnah Kejam Mantan Suami

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Janda / Konflik etika / Selingkuh / Keluarga / Romansa
Popularitas:19.5k
Nilai: 5
Nama Author: Muliana95

Mengangkat derajat seseorang, dan menjadikanya suami, tidak menjamin Bunga akan di hargai.
Rangga, suami dari Bunga, merupakan anak dari sopir, yang bekerja di rumah orang tua angkatnya.
Dan kini, setelah hubungan rumah tangga mereka memasuki tujuh tahun, Rangga memutuskan untuk menceraikan Bunga, dengan alasan rindu akan tangisan seorang anak.

Tak hanya itu, tepat satu bulan, perceraian itu terjadi. Bunga mulai di teror dengan fitnat-fitnah kejam di balik alasan kenapa dia di ceraikan ...
Bagi kalian yang penasaran, yuk, ikuti kisah Bunga dan Rangga ❤️

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tak Ada Maaf

Ruang tamu sore itu terasa panas, seolah dinginya udara ac tidak berpengaruh apapun pada mereka.

Rangga duduk di kursi panjang, tubuhnya sedikit condong ke depan. Tatapannya penuh kegelisahan, kedua tangannya saling menggenggam erat.

Di seberangnya, Arlan duduk tegak, wajahnya tegas tapi dingin. Di sisi Arlan, Bunga menunduk, wajahnya pucat namun sorot matanya keras.

Tak jauh dari mereka, Surya dan Kasmi duduk dengan raut cemas. Sementara Andrian dan Vivi, memperhatikan dengan tatapan waspada.

"Arlan," suara Rangga akhirnya pecah, berat dan bergetar. "Aku datang bukan buat cari pembenaran. Aku cuma mau minta satu hal. Tolong, cabut tuntutan itu. Ibu nggak bermaksud menyakiti siapa pun."

Arlan menghela napas pelan, lalu menatap Rangga dengan tajam. "Kau tahu dia mendorong istriku yang lagi hamil. Di tempat umum. Di depan banyak orang. Dan yang lebih parahnya lagi, dia ingin menyibak baju yang Bunga pakai," jelas Arlan.

Nada suaranya tegas, namun tertahan agar tak berubah jadi ledakan emosi.

Rangga menunduk. "Aku tahu ... Aku tahu itu salah besar. Tapi dia menyesal. Sejak kejadian itu, Ibu nggak tenang. Dia gelisah terus, nggak bisa tidur, nggak mau makan."

Ia menatap Arlan lagi, kali ini matanya memohon. "Aku nggak meminta kau melupakannya. Aku cuma minta, jangan biarkan dia masuk penjara di usianya sekarang,"

"Gelisah? Dia gelisah ketika tahu aku melaporkannya ke polisi. Dan sebelum dia itu, bahkan dia masih bisa ketawa dengan para tetangga lain," ujar Arlan, mengingat bagaimana dia datang untuk memberi peringatan pada Citra, selepas pulang dari kantor polisi.

Bunga mendongak perlahan. Suaranya pelan tapi tajam.

"Masih mau kau bilang dia nggak sengaja, Rangga?"

Rangga terdiam.

Bunga melanjutkan, "Aku jatuh waktu itu. Di lantai yang keras. Aku pikir aku kehilangan anakku."

Suara Bunga pecah, tapi tatapannya tetap tajam. "Kalau bukan karena Kiara, yang cepat nolongin aku, mungkin aku atau anakku sudah nggak di sini lagi." Bunga mengelus pelan perutnya.

Kasmi menunduk, matanya basah. "Bunga ... kami tahu Ibu salah. Tapi tolong, kasih dia kesempatan. Lagipula, bukan kah, kita pernah menjadi keluarga?"

Bunga menggeleng pelan, tanpa menatap Kasmi. "Aku nggak bisa. Luka ini belum hilang."

Ia menoleh ke arah Rangga, suaranya getir, "Kau tahu gimana rasanya hampir kehilangan anak yang belum sempat aku peluk? Aku nggak butuh maaf dari ibumu. Aku cuma butuh keadilan. Dan lagi, ini anak pertamaku, kehamilan yang aku tunggu-tunggu sejak dulu,"

Rangga terdiam. Kata-kata itu menamparnya lebih keras dari apa pun.

Namun di sela rasa bersalah itu, matanya tak bisa lepas dari sosok Bunga.

Perempuan yang dulu pernah ia abaikan, kini berdiri kuat, berani, dan jauh lebih cantik dari yang ia ingat.

Rambutnya tersisir rapi, wajahnya bersinar meski tanpa senyum. Ada ketenangan di sana. Bahkan ketegasan yang dulu tak pernah ia lihat.

Dan di dalam hati kecilnya, ada rasa yang ia benci. Yaitu, cemburu.

Surya akhirnya angkat bicara. "Nak Arlan, saya mohon sebagai orang tua. Citra khilaf, tapi dia bukan orang jahat. Kalau pun harus ada tanggung jawab, biar saya yang tanggung semuanya."

Andrian menjawab tenang, tapi tegas. "Pak Surya, ini bukan cuma soal uang atau maaf. Anak saya hampir kehilangan nyawanya, cucu saya hampir nggak lahir. Hukum itu harus ditegakkan."

Vivi, yang duduk di samping suaminya, menatap Rangga dengan iba namun tegas. "Nak Rangga ,,, mungkin ini pelajaran besar buat keluarga kalian. Kadang penyesalan memang datang terlambat."

Suasana semakin berat.

Rangga menunduk dalam, menatap lantai yang mulai basah oleh tetes air matanya sendiri.

Ia tahu harapannya kecil, tapi tetap berusaha bicara.

"Arlan ..."suaranya nyaris berbisik. "Aku nggak minta kau maafkan aku, atau ibuku. Tapi kalau ada sedikit belas kasihan di hatimu, tolong, jangan biarkan Ibu ku meringkuk di penjara."

Arlan menatapnya lama. Tak ada kata. Hanya napas berat yang terdengar.

Rangga menunduk lagi, namun kali ini bukan karena takut. Karena ia gak mau Bunga menatapnya. Menatapnya dengan air mata.

Air mata bukan untuk Citra, tapi untuk luka lama yang kini disesalinya.

Namun di antara rasa sesal dan cemburu itu, ia akhirnya sadar, bahwa yang paling menyakitkan bukan hanya kehilangan Bunga.

Tapi melihat Bunga, kini bisa berdiri tegak tanpa dirinya.

...****************...

Surya bangkit lebih dulu, menarik napas panjang, mencoba menjaga wibawa meski nada suaranya nyaris pecah.

"Terima kasih sudah mau mendengar kami, Pak Andrian, Bu Vivi, nak Bunga dan Arlan. Mungkin kami memang belum pantas diberi maaf hari ini." ujarnya bangkit dari sofa.

Andrian mengangguk kecil, wajahnya datar. "Kami juga tidak ingin memperpanjang masalah, Pak Surya. Tapi hukum tetap harus berjalan. Semoga nanti pengadilan bisa menilai dengan adil."

Kasmi menunduk, menyeka sudut matanya dengan cepat. Suaranya pelan, nyaris seperti bisikan, "Kami pamit, Pak, Bu ... Dan Bunga, sekali lagi, aku minta maaf, atas nama ibu,"

Rangga berdiri terakhir. Langkahnya terasa berat.

Sebelum benar-benar berbalik, ia sempat menatap Bunga, hanya sepersekian detik, tapi cukup membuat dadanya bergetar.

Perempuan itu tampak tenang di samping Arlan, bahkan dalam suasana sesulit ini. Wajahnya lebih dewasa, lebih kuat.

Ada sorot lembut di matanya, tapi bukan untuknya lagi.

Rangga menelan ludah. Ia ingin bicara, sekadar minta maaf secara pribadi, tapi bibirnya kelu. Yang keluar hanya satu kalimat lirih.

"Aku benar-benar minta maaf, Bunga," maaf yang mungkin baru menyadari kesalahannya ataupun kebodohannya dimasa lalu. "Dan juga, aku minta maaf, atas nama ibu," lanjutnya.

Bunga tak menjawab. Ia menunduk, menggenggam ujung bajunya. Lalu berkata datar, "Permintaan maaf itu seharusnya datang dari ibumu, bukan darimu."

Kalimat itu terasa seperti bilah tipis yang menembus dada Rangga. Ia menunduk dalam, lalu berbalik.

Surya menepuk pundaknya pelan, memberi isyarat untuk pergi.

Mereka berjalan keluar dalam diam.

Hanya suara sandal yang menyentuh lantai dan hembusan angin dari halaman depan yang terdengar.

Begitu sampai di teras, Surya berhenti sejenak.

"Mereka berhak tidak memaafkan ibumu nak. Karena disini, jelas-jelas ibumu yang salah." ujar Surya menepuk pelan bahu Rangga. "Tapi, setidaknya kita sudah berusaha," sambungnya lagi.

Rangga hanya mengangguk, tanpa menatap ayahnya. Matanya justru menoleh ke jendela ruang tamu. Dari sana ia masih bisa melihat siluet Bunga yang duduk di dalam, membenarkan posisi tangannya di atas perut yang membuncit.

Ia tersenyum samar, tapi pahit.

Dulu, ia bermimpi bisa melihat pemandangan itu bersamanya. Kini, mimpi itu sudah jadi milik orang lain.

Kasmi menatap adiknya lirih, "Ngga, ayo. Jangan lihat ke belakang terus."

Rangga menarik napas dalam, lalu melangkah ke mobil. "Iya, Kak."

Mobil itu melaju perlahan keluar dari halaman rumah Andrian.

Dari kaca spion, Rangga masih sempat melihat sosok Arlan berdiri di depan pintu, memandangi mereka pergi.

Tak ada kata perpisahan, tak ada jabat tangan, hanya jarak yang semakin melebar di antara dua keluarga yang dulunya pernah saling mengenal.

Dalam diam perjalanan pulang, Surya memejamkan mata. Kasmi menatap keluar jendela sambil sesekali mengusap air mata.

Rangga menggenggam kemudi erat-erat, berusaha menahan perasaan yang menumpuk di dadanya.

Antara kecewa karena gagal menyelamatkan ibunya,

dan hancur karena menyadari, perempuan yang dulu ia lepaskan kini benar-benar tak menoleh lagi, bahkan ketika ia datang membawa luka dan penyesalan.

1
sjulerjn29
beneran udah berubah kah rangga atau masih ada maksud tertentu?
sjulerjn29
ah elah kenapa dimanjain sih bunga beliin aja mobil mobilan..
Nuri_cha
hey, dia foya-foya juga pake duit sendiri. bukan pake duit anakmu
Nuri_cha
tuh kaaan... apa yg kita dengar secara berulang lama2 akan menjadi keyakinan. apalagi ucapan toxic begitu.
Nuri_cha
bener2 ikh si Rangga nih.. Hobinya nyalahin org. diminta periksa, dia gak berani
Afriyeni Official
mana cukup 1 milyar kalau di bagi sekampung 🤧
Afriyeni Official
ini mah satu kampung di bawa🤣
Drezzlle
telat sehari Mak mu ngelebihi rentenir /Facepalm/
Drezzlle
betul, harus lebih hati2 dan waspada. Harusnya sih nggak boleh pinta dulu
Drezzlle: pij
nggak boleh di pijat2 dulu
total 1 replies
Drezzlle
seharusnya orang kaya seperti bunga, ke salon aja tuh bisa tiap hari. Duit ada semua juga ada
Avalee
Kan kaaaan. Liat ini bung, saingan lu kucing birahi ternyata 🗿
Avalee
Cuma deni ama bpknya yg waras 🥹
Avalee
Julia? Tau cabe gak? Ini gw cabein mulut lu yak? ngomong ga pake otak ya gini nih
Zenun
Untung Bunga gak ikut
Zenun
Selamat ya bunga, atas kelahiran sang buah hati😁
Zenun
bagus juga ajaran Yuyun
Shin Himawari
fitnah banget ini orang astaga
Shin Himawari
idihhh ganteng juga engga pede beud luuu rangga
Shin Himawari
urusan apa ya nanya nanya cuiiih
Oksy_K
iri dengki, saat melihat saudara sendiri lebih baik. tpi mereka jg gak lihat dibaliknya sekarang bunga sedang mempertahankan hsrga dirinya🤧
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!