Lady Seraphine Valmont adalah gadis paling mempesona di Kekaisaran, tapi di kehidupan pertamanya, kecantikannya justru menjadi kutukan. Ia dijodohkan dengan Pangeran Pertama, hanya untuk dikhianati oleh orang terdekatnya, dituduh berkhianat pada Kekaisaran, keluarganya dihancurkan sampai ke akar, dan ia dieksekusi di hadapan seluruh rakyat.
Namun, ketika membuka mata, ia terbangun ke 5 tahun sebelum kematiannya, tepat sehari sebelum pesta debutnya sebagai bangsawan akan digelar. Saat dirinya diberikan kesempatan hidup kembali oleh Tuhan, mampukah Seraphine mengubah masa depannya yang kelam?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Celestyola, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hampir Melayang
...**✿❀♛❀✿**...
Suasana makan malam di kediaman Valmont awalnya begitu tenang. Lilin-lilin kristal berkilau lembut, sendok perak beradu dengan piring porselen, dan tawa Aurelia yang manis memenuhi aula makan.
Gadis itu tampak cantik dengan pita biru di rambutnya, seakan menjadi cahaya kecil di tengah masa berkabung yang menyelimuti seluruh Kekaisaran.
Namun, tawa itu seketika membeku. Baru tiga suap makanan masuk ke mulutnya, Aurelia tiba-tiba terbatuk hebat. Wajahnya memucat, lalu tubuhnya gemetar seolah disengat dingin yang tajam. Seketika sendok terlepas dari tangannya dan menghantam lantai.
“Aurelia!” Louis berteriak, mendekap adiknya yang nyaris roboh dari kursi.
Tubuh kecil itu menggeliat, napasnya terengah-engah, bibirnya pun berubah kebiruan. Seisi ruang makan berubah kacau.
Tabib pun dipanggil, namun sayangnya tubuh gadis kecil itu seolah menolak semua herbal yang diberikan oleh tabib.
Aurelia Valmont, putri bungsu keluarga itu terbaring lemas di atas ranjang. Tubuhnya lemah dengan wajah pucat pasi, bibir gadis mungil itu membiru, napasnya tersengal, dan keringat dingin terus membasahi pelipisnya.
“Cepat! Panggil tabib lagi! Nona semakin dingin!” teriak Bella —pelayan pribadi Aurelia dengan suaranya yang bergetar karena panik.
Dua tabib yang sudah ada di kamar saling pandang, wajah mereka tegang. Salah satu kembali mencoba memberikan ramuan hangat ke mulut Aurelia, tapi cairan itu segera dimuntahkannya.
“Tidak bisa, tubuhnya menolak segalanya,” gumam tabib tua itu, menatap lesu.
“Racun ini terlalu kuat, Tuan Marquis.”
Marquis Valmont berdiri kaku di sisi ranjang. Matanya merah, tetapi ia tak mengeluarkan air mata. Ia pernah kehilangan istrinya bertahun-tahun lalu, kini melihat putri bungsunya hampir meregang nyawa, rasa tak berdaya itu kembali menghantam dadanya.
Sementara semua orang kebingungan, seorang pelayan yang masih muda memberanikan diri keluar rumah, berlari menembus hujan menuju istana.
Hanya satu nama terlintas di kepalanya, Nona Seraphine.
Di sayap istana, di kediaman pangeran kedua, Seraphine duduk dengan tenang di ruang tamu kecil, mendampingi Frederick, sang Pangeran Kedua. Sejak Kaisar meninggal, ia nyaris tak pernah meninggalkan sisi tunangannya itu. Adat menuntut ia hadir mendampingi, sampai masa berkabung selesai.
Frederick duduk di kursi tinggi, bahunya tegak, wajahnya dingin seperti patung. Api lilin memantul di matanya yang tajam, tak memberi ruang bagi siapa pun untuk menebak apa yang ia pikirkan.
“Yang Mulia,” suara Seraphine lembut, mencoba memecah keheningan, “sudahkah Anda makan sesuatu? Malam semakin larut—”
Ketukan pintu mendadak memutus kata-katanya. Seorang pelayan basah kuyup masuk, terengah-engah, wajahnya pucat ketakutan.
“Nona Seraphine…!” serunya, suaranya pecah.
Seraphine mengernyit heran menatap presensi pelayan pribadinya yang ia perintahkan tetap tinggal di kediaman Valmont, karena ia hanya membawa Gloria bersamanya.
"Mirna? Ada apa? kenapa kau basah kuyup begini?" tanyanya beruntun, sebab entah mengapa semenjak melihat Mirna datang dengan keadaan seperti itu, seketika ia merasakan firasat buruk.
“Nona Seraphine, Nona Aurelia keracunan!”
Darah Seraphine seakan berhenti mengalir. Tubuhnya membeku, matanya pun melebar. “Apa yang kau katakan?”
“Tubuhnya membiru, ia hampir tak bernapas! Tabib-tabib tak mampu menolongnya, No-na Aurelia… jika tidak segera—”
Pelayan itu tak sempat melanjutkan. Seraphine sudah bangkit, gaunnya berdesir. “Siapkan kereta, sekarang!”
Frederick yang sedari tadi diam mengamati, bangkit perlahan. “Aku ikut.”
Nada suaranya tegas, tak memberi ruang bantahan.
Kereta kuda melaju kencang menembus hujan deras. Suara derap kaki kuda berpacu dengan detak jantung Seraphine. Ia duduk di seberang Frederick, tangannya gemetar di pangkuan.
“Bagaimana bisa… bagaimana bisa Aurelia keracunan?” gumamnya lirih, nyaris berbicara pada dirinya sendiri.
Frederick menatap ke luar jendela, wajahnya memasang ekspresi rumit. “Pertanyaan yang sama sedang berputar di kepalaku, Sera.”
Hanya itu yang ia katakan. Namun, bagi Seraphine, kata-kata itu cukup untuk menambah beban pikiran. Jika ini memang racun, berarti seseorang berusaha membunuh adiknya!
Kediaman Valmont sudah dipenuhi teriakan dan langkah tergesa ketika mereka tiba. Pelayan-pelayan menyambut dengan wajah cemas, lalu segera mengantar mereka ke kamar Aurelia.
Pemandangan di dalam kamar membuat Seraphine hampir tak mampu berdiri. Aurelia, adiknya yang manis, kini tampak rapuh. Tubuhnya mengejang sesekali, napasnya terputus-putus, dan matanya setengah terbuka tak fokus.
“Aurelia.” suara Seraphine pecah.
Louis segera mendekat, ia berdiri menyambut kedatangan sang adik dan Pangeran kedua. Frederick hanya mengangguk, lalu berkata bahwa pria itu tak perlu terlalu formal padanya.
Marquis Valmont menoleh, suaranya serak. “Seraphine … kau datang…,” ucapnya dengan lemah.
Ia tampak seperti pria yang kehilangan seluruh kekuatannya. Rambutnya berantakan, pakaiannya kusut, matanya kosong. “Tabib-tabib tak berdaya. Mereka bilang racun ini… tak ada obatnya.”
Seraphine menggigit bibir hingga nyaris berdarah. Ingatannya melayang pada sebuah kotak kayu kecil di kamarnya. Kotak peninggalan ibunya—catatan-catatan alkemis yang dulu sering ia baca diam-diam, dan dari catatan itu ia berhasil menyelamatkan Kael Herbert sang tangan kanan kaisar yang keracunan di pesta debutantenya.
“Aku akan pergi ke kamar sebentar, Ayah,” katanya mantap.
Kotak itu tersimpan di dalam laci tersembunyi. Seraphine segera membukanya, menyingkap lembaran-lembaran tua yang penuh coretan tinta. Tulisan tangan ibunya tampak masih jelas, catatan itu berisi daftar racun, ramuan, dan penawarnya.
Tangannya bergetar saat membalik halaman. Air matanya hampir jatuh, namun ia paksa dirinya tetap fokus.
Frederick berdiri di dekat pintu, mengawasi tanpa berkata-kata. Ia melihat betapa Seraphine berusaha menahan panik, matanya menyapu setiap catatan dengan kecepatan luar biasa.
“Aku menemukannya,” bisik Seraphine akhirnya.
“Gejalanya sama, bibir membiru, tubuh dingin, muntah berulang, ini racun Nightshade Extract.”
Ia menoleh pada Frederick, matanya berkilat.
“Penawarnya… sudah ketemu. Tapi harus segera dibuat secepatnya sebelum terlambat.”
Frederick mengangguk sekali. “Bahan apa yang kau butuhkan?”
Seraphine menyebutkan beberapa bahan sembari bergegas menuju dapur kediaman. Segera setelah ia mengucapkan bahan-bahan yang dibutuhkan, pelayan-pelayan pun berlarian mencari. Untungnya, sebagian besar ada di dapur dan gudang herbal kediaman.
Ia menyalakan api kecil, menumbuk, mencampur, dan mendidihkan ramuan herbal itu. Aroma tajam memenuhi ruangan. Frederick yang mengikuti sampai ke dapur tetap berdiri di tempatnya, memperhatikan setiap gerakan tangannya.
“Ini pertama kalinya aku benar-benar menggunakannya,” Seraphine berbisik, suaranya serak.
“Meski ada petunjuk pembuatannya dari catatan Ibu… aku tak tahu apakah aku cukup mampu,” gumamnya pada diri sendiri.
Frederick menatapnya lamat. “Sera, Kau harus yakin, jika kau ragu, adikmu dalam bahaya,” ucapnya berusaha membuat gadis itu kuat.
Ucapan itu memberikan dorongan keyakinan pada diri Seraphine, membuatnya semakin teguh. Ia menyelesaikan ramuan, menunggu cairan hijau pekat itu mendidih.
Setelah mendidih, segera ia bawa ke kamar Aurelia. Seraphine duduk di sisi ranjang, dengan hati-hati ia menuangkan ramuan ke mulut adiknya, menahan kepalanya agar gadis kecil itu tak tersedak.
“Ayo, Aurelia. Minum ini… Kakak mohon bertahanlah…” bisiknya, suaranya gemetar namun penuh kasih.
Beberapa tetes pertama membuat Aurelia batuk lemah. Semua orang menahan napas. Seraphine terus memberinya sedikit demi sedikit, hingga akhirnya cairan itu masuk.
Menit-menit berikutnya berjalan lambat bagi semua orang.
Tiba-tiba, Aurelia tersedak lebih keras, lalu menghirup napas panjang. Warna di wajahnya perlahan kembali, meski masih pucat. Bibirnya tak lagi biru. Tubuhnya pun berhenti mengejang.
“No-nona bernapas dengan lebih baik…” seru salah satu tabib, matanya terbelalak.
Seraphine terisak, ia menunduk dan mencium dahi adiknya. “Syukurlah Aurel... syukurlah...”
Frederick hanya berdiri di belakang, wajahnya turut menampilkan raut lega. Namun, dibalik itu matanya berkilat samar, segala macam kemungkinan ia coba hubungkan.
Marquis Valmont mendekat, suaranya parau. “Seraphine… kau menyelamatkannya. Tanpa kau, aku… aku akan kehilangan satu lagi…”
Ia terhenti, bahunya bergetar, tapi air mata tak jatuh. Seorang Marquis tidak boleh menangis di depan banyak orang.
Malam itu, Aurelia akhirnya tertidur dengan napas lebih teratur. Tabib berjaga di samping ranjang, sementara pelayan membersihkan kamar dari aroma racun dan ramuan.
Seraphine duduk lemah di kursi, tangannya masih bergetar. Kotak catatan ibunya tergeletak di pangkuan, seakan ibu mereka ikut hadir menolong dari balik dunia lain.
Frederick mendekat, menunduk sedikit. “Kau lebih dari sekadar putri bangsawan biasa, Sera.”
Seraphine menoleh, matanya sembab. “Saya hanya… tidak ingin kehilangan Aurelia.”
Frederick menatapnya lama. “Ya, Aku paham, Kau pasti begitu terguncang hari ini. Maaf karena aku tak bisa membantu banyak," gumamnya sembari menunduk.
"Tak apa, Yang Mulia. Saya cukup terbantu dengan kehadiran Anda di sini," sahut Seraphine sembari memasang senyum kecil.
"Saya hanya berpikir, kira-kira ini ulah siapa?" tanya Seraphine kemudian.
Kata-kata itu menggantung di udara, meninggalkan tanda tanya besar. Siapa yang berani menaruh racun pada Aurelia, di tengah masa berkabung Kaisar?
Malam hujan itu berakhir dengan satu nyawa berhasil terselamatkan.
Namun, tiada yang tahu bahwa semua itu hanyalah awal dari sekian banyak kengerian yang akan timbul ke permukaan.
...**✿❀♛❀✿**...
...TBC...
bikin dadas dikit thur creakter ceweknya biar semangat bacanya
ya sampah
bisa buat sedikit badas biar semangat bacanya😂😅