NovelToon NovelToon
Heera. Siapakah Aku?

Heera. Siapakah Aku?

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintamanis / Berbaikan / Cinta Seiring Waktu / Mengubah Takdir / Putri asli/palsu
Popularitas:3.3k
Nilai: 5
Nama Author: Dian Fauziah

Heera Zanita. Besar disebuah panti asuhan di mana dia tidak tahu siapa orang tuanya. Nama hanya satu-satunya identitas yang dia miliki saat ini. Dengan riwayat sekolah sekedarnya, Heera bekerja disebuah perusahaan jasa bersih-bersih rumah.
Disaat teman-teman senasibnya bahagia karena di adopsi oleh keluarga. Heera sama sekali tidak menginginkannya, dia hanya ingin fokus pada hidupnya.
Mencari orang tua kandungnya. Heera tidak meminta keluarga yang utuh. Dia hanya ingin tahu alasannya dibuang dan tidak diinginkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dian Fauziah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

34

Semua orang menatapku. Aku tersenyum kecil, aku berharap dengan cara ini bisa segera bebas dari Leona. Jika Mada masih tetap membelanya, maka aku yang akan pergi dari sini. Mada memang berjasa besar dalam hidupku, tapi aku tidak mau harga diriku diinjak-injak di rumah sendiri.

"Bu Zela, Pak Doni. Aku tahu kalian begitu dekat dengan Mada sampai meminta Mada menjaga Leona. Aku juga tahu Leona sudah menganggap Mada seperti kakaknya sendiri."

Aku mencoba melihat ekspresi mereka satu persatu. Sampai pada Leona, dia terlihat gelisah dan tidak percaya diri seperti biasanya. Mada juga beberapa kali menyentuh kakiku. Mungkin dia sudah tahu maksudku.

"Meskipun begitu, Mada dan Leona tidak memiliki hubungan darah. Banyak yang membicarakan Leona jika dia mengambil kesempatan mendekat pada Mada. Apa lagi mereka sering berangkat kerja berdua," kataku.

"Kerja?" Pak Doni dan Bu Zela bertanya bersama.

"Leona menjadi anak magang di kantor Mada. Katanya dia ingin belajar dari awal. Aku sih tidak masalah, tapi reputasinya di lingkungan ini sudah tidak baik. Bahkan aku mendengar beberapa tetangga menggunjingnya sebagai pelakor."

Aku menoleh kembali pada Leona. Wajahnya berubah menjadi pucat pasi. Aku senang, tapi aku tidak bisa menunjukkannya saat ini. Benar saja, tidak mungkin orang tua Leona akan mendukung hal yang menjijikan ini. Mereka dari keluarga bermartabat yang menjunjung adab dan sopan santun. Setidaknya aku bisa menjauhkan diri darinya lebih dulu.

"Leona. Apa yang dikatakan Heera benar."

Bu Zela, aku senang kau setuju denganku, terima kasih atas bantuannya Bu Zela.

"Maaf sudah merepotkan kalian. Besok aku akan membelikan satu apartemen di lingkungan ini untuk Leona. Jadi, kalian masih bisa bertemu kapan saja," kata Pak Doni.

"Terima kasih Pak Doni, maaf jika sudah menyinggung anda."

"Tidak. Kami berterima kasih karena kau sudah memperhatikan Leona sampai sedetail ini."

Aku hanya mengangguk kecil. Kini, aku kembali menjadi penonton. Mendengarkan banyak hal dari Pak Doni dan Bu Zela. Mada yang sesekali menimpali obrolan itu, sementara Leona seperti anak kucing yang tidak diperhatikan.

Acara makan malam itu selesai. Dengan alasan lelah karena perjalanan jauh Bu Zela dan Pak Doni langsung berpamitan. Mereka menitipkan Leona satu malam lagi, aku setuju. Setidaknya ini malam terakhir aku melihatnya di rumah ini.

"Aku ingin bicara denganmu," kata Mada langsung menarikku ke lantai dua.

Aku tidak marah, sampai Mada melepas tanganku dan menatapku. Aku tersenyum.

"Kamu sudah gila mengatakan itu pada orang tua Leona?"

"Aku yang gila atau kau?"

"Heera. Jangan karena kamu istriku kau bisa melakukan apapun di sini. Ingat, aku yang membawamu ke titik ini."

"Benarkah? Aku berterima kasih untuk semuanya Tuan Mada. Jika aku salah, aku minta maaf padamu. Alasanku melakukan ini karena aku mencoba mempertahankan rumah tanggaku."

"Heera. Cukup, Leona hanya takut tinggal sendiri. Dia ..."

"Cukup membelanya di depanku. Aku tidak peduli tentang semua itu Tuan. Aku sadar diri, aku di sini tidak membawa apapun. Aku menikah denganmu juga karena wasiat ibu kita. Seharusnya aku sadar sejak awal, kamu tidak pernah mencintaiku dengan benar Tuan. Jadi, nikmati saja cinta masa kecilmu. Saya permisi Tuan Mada."

Langkah kakiku terhenti saat melihat Leona yang berdiri di anak tangga terakhir. Aku tahu dia mendengar semuanya. Aku juga tidak akan menutupi apapun darinya, Leona menang karena dia mendapat dukungan Mada. Sementara aku, aku tetap pihak yang tidak bisa membela diriku.

"Kamu bodoh! Mada itu masih mencintaiku. Dia hanya memperalat dirimu," kata Leona dengan senyum di wajahnya.

"Kamu senang?"

Leona mengangguk dengan semangat.

"Baiklah, nikmati kesenanganmu kali ini."

Aku keluar dari apartemen itu. Tanpa menoleh ke belakang. Kembali ingatan tentang masa lalu datang. Di mana aku sudah beberapa kali melakukan ini saat dihina dan tidak dihargai oleh keluarga pacarku dulu. Tanpa sadar aku tersenyum miris pada diriku sendiri.

Keluar dari apartemen aku duduk di sisi jalan. Untung saja aku bekerja, jadi setidaknya aku memiliki penghasilan meski tidak besar. Malam ini, aku akan mencari tempat bermalam terlebih dulu. Besok, aku akan memikirkan apa yang harus aku lakukan selanjutnya.

Kata-kata cinta dalam sebuah hubungan kadang tidak nyata. Kata cinta hanya sebuah pemanis, karena ucapan kadang tidak memiliki makna. Aku hampir terlena oleh kata-kata cinta yang dikatakan Mada. Jujur saja aku sakit hati karena aku sudah menyerahkan hatiku padanya. Namun, ini konsekuensi yang harus aku tanggung.

Langkahku belum terhenti. Aku masih terus berjalan mencari tempat untuk bermalam. Aku bisa saja ke hotel, tapi aku sadar uangku tidak sebanyak itu. Jadi, aku harus berhemat kembali seperti dulu.

Jika rumah itu tidak aku sewakan, mungkin aku tidak perlu bingung mau pulang kemana. Sayangnya aku yang terlena karena cinta setuju saja untuk menyewakan rumah itu. Bodohnya aku.

"Heera."

Aku menoleh. Ternyata Indah yang entah baru dari mana. Dia membawa satu kantung belanjaan yang terlihat berat.

"Kamu mau kemana?" tanya Indah saat sudah dekat.

"Lagi cari tempat penginapan di dekat sini. Apa kamu tahu?"

"Kamu sedang ada masalah?"

Aku diam mendapat pertanyaan itu dari Indah.

"Menginap saja di tempatku. Memang tidak besar, tapi cukup untuk kita berdua."

"Tidak perlu, nanti merepotkanmu."

"Hari sudah malam. Sulit cari penginapan. Lagi pula kamu wanita dan sendirian. Ayo ikut aku, tempat kosku tidak jauh dari sini."

"Terima kasih, Indah."

"Jangan sungkan. Ayo."

Tempat kos dua lantai. Sederhana tapi terlihat begitu bersih. Indah membawaku ke kamarnya. Di dalam sudah ada dapur kecil dan kamar mandi. Satu kasur sedang dan beberapa peralatan milik Indah.

"Kamu istirahat dulu. Aku akan buatkan makanan, kamu belum makan kan?"

"Tidak perlu. Aku baru saja makan."

"Ya sudah. Aku ambilkan minum."

"Terima kasih."

Kami duduk berdua. Indah sama sekali tidak bertanya kenapa aku bisa pergi malam-malam. Dia memilih bercerita tentang dirinya dan keluarganya. Di mana dia tengah menjalin hubungan jarak jauh dengan suaminya. Suami Indah bekerja di luar kota. Sementara dua anaknya, Indah titipkan pada orang tuanya.

"Kamu tidak bertanya aku kenapa?" tanyaku di saat tidak ada hal lagi untuk diceritakan.

"Heera. Setiap orang punya masalah. Bukan aku tidak peduli dan tidak ingin bertanya. Aku hanya memberi kamu waktu untuk mengatakannya sendiri."

Aku menunduk dan hampir menangis.

"Jika sangat sakit, menangislah."

Indah memeluk diriku. Tanpa sadar air mata sudah berhasil membasahi pipiku. Aku benar-benar menangis kali ini. Padahal biasanya aku akan tersenyum dan mencoba melupakan semua yang telah terjadi.

"Apa yang kamu rasakan luapkan saja Heera. Kamu manusia yang bisa merasakan kecewa, marah dan sedih."

Ternyata menangis tidak semengerikan itu di depan orang yang tepat. Malam ini aku benar-benar bersyukur bertemu teman seperti Indah. Dia membuatku berhasil meluapkan semua yang aku rasakan.

1
Berlian Nusantara dan Dinda Saraswati
ehhh blm ada yg ketemu novel ini kah aku izin baca ya thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!