NovelToon NovelToon
Immortality Through Suffering

Immortality Through Suffering

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Spiritual / Balas Dendam / Mengubah Takdir / Budidaya dan Peningkatan
Popularitas:6.7k
Nilai: 5
Nama Author: YUKARO

Di desa terpencil yang bahkan tidak tercatat di peta, Xu Hao lahir tanpa bakat, tanpa Qi, dan tanpa masa depan. Hidupnya hanyalah bekerja, diam, dan menahan ejekan. Hingga suatu sore, langit membeku… dan sosok berjubah hitam membunuh kedua orang tuanya tanpa alasan.

Dengan tangan sendiri, Xu Hao mengubur ayah dan ibunya, lalu bersumpah. dendam ini hanya bisa dibayar dengan darah. Namun dunia tidak memberi waktu untuk berduka. Diculik perampok hutan dan dijual sebagai barang dagangan, Xu Hao terjebak di jalan takdir yang gelap.

Dari penderitaan lahirlah tekad. Dari kehancuran lahir kekuatan. Perjalanan seorang anak lemah menuju dunia kultivasi akan dimulai, dan Xu Hao bersumpah, suatu hari, langit pun akan ia tantang.


Note~Novel ini berhubungan dengan novel War Of The God's.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YUKARO, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Masuk ke reruntuhan kuno

Lin Meihua dan Chen Wuji baru saja menarik kursi dan duduk di hadapan Xu Hao. Suasana meja kecil di sudut restoran itu terasa lebih berat dibandingkan sebelumnya, meskipun di sekeliling mereka suara obrolan para kultivator lain masih bergema. Xu Hao menatap keduanya dengan pandangan tenang, jemarinya kembali menggenggam cangkir teh yang sudah agak dingin.

“Apa kalian kemari untuk pergi ke alam rahasia?” Xu Hao membuka percakapan dengan suara datar, tanpa banyak basa-basi.

Lin Meihua mengangguk lembut, matanya tetap menatap Xu Hao penuh ketulusan. “Benar. Kami datang ke Kota Yuan untuk itu.”

Chen Wuji segera menambahkan, dengan nada mantap seolah tidak ingin kehilangan wibawa di depan juniornya, “Itu benar, kami ingin mencoba peruntungan. Siapa tahu ada kesempatan langka di dalamnya.”

Xu Hao menatap sekilas, lalu meneguk sedikit teh. “Ohh…” ucapnya ringan, tanpa ekspresi berlebihan.

Lin Meihua sedikit condong ke depan, suaranya pelan namun jelas. “Apa teman Su juga akan masuk ke alam rahasia itu?”

Xu Hao memutar cangkir di tangannya perlahan, menatap permukaan teh yang bergoyang, seolah sedang mempertimbangkan jawabannya. Akhirnya ia berkata, “Begitulah. Aku juga ingin mencoba peruntungan.”

Mendengar itu, Chen Wuji menyeringai kecil. “Kalau begitu kita bisa pergi bersama, teman Su.”

Namun Xu Hao segera menggelengkan kepalanya. Matanya tenang, tapi nadanya tegas. “Tidak. Aku ingin pergi sendiri.”

Lin Meihua terlihat kaget. Ekspresinya berubah, tampak ragu dan khawatir. “Apa… teman Su membenci kami?”

Xu Hao menghela napas tipis. Ia menatap Lin Meihua sebentar, lalu menggeleng. “Tidak. Aku hanya ingin berpetualang sendiri. Dengan begitu, aku bisa meningkatkan kemampuan bertahan hidupku.”

Chen Wuji terkekeh, suara tawanya singkat tapi jelas. “Itu benar, junior. Teman Su memang butuh itu.”

Lin Meihua langsung menoleh tajam pada Chen Wuji, alisnya berkerut. “Apa maksudmu, senior?”

Chen Wuji mengangkat tangannya seolah menolak salah paham. “Jangan salah paham. Aku hanya ingin mengatakan bahwa pilihan teman Su sangat tepat.”

Xu Hao mengangguk ringan, membenarkan kata-kata itu. Lin Meihua masih tampak ragu. Ia menatap Xu Hao dalam dalam, lalu berkata dengan nada penuh kepedulian, “Jadi kau benar-benar yakin ingin pergi sendiri, tanpa kami?”

Xu Hao mengangguk sekali lagi. Ia meletakkan cangkir tehnya perlahan ke atas meja, suara porselen beradu dengan kayu terdengar halus. Dengan tenang ia berkata, “Ya. Aku tidak ingin merepotkan siapa pun.”

Namun Lin Meihua tidak menyerah. Nada suaranya terdengar semakin lirih, namun penuh tekad. “Aku… aku ingin menebus kesalahanku. Aku pernah meninggalkanmu di goa itu. Biarkan aku menebusnya kali ini.”

Xu Hao menggeleng lembut, matanya tampak dalam. “Tidak perlu dipikirkan. Semua itu sudah berlalu. Aku masih hidup, dan itu sudah cukup. Kau tidak berhutang apa pun padaku.”

Kata-kata Xu Hao membuat Lin Meihua terdiam, matanya sedikit berkaca-kaca. Chen Wuji melirik sekilas, tapi tidak berkata apa pun.

Percakapan mereka kemudian berlanjut ke topik lain. Mereka saling bertukar informasi mengenai alam rahasia yang akan terbuka besok. Chen Wuji berbicara tentang rumor keberadaan formasi kuno yang bisa menguji mental seorang kultivator, sementara Lin Meihua menambahkan kabar mengenai adanya binatang buas tingkat tinggi yang konon menjadi penjaga harta. Xu Hao mendengarkan dengan seksama, sesekali memberikan pandangan singkat berdasarkan apa yang ia dengar dari pelayan wanita tadi.

Waktu berjalan tanpa terasa. Suara gaduh di restoran perlahan mereda, tanda sore telah tiba. Cahaya matahari senja menembus jendela restoran, memantul ke meja tempat mereka duduk.

Xu Hao akhirnya bangkit dari kursinya. Gerakannya tenang namun penuh wibawa. Ia menatap Lin Meihua dan Chen Wuji, lalu berkata, “Tidak perlu dipikirkan lagi. Kita bisa bertemu kapan saja di alam rahasia. Jika saat itu ada kesulitan, kita bisa saling membantu.”

Lin Meihua mengangguk, matanya masih penuh rasa bersalah sekaligus lega. Chen Wuji juga mengangguk, meski senyumnya tetap penuh perhitungan.

Xu Hao lalu merapikan jubahnya dan memberi salam singkat dengan tangan. “Kalau begitu, aku pamit.”

Tanpa menunggu jawaban lebih jauh, ia melangkah keluar dari restoran.

Begitu berada di luar, Xu Hao mendapati langit telah berubah menjadi semburat oranye senja. Jalan batu kota Yuan masih ramai dipadati para kultivator. Mereka berjalan berkelompok, mengenakan jubah sekte dengan simbol masing-masing, ada yang bercakap serius, ada pula yang menunjukkan sikap arogan khas murid sekte besar.

Xu Hao berjalan menyusuri jalan itu dengan tenang, matanya tajam memperhatikan sekeliling. Sesekali ia melihat murid sekte dengan seragam sama berjalan berbaris, disiplin dan penuh kebanggaan.

Akhirnya langkahnya terhenti di depan sebuah bangunan penginapan bertingkat tiga. Lampion merah bergoyang di depan pintu, memancarkan cahaya hangat. Xu Hao masuk ke dalam. Aroma kayu cendana dan dupa ringan menyambutnya.

Seorang wanita penerima tamu yang anggun segera menyapanya dengan senyum ramah. Xu Hao langsung memesan sebuah kamar untuk bermalam.

“Harga satu malam lima puluh koin emas,” kata wanita itu dengan sopan.

Xu Hao tanpa banyak bicara mengeluarkan koin emas dari cincin penyimpanannya, lalu menyerahkannya. Wanita itu menerima dengan hormat, lalu memanggil seorang pelayan muda untuk mengantarkan Xu Hao ke kamarnya.

Tangga kayu berderit pelan ketika Xu Hao menaikinya. Setelah beberapa langkah, ia tiba di depan sebuah pintu kamar besar. Pelayan itu membungkuk, membuka pintu, lalu meninggalkannya dengan hormat.

Xu Hao masuk dan terdiam sejenak. Matanya menyapu seluruh ruangan. Kamar itu sangat luas, lantainya terbuat dari kayu wangi yang dipoles halus. Ada ranjang besar dengan tirai sutra tipis, meja bundar dengan ukiran naga, serta lentera giok yang memancarkan cahaya lembut.

Xu Hao bergumam pelan sambil menghela napas, “Pantas saja harganya mahal. Ini… sangat mewah.”

Xu Hao perlahan melangkah mendekati ranjang besar itu. Ranjang dengan tirai sutra tipis, kasur empuk, dan bantal wangi bunga melati. Begitu ia duduk di atasnya, tubuhnya seakan tenggelam dalam kenyamanan yang jarang ia rasakan. Namun justru pada saat itu, perasaan hangat menusuk ke dalam hatinya. Air mata yang telah lama tertahan pun akhirnya mengalir menuruni pipinya.

Suara lirih keluar dari mulutnya, nyaris bergetar, “Andai aku bisa tidur bersama ayah dan ibuku di ranjang yang begitu nyaman ini… Betapa bahagianya itu.”

Tangannya terangkat, mengusap kasar air mata yang membasahi wajah. Xu Hao menghela napas panjang, berusaha menguatkan diri. Ia lalu menggeser posisi duduknya, bersila di atas ranjang. Kedua tangannya bertumpu di lutut, tubuhnya tegak lurus.

Namun sebelum ia memejamkan mata, pikirannya kembali diganggu oleh sebuah keraguan. Kata-kata seorang pria tua berpakaian konfusius, yang ia temui dalam perjalanannya, kembali terngiang jelas di telinga.

“Core Formation adalah tahapan dimana seorang kultivator membentuk inti jiwa, dengan menyerap esensi jiwa.”

Xu Hao mengernyit. Lalu ingatannya beralih kepada Paman Cuyo. Orang yang penuh ketulusan itu pernah menjelaskan hal yang berbeda.

“Jika ingin membentuk inti, gunakan Qi murni. Lalu padatkan menjadi sebuah inti energi di dalam dantian. Itulah jalan Core Formation.”

Kening Xu Hao berkerut. Kedua ajaran itu begitu berbeda. Yang satu menekankan esensi jiwa, yang satu menekankan Qi murni. Apakah ini sekadar perbedaan jalur kultivasi? Atau ada rahasia yang lebih dalam yang belum sempat ia pahami?

Hatinya bimbang. “Tentu saja aku percaya pada Paman Cuyo. Dia yang membimbingku selama sebulan dan banyak mengajariku banyak hal. Tapi… pria tua berpakaian konfusius itu, penjelasannya juga terdengar benar. Ahh… andai saja aku sempat bertanya lebih jauh padanya. Dia terlalu cepat pergi. Sial sekali… ini membuatku bingung.”

Xu Hao menggelengkan kepalanya dengan kuat, seolah hendak mengusir keraguan itu. Nafasnya ia tarik dalam, lalu dihembuskan perlahan.

“Tidak. Aku harus fokus dengan tujuan. Besok, di dalam alam rahasia, aku harus menemukan gua yang menyimpan Giok Hijau. Jika aku tidak menemukannya, barulah aku akan mencari seseorang yang bisa menjelaskan perbedaan dua jalur ini.”

Keputusan itu membuat hatinya sedikit lebih tenang. Ia lalu memejamkan mata, menarik Qi dari udara sekitar, dan masuk ke dalam keadaan meditasi. Tubuhnya tetap tegak, wajahnya perlahan dipenuhi ketenangan.

Namun malam tidak membiarkannya berlama-lama dalam kedamaian itu. Suara gaduh dari luar penginapan membuat telinganya bergetar. Xu Hao perlahan membuka matanya.

Ia turun dari ranjang, langkahnya ringan dan hati-hati. Kakinya bergerak mendekati jendela. Dengan satu tarikan tangan, ia membuka tirai sutra dan menatap keluar.

Cahaya lentera yang berjajar di sepanjang jalan batu Kota Yuan menerangi malam. Meski hari sudah larut, keramaian belum juga mereda. Para kultivator masih lalu-lalang, sebagian duduk di kedai minum, sebagian lainnya bercakap sambil membawa pedang di punggung.

Tatapan Xu Hao kemudian terhenti pada satu sosok. Seorang wanita bergaun ungu, anggun, berjalan bersama beberapa murid sekte. Wajahnya indah bagaikan bunga teratai yang mekar di tengah danau. Sorot matanya jernih namun menyimpan wibawa.

Mata Xu Hao bergetar hebat. Dari bibirnya keluar gumaman lirih, nyaris tercekat, “Kakak Lianxue… ternyata kau juga datang untuk memasuki alam rahasia itu.”

Namun baru beberapa detik ia menatap, tubuhnya kaku. Karena pada saat yang sama, mata Lianxue tampak beralih ke arah penginapan. Tatapannya menembus kerumunan, seolah tepat mengenai Xu Hao yang berdiri di balik jendela lantai atas.

Jantung Xu Hao berdegup kencang. Dengan cepat ia menundukkan kepala, menutup tirai, lalu mundur dari jendela. Langkahnya kembali ke ranjang, kepalanya masih menunduk dalam-dalam.

Sambil berjalan ia bergumam dengan suara getir, “Tidak… aku tidak boleh sampai dikenali oleh Kakak Lianxue. Jika dia menanyakan kemana saja aku selama ini… aku tidak tahu harus menjawab apa. Tidak mungkin aku mengatakan kebenaran. Dia… mungkin tidak akan percaya.”

Xu Hao kembali duduk bersila di atas ranjang. Matanya terpejam, mencoba menenangkan diri. Qi perlahan berputar di dalam tubuhnya. Malam semakin larut, namun hatinya tetap bergolak, antara kerinduan yang mendalam dan rahasia yang belum bisa ia ungkapkan.

Pagi hari perlahan datang. Di dalam kamar penginapan yang mewah itu, Xu Hao yang sejak semalam duduk bersila akhirnya membuka matanya perlahan. Cahaya samar dari lentera yang hampir padam memantulkan kilau lembut pada wajahnya. Nafasnya teratur, meski sorot matanya menyimpan sedikit kerisauan.

Ia bangkit, berjalan menuju meja kecil di sisi kamar, menuangkan air ke dalam baskom batu giok yang disediakan penginapan. Tangannya mencebur, lalu memercikkan air dingin ke wajahnya. Sensasi segar membuat kantuknya lenyap, dan sedikit demi sedikit semangatnya terkumpul.

Tanpa menunggu lama, Xu Hao keluar dari kamarnya. Koridor penginapan masih diterangi lentera merah, namun di luar suara langkah-langkah ramai sudah terdengar. Saat ia melangkah keluar pintu utama, udara pagi yang dingin menyambutnya. Langit masih gelap, namun kota Yuan sudah dipenuhi arus manusia.

Banyak kultivator berlalu-lalang. Ada yang berjalan sambil membawa pedang, ada yang bercakap dengan sesama rekan sekte. Semua menuju ke arah yang sama. Xu Hao menyesuaikan langkahnya, menyelinap di antara kerumunan, tidak menonjol, seakan hanyalah seorang kultivator kecil tanpa nama.

Mereka melewati gerbang besar Kota Yuan. Di sana, para penjaga kota sibuk mengatur arus keluar, namun tidak ada yang berani menghalangi para kultivator. Xu Hao mengikuti arus itu menuju barat. Jalan semakin panjang dan menanjak, hingga akhirnya rombongan memasuki jalur pegunungan.

Tanah berbatu curam terbentang, di kanan-kiri berjajar pepohonan raksasa yang batangnya seukuran tiga orang dewasa merangkul. Daun-daun bergoyang tertiup angin pagi, menebar bayangan samar ke jalan setapak yang dilewati. Sesekali terdengar suara burung roh yang melintas cepat di antara cabang-cabang pohon.

Ada kultivator yang memilih berjalan kaki seperti Xu Hao, ada pula yang langsung melesat dengan pedang terbangnya, meninggalkan jejak cahaya di langit gelap. Sesekali angin kencang berhembus setiap kali seorang kultivator melesat melewati Xu Hao dari atas.

Xu Hao tetap tenang. Ia berjalan dengan kepala sedikit tertunduk, menjaga agar tidak mencolok di antara kerumunan para kultivator tanpa sekte.

Waktu berjalan. Langit yang tadinya gelap perlahan berubah, semburat oranye tipis muncul di ufuk timur. Pagi menjadi jelas, dan rombongan kultivator semakin banyak. Dari kejauhan, Xu Hao melihat siluet-siluet besar mengambang di langit.

Itu adalah perahu terbang milik sekte-sekte besar. Mereka melayang anggun, membawa puluhan murid yang berdiri di atas dek. Aura mereka menyebar, menekan seperti ombak. Sesekali terdengar suara tawa murid sekte besar yang melintas, memandang rendah pada kultivator-kultivator biasa yang berjalan di bawah.

Tidak hanya satu. Kapal-kapal terbang lain bermunculan, masing-masing dihiasi lambang sekte dengan ukiran naga, harimau, atau burung suci. Mereka melintas di atas kepala Xu Hao, menambah kesan megah dan menegangkan.

Xu Hao hanya mengangkat kepalanya sebentar, lalu kembali menunduk. “Benar-benar berbeda… murid sekte besar selalu menampilkan kemegahan,” gumamnya dalam hati.

Perjalanan panjang akhirnya membawa rombongan itu keluar dari jalan curam, menuju sebuah lembah luas. Dari kejauhan, Xu Hao sudah melihat kerumunan besar. Ribuan kultivator telah berkumpul di sana, masing-masing menunggu dibukanya alam rahasia. Aura yang bercampur baur membuat udara bergetar.

Xu Hao melangkah masuk ke keramaian itu, menyingkir dari jalur utama agar tidak terlalu menarik perhatian. Namun matanya secara tidak sengaja menangkap sosok yang ia kenal.

Wanita bergaun ungu, berdiri di kejauhan, anggun bagaikan peri surgawi. Dia adalah Lianxue. Xu Hao langsung menarik napas panjang, hatinya bergetar.

Sekilas, keinginannya adalah menghindar. Ia berbalik seolah hendak mencari posisi lain. Namun di saat yang sama, tatapan Lianxue bergerak, dan tepat mengenai dirinya.

Xu Hao terdiam. Untuk sesaat ia mengira rahasianya akan terbongkar. Tetapi, setelah sekejap pandangan itu, Lianxue hanya menoleh ke arah lain. Wajahnya tetap tenang, seolah Xu Hao hanyalah salah satu dari ribuan kultivator biasa di lembah itu.

Hati Xu Hao mengendur. Ia memandang dengan wajah tenang, seolah tidak ada hubungan apapun di antara mereka. Dalam hatinya ia bergumam, “Benar saja… tidak mungkin Kakak Lianxue mengenaliku setelah empat tahun tidak berjumpa.”

Ia menghela napas lega. “Syukurlah… tidak perlu lagi aku bersembunyi seperti orang bodoh.”

Dengan langkah ringan, Xu Hao menempatkan dirinya di antara lautan manusia, membaur bersama keramaian yang menunggu terbukanya alam rahasia.

Kerumunan kultivator di lembah lapang itu semakin padat. Xu Hao berdiri di antara mereka, sedikit menyingkir dari barisan depan, seolah hanyalah seorang kultivator kecil tanpa nama. Dari segala arah, telinganya menangkap potongan percakapan penuh bisikan.

“Katanya, di dalam alam rahasia itu ada warisan kuno dari seorang Immortal yang jatuh ribuan tahun lalu…”

“Tidak, tidak, aku dengar di dalamnya hanya jebakan mematikan. Siapa yang masuk, separuh pasti mati.”

“Rumor yang paling sering kudengar, ada obat spiritual tingkat tinggi yang bisa membuat Foundation Establishment melonjak ke Core Formation hanya dalam semalam.”

“Omong kosong. Kalau memang begitu, para sekte besar sudah lama menguasainya, tidak mungkin membiarkan orang lain masuk.”

Xu Hao hanya mendengarkan dengan santai. Bibirnya melengkung, terkekeh kecil. Ia tahu, rumor seperti ini selalu menyebar menjelang terbukanya alam rahasia. Sebagian memang benar, sebagian hanya dongeng kosong untuk menakuti atau menyesatkan orang.

Gelombang Qi di udara tiba-tiba berguncang. Suara riuh kerumunan mendadak terhenti. Semua kepala mendongak ke arah pusat lembah.

Di sana, udara bergetar hebat, lalu cahaya berkilau memancar. Dalam sekejap, sebuah portal raksasa terbentuk, berbentuk pusaran cahaya dengan kilau hijau kebiruan, berdiri tegak di tengah lembah. Aura kuno menyebar dari dalamnya, seolah ada dunia lain yang bernafas di balik pusaran itu.

Kerumunan kultivator mendesah kagum. Namun sebelum ada yang berani maju, suara lantang bergema dari seorang pria tua yang berdiri di dekat portal.

“Dengar baik-baik!” Suaranya seperti guntur, menggetarkan dada setiap orang. “Alam rahasia ini hanya boleh dimasuki oleh klan besar dan murid sekte besar! Selain itu, hanya mereka yang berada di tingkat Qi Refining, Foundation Establishment, dan Core Formation yang diizinkan masuk. Jika ada yang nekat, tubuhmu akan hancur oleh kekuatan aturan!”

Hening seketika. Namun segera terdengar bisikan-bisikan kesal, lalu teriakan marah mulai bergema.

“Tidak adil!”

“Kenapa hanya sekte besar yang boleh masuk!”

“Kami juga berhak! Alam rahasia ini bukan milik kalian saja!”

Sorak-sorai protes semakin keras. Namun sebelum sempat berkembang lebih jauh, pria tua itu mengangkat tangannya. Sebuah gelombang Qi melesat. Dalam sekejap, beberapa kultivator yang berteriak paling keras tubuhnya meledak di tempat, darah dan daging berhamburan ke tanah.

Kerumunan langsung terdiam, wajah mereka pucat pasi. Ketegangan menutup mulut setiap orang. Xu Hao hanya menyipitkan matanya. Sorot matanya dingin, namun tubuhnya tetap tenang tanpa gerakan mencolok.

Pria tua itu melanjutkan dengan suara datar, “Siapa yang berani melawan aturan, inilah akibatnya. Sekarang, Lima Sekte Besar dan klan besar, majulah. Masuki alam rahasia terlebih dahulu.”

Dari arah kerumunan, murid-murid sekte besar dan klan terhormat melangkah maju. Mereka berjalan dengan penuh keyakinan, seolah dunia memang telah mereka kuasai. Satu demi satu kelompok itu memasuki portal, tubuh mereka tersedot ke dalam pusaran cahaya dan menghilang.

Xu Hao berdiri di belakang kerumunan, matanya mengikuti sosok-sosok itu. Hingga akhirnya ia melihat Lianxue. Gaun ungunya berkibar, wajahnya tenang penuh wibawa. Namun sebelum masuk, ia sempat menoleh ke belakang, seolah mencari sesuatu.

Hati Xu Hao bergetar, namun wajahnya tetap datar. Sesaat kemudian, Lianxue melangkah masuk ke dalam portal, tubuhnya lenyap ditelan cahaya.

Satu per satu, rombongan sekte besar dan klan besar masuk. Hingga akhirnya hanya tersisa para kultivator biasa, yang saling berpandangan dengan keraguan dan keinginan yang menggebu.

Xu Hao pun bergerak bersama mereka, maju mendekati portal. Namun pria tua penjaga portal itu mengangkat tangannya, menghadang jalan.

“Cukup! Yang tidak memenuhi syarat tidak boleh masuk!”

Beberapa kultivator di depan Xu Hao segera kehilangan kesabaran. Mereka memaki, “Bangsat tua! Kau kira alam rahasia itu milikmu sendiri?”

“Kami juga punya nyawa, kami juga layak mencoba peruntungan!”

Pria itu mendengus dingin. Tanpa basa-basi, tangannya bergetar, mengirimkan pukulan Qi. Dalam sekejap, orang-orang yang memaki di depan Xu Hao tubuhnya bergetar hebat lalu meledak berceceran di tanah.

Udara dipenuhi bau darah. Kerumunan mundur setengah langkah, ngeri bercampur putus asa.

Namun Xu Hao tidak gentar. Dengan satu hentakan kaki, tubuhnya melesat bagai anak panah. Dalam sekejap ia sudah berada tepat di hadapan portal, hendak menerobos masuk.

Pria tua itu marah. “Bocah, berani sekali kau!” Ia mengerahkan Qi ke tinjunya, lalu melancarkan pukulan menghantam Xu Hao.

Xu Hao memutar tubuh di udara, kedua kakinya terlipat. Dengan tenaga penuh, ia melepaskan tendangan lurus tepat mengenai wajah pria tua itu.

Bugh!

Tubuh Xu Hao melesat menembus pusaran portal, lenyap ditelan cahaya.

Pria tua itu terhuyung setengah langkah ke belakang. Tangannya terangkat, mengusap wajahnya yang kini memerah, jelas bekas sepatu jerami Xu Hao. Aura kemarahan menyembur dari tubuhnya.

Dari kerumunan, terdengar tawa tertahan beberapa kultivator. Ada yang bahkan tidak mampu menahan diri dan terbahak melihat wajah pria tua itu dihina oleh seorang bocah.

Pria tua itu menggeram, suaranya seperti auman binatang buas. “Baik! Kalian boleh masuk… dengan satu syarat. Siapapun yang masuk, bunuh bocah itu untukku!”

Tatapan para kultivator yang tadinya takut kini berubah. Keserakahan bercampur kebencian muncul di mata mereka. “Kalau hanya seorang bocah, mudah dibunuh!”

“Selain dapat kesempatan di alam rahasia, kita bisa sekaligus mengambil kepalanya sebagai hadiah!”

Kerumunan pun serentak bersemangat, berbondong-bondong melangkah menuju portal.

Xu Hao, yang sudah terlebih dahulu masuk ke dalam, kini menjadi buruan pertama bagi ratusan kultivator yang haus darah.

1
Nanik S
Ditunggu upnya tor 🙏🙏🙏
Nanik S
Huo... nekat benar memberi pelajaran pada Pria Tu
Nanik S
apakah mereka bertiga akan masuk bersama
Nanik S
Huo memang Urakan.... memang benar yang lebih Tua harus dipanggil senior
Nanik S
Lha Dau Jiwa sudah dijual
YAKARO: itu cuma tanaman obat kak. bukan jiwa beneran
total 1 replies
Nanik S
Inti Jiwa...
Nanik S
Lanjutkan makin seru Tor
Nanik S
Lanjutkan Tor
Nanik S
Makan Banyak... seperti balas dendam saja Huo
Nanik S
Pil Jangan dijual kasihkan Paman Cuyo saja
Nanik S
Mau dijual dipasar tanaman Langkanya
Nanik S
Lanjutkan
Nanik S
Ceritanya bagus... seorang diri penuh perjuangan
Nanik S
Cerdik demi menyelamatkan diri
Nanik S
Baru keren... seritanya mulai Hidup
YAKARO: Yap, Thanks you/Smile/
total 1 replies
Nanik S
Mungkin karena Xu Hai telah byk mengalami yang hampir merebut nyawanya
Ismaeni
ganti judul yaa thor?
YAKARO: enggak. Hidup Bersama Duka itu awalnya judul pertama pas masih satu bab, terus di ubah jadi Immortality Though Suffering. malah sekarang di ganti sama pihak Noveltoon ke semula.
total 1 replies
Nanik S
Xu Hai... jangan hanya jadi Penonton
Nanik S
Sebenarnya siapa Pak Tua yang menyelamatkan Hao
YAKARO: Hmm, saya juga penasaran/Proud/
total 1 replies
Nanik S
untung ada yang menolong Xu Hai
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!