NovelToon NovelToon
Istri Pengganti untuk Om Penyelamat

Istri Pengganti untuk Om Penyelamat

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Pengantin Pengganti / Crazy Rich/Konglomerat / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu / Dark Romance
Popularitas:4.1k
Nilai: 5
Nama Author: Ladies_kocak

(Tidak disarankan untuk bocil)

Seharusnya, besok adalah hari bahagianya. Namun, Alfred Dario Garfield harus menelan pil pahit saat sang kekasih kabur, mengungkap rahasia kelam di balik wajahnya—luka mengerikan yang selama ini disembunyikan di balik krim.

Demi menyelamatkan harga diri, Alfred dihadapkan pada pilihan tak terduga: menikahi Michelle, sepupu sang mantan yang masih duduk di bangku SMA. Siapa sangka, Michelle adalah gadis kecil yang dua tahun lalu pernah diselamatkan Alfred dari bahaya.

Kini, takdir mempertemukan mereka kembali, bukan sebagai penyelamat dan yang diselamatkan, melainkan sebagai suami dan istri dalam pernikahan pengganti.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ladies_kocak, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Michelle kerabat istri pamanmu

Alfred berdiri di depan cermin, hanya dibalut handuk yang melingkar di pinggangnya. Tubuhnya masih basah, butiran air menetes pelan dari bahu hingga punggung.

Matanya menatap tajam pantulan dirinya sendiri, menelusuri setiap bekas luka sayatan yang menggores kulit tubuhnya. Ada satu yang paling mencolok, membentang di wajahnya, selama ini selalu ia tutupi dengan krim tebal.

Luka itu saksi bisu penghianatan yang pernah membuat Elena meninggalkannya di hari pernikahan mereka. Amarah membara dalam dadanya setiap kali ingatan itu muncul. Namun kini, senyum miring berwujud seringai mengembang di bibirnya.

“Aku memang diciptakan dari iblis,” gumamnya lirih, “karena orang di sekitarku juga tak ubahnya iblis.”

Ingatan semalam kembali menyeruak, wajah istrinya yang menangis setelah dimarahinya. Tapi setelah badai amarah reda, ia menurunkan rasa ego, memasuki kamar Elena untuk meminta maaf, mengikuti saran Jolina.

Namun istrinya sudah tertidur lelap di pangkuan Roslina, matanya bengkak seakan tangisannya tak berhenti.

Jari-jarinya mencengkeram keras kedua sisi wastafel, napasnya memburu, mata yang gelap penuh amarah dan kecewa bercampur jadi satu.

Langkahnya berat saat meninggalkan kamar kamar mandi. Dengan suara serak, ia memanggil Vino melalui telepon. "Vino, ada tugas untukmu," katanya dingin.

"Siap, Tuan. Ada yang bisa saya bantu?" sahut Vino dengan nada hormat.

"Kosongkan kamar Elena. Apapun yang berhubungan dengannya, buang semuanya tanpa kecuali," perintah Alfred singkat, seolah ingin menghapus segala kenangan yang membuatnya kecewa.

"Saya akan lakukan, Tuan," jawab Vino patuh, dan segera Alfred menutup telepon. Dia mulai mengenakan pakaian kantor dengan gerakan mekanis, menata diri. Sebelum ke kantor, ada satu tempat yang harus dia datangi—sekolah istrinya, sebagai wali.

Dengan wajah beku dan tangan dalam saku celana, Alfred melangkah keluar kamar menuju lift.

Di belakangnya berdiri seorang pria paruh baya, wajahnya nyaris serupa dengan asistennya—dingin dan kejam. Baru saja ia kembali dari Rusia, menyelesaikan tugas rahasia yang diberikan Alfred. Dia adalah Mario, suami Roslina. Keduanya sejak lama dipercaya rumah utama di Rusia. Meski begitu, mereka kini diperintah untuk tinggal di rumah Alfred, karena kedekatan masa lalu mereka dengan sang tuan muda.

"Besok lusa, acara tahunan kematian ibu Anda akan digelar. Tuan Besar memerintahkan Anda untuk membawa pulang Nona Muda," ujar Mario di belakang Alfred dengan nada datar. "Dia juga ingin menyambut cucu menantunya secara langsung."

Alfred mengangkat sebelah alis, tatapannya menusuk kepala pengawal itu. "Apa tadi kau bilang? Kakek memerintahkan aku membawa pulang… istri ku?"

Mario mengangguk pelan, "Bukan sekadar permintaan, Tuan Muda. Ini harapan tegas dari Tuan Besar."

"Apa lagi rencana pria tua itu? Selalu saja ada sesuatu yang menyebalkan."

Mario tersenyum tipis, "Anda terlalu meremehkan Tuan Besar, Tuan Muda. Jangan pernah lupa, kekuatan dan ambisinya jauh lebih besar daripada yang Anda bayangkan."

“Kau benar, Pak. Akhir-akhir ini aku terlalu santai, tanpa sadar pria tua itu merencanakan sesuatu.” Alfred melangkah keluar lift dengan langkah berat, diikuti oleh Mario yang hanya membalas senyum tipis.

Namun langkah Alfred berhenti seketika ketika matanya menangkap sosok istrinya yang duduk diam di meja makan. Wajah Michelle tertunduk.

Pelayan-pelayan yang berdiri di sekeliling meja langsung menunduk hormat begitu menyadari kehadiran tuan mereka. “Selamat pagi, Tuan Muda,” sapaan mereka serempak.

Michelle mendengar itu segera berdiri, menyambut suaminya. Namun kepala itu tetap tertunduk, tak berani menatap Alfred setelah apa yang terjadi semalam.

Alfred hanya berdehem sebagai jawaban, lalu duduk di kursinya, matanya terus melirik pada istrinya. Seragam sekolah yang melekat di tubuh Michelle serta mata yang sembab, merah dan bengkak meskipun berbalut make-up.

Hening memekakkan telinga melingkupi ruangan saat mereka makan dalam diam. Satu-satunya suara yang terdengar hanyalah dentingan sendok menari di atas piring.

Alfred sengaja mengunyah makanannya perlahan, matanya tak lepas dari piring istrinya. Begitu piring Michelle kosong, ia berdiri tanpa sepatah kata.

"Cepat, kita ke sekolah," perintah Alfred dingin, langkahnya sudah meninggalkan ruang makan tanpa menoleh sedikit pun.

Michelle menatapnya, berkedip berkali-kali, seolah ingin memastikan dirinya tak bermimpi. Suaminya—yang tadi malam memarahinya—masih mau pergi ke sekolah. Senyum tipis muncul di bibirnya.

"Bu, saya berangkat dulu," pamit Michelle kepada Roslina dengan suara lembut.

Wanita itu hanya mengangguk. "Selamat belajar, nona. Cepat pulang, kita janji buat kue," ujar Roslina dengan senyum hangat. Michelle membalasnya dengan anggukan pelan, segera melangkah pergi.

"Tuan muda benar-benar mulai mengekspresikan diri seperti sebelum Nyonya pergi," ucap Roslina lirih, wajahnya penuh simpati.

Mario, yang berdiri di samping, menambahkan, "Tapi dia masih belum mampu mengendalikan emosinya."

**

Michelle melangkah mantap menuju mobil suaminya. Di sana, Vino berdiri setia, membuka pintu dengan sikap penuh hormat.

Michelle mengangguk pelan kepada Vino. Begitu duduk di sebelah suaminya, tubuhnya seketika kaku. Matanya tak berani menatapnya, sementara jari-jarinya meremas tanpa sadar, berusaha menenangkan kegelisahan di dadanya.

“A… om,” suaranya nyaris berbisik, kecil dan bergetar.

Alfred tetap menatap lurus ke depan, wajahnya dingin tanpa ekspresi.

“Aku... aku tidak melahirkan sebelumnya. Aku punya...” Kata Michelle terhenti saat tiba-tiba sebuah telunjuk menyentuh bibirnya, membungkam ucapannya.

Mata Michelle terbelalak, berkedip cepat, merasakan perintah yang tak perlu dijelaskan.

“Tidak perlu kau jelaskan lagi. Aku sudah tahu. Dan ke depan, jangan ada yang kau sembunyikan dariku, kau adalah istriku,” suara Alfred datar.

Michelle mengangguk, dada yang semula gugup mulai mereda. Ia menunduk, sebuah senyum kecil terbit di bibirnya, melepas beban.

Senyum tipis itu membuat Alfred menoleh sebentar, membalas dengan senyum kecil yang sama.

Keheningan pun tercipta di antara mereka, hingga mobil akhirnya berhenti di depan sekolah Michelle. Memandang riuhnya anak-anak yang sudah berkumpul, hati Michelle gelisah karena ia akan turun bersama Alfred dari mobil dan mungkin itu akan menarik perhatian.

Benar saja! 

Saat pasangan suami-istri itu keluar dari mobil, semua mata seketika tertuju pada mereka. Michelle meremas erat jari-jarinya, jantungnya berdegup kencang—untuk pertama kalinya, ia tak kuasa berjalan tegap.

Michelle terus mengikuti langkah suaminya memasuki gedung sekolah tanpa peduli bisik-bisik mereka.

Di ujung koridor, Ethan dan Ellery berdiri terpaku. "Babe, bukankah itu pamanmu?" tanya Ellery sambil menunjuk pada Alfred yang ikut bersama Michelle saat mereka masuk ke lift. Ethan hanya mampu mengerutkan alisnya.

"Sebenarnya, apa hubungan pamanmu dengan Michelle?" tanya Ellery dengan suara rendah, penuh keheranan.

Ethan menghela napas berat, "Entahlah. Aku juga penasaran hubungan gadis itu dengan paman Rio."

Ellery menatap tajam, menerka. "Mungkinkah Michelle menikah dengan pamanmu?"

Ethan mengangkat sebelah alisnya, matanya menyipit ragu. “Tapi tidak mungkin, Paman Rio punya kekasih seorang wanita dewasa,” katanya pelan. “Mungkin saja Michelle itu kerabat istri paman.”

Ellery menatap tajam, lalu bertanya, “Kau tidak datang ke pernikahan pamanmu waktu itu?”

Ethan menggeleng pelan. “Kakek buyutku melarang semua anggota keluarga datang... karena mereka tidak merestui hubungan mereka berdua,”

Ellery mengangguk pelan, mengerti. “Iya, kemungkinan besar Michelle kerabat istri pamanmu.”

1
partini
lanjut thor 👍👍👍👍
partini
hemmm moga pergi biar kamu kelabakan
Mericy Setyaningrum
alfred riedel kaya pelatih Timnas dulu ehhe
ladies_kocak: oh ya? baru tahu 😁😁
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!