Keanu Wiratmadja
Presdir muda yang tak pernah tertarik pada seorang wanita selama hidupnya, tiba-tiba hatinya tergerak dan ingin sekali memilikinya. Karena dia wanita pertama baginya.
Keana Winata
Putri semata wayang yang sangat disayangi ayahnya, tapi bukan berarti dia putri yang manja. Dia berbeda, sehingga dapat membuat seseorang tergerak hatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ade eka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 33
"Apakah aku ragu pada perasaanku padanya. Apakah aku benar-benar menyukainya?!", gumam Ana dalam hati.
***
Ken mengambil kesempatan Ana yang sedang berpikir dengan perasaannya sendiri. Ken meraih tangan Ana dan melingkarkannya pada lehernya. Lalu meraih dagu Ana agar Ana menatapnya lekat. Ken sudah menempelkan hidungnya pada hidung Ana.
"Rasakan bagaimana perasaanmu padaku, Ana. Perasaanmu akan membimbingmu", ucap Ken setengah berbisik pada bibir Ana.
Ana merasakan punggungnya menegang, ada rasa yang menggelitik di sana saat Ken berbisik padanya.
Ken melanjutkan aksinya. Dia memejamkan matanya dan menyesap bibir Ana dengan lembut, menuangkan perasaan sukanya pada Ana agar Ana juga menyadari bagaimana sebenarnya perasaannya terhadap Ken. Ken terus ******* bibir Ana bergantian dengan lembut.
Ana mencoba merasai bagaimana perasaannya yang sebenarnya pada Ken. Kini Ana memejamkan matanya menikmati setiap lumatan bibir Ken. Kini Ana mengeratkan rangkulan tangannya di leher Ken. Bibirnya mulai merespon, dia membalas setiap lumatan yang Ken berikan. Ken menyadari perubahan Ana, dia membuka matanya dan tersenyum di tengah kegiatannya. Kemudian memejamkan mata lagi untuk saling membalas lumatan-lumatan pada bibir mereka. Ken meraih tengkuk Ana dan menekannya agar memperdalam ciuman mereka. Dan tangan yang satunya digunakan untuk mendekap pinggang Ana, hingga tubuh mereka saling menempel satu sama lain.
Ken mendesak bibir Ana agar terbuka. Ken merasai seluruh rongga mulut Ana dengan lidahnya. Kini ciuman itu sudah menjadi lebih panas. Mereka menumpahkan perasaan mereka masing-masing. Ciuman penuh hasrat yang berangsur agak lama hingga mereka hampir tak bisa bernafas lagi.
Ken melepas pagutannya dengan nafas tersengal, begitu juga Ana. Dada mereka naik turun dengan bibir basah dan bengkak. Ken menarik Ana masuk ke dalam pelukannya dan memeluknya erat. Dan Ana pun membalas pelukannya, Ana menenggelamkan wajahnya pada bahu Ken yang bidang.
"Ya, aku menyukaimu Ken", ucap Ana pelan dan masih tersengal di dalam pelukan.
Ken melonggarkan pelukannya, membuat Ana mendongakkan kepalanya menatap Ken. "Apa?", tanya Ken lembut.
"Aku menyukaimu, Ken", ucap Ana cepat dan langsung menenggelamkan kepalanya di dada Ken karena semburat merah telah hadir di pipinya.
"Terima kasih, Ana", Ken menghujani pucuk kepala Ana dengan kecupan lembut.
Tiba-tiba pintu terbuka. "Maaf Tuan!", Han masuk tanpa permisi. Matanya terbelalak kaget dengan pemandangan indah yang disajikan oleh bosnya, Han tersenyum canggung. Dia juga merutuki dirinya sendiri yang dengan bodohnya masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dulu.
Begitu juga dengan Ana dan Ken yang sama kagetnya. Ana berusaha melepaskan diri dari pelukan Ken, dia menahan malu karena tertangkap basah oleh Han. Sedangkan Ken merasa masa bodoh dengan kehadiran Han, dia tetap mengeratkan pelukannya.
"Ken!", Ana melakukan protes dengan melebarkan matanya ke arah Ken.
"Baiklah, baiklah", Ken melepaskan pelukannya dan tersenyum memandangi Ana yang nampak kikuk dan malu.
"Ada apa?", tanya Ken dengan nada dingin dan tak kalah tajamnya. Dia kesal atas tindakan ceroboh Han yang mengganggu kesenangannya.
"Ee,, maaf Tuan, investor kita dari negara J menelpon dan meminta bertemu hari ini juga. Karena besok dia harus sudah terbang kembali ke negaranya", ucap Han dengan jelas meskipun untuk mengawalinya dia merasa agak kikuk.
"Adakan jamuan makan malam di tempat biasa", jawab Ken cepat dengan isyarat mata yang mengatakan bahwa Han harus cepat pergi dari sini.
"Baiklah Tuan", Han membungkuk hormat dan mengundurkan diri dari ruangan tersebut. Tak lupa dia menutup kembali pintu itu rapat. Kemudian dia memutar sebuah papan pemberitahuan kecil yang berada di depan pintu dan memasangnya pada sisi "sedang rapat",
Ken menghadapkan dirinya ke Ana lagi yang sudah berdiri tegak menunggunya untuk bertanya.
"Apakah aku sudah bisa pulang?", tanya Ana ragu.
Ken mendengkus kesal. " Apa sebegitunya kau tak ingin berlama-lama dengan diriku, Ana?", ucapan Ken tenang namun tersirat sebuah kegusaran.
"Bu..bukan begitu Ken!", sahut Ana cepat sambil mengelus lengan Ken berusaha untuk meredam emosi yang terbaca olehnya.
"Aku belum selesai Ana!", Ken menyilangkan tangannya sambil menyeringai.
Ana tersenyum gugup, dia menundukkan kepala untuk menyembunyikan semburat merah yang hadir lagi di wajahnya. Ana mengeratkan jemarinya ke belakang tubuhnya dan mengetuk-ngetuk satu kakinya ke lantai, gerakan yang sama saat tadi pagi dirinya sedang gugup di depan lift.
Tindakan Ana tak ayal mengembangkan senyum lebar pada bibir Ken. " Kau itu sungguh menggemaskan, tau!", ucap Ken sambil mencubit gemas pipi Ana.
"Auw sakit Ken!", Ana mengaduh kesakitan setelah Ken melepas tangannya pada pipi Ana.
Ken menghadiahi beberapa kecupan kecil di bibir Ana saat melihat Ana yang makin menggemaskan dengan pipi yang makin merah akibat ulahnya.
"Maksudnya aku belum selesai bicara Ana", ucap Ken tersenyum usil.
"Ayo coba katakan?".
"Menikahlah denganku Ana", ucapan Ken terdengar begitu tulus dengan tatapan sendu yang begitu dalam merasuki manik mata Ana.
Sebentar Ana bergeming dengan posisinya dan tak mengeluarkan suara apa pun, bahkan nafasnya pun tak terdengar. Dia berusaha mencerna ucapan yang baru saja terlontar dari bibir Ken. Serangan mendadak ini lebih parah dia rasa daripada serangan-serangan yang biasa Ken lakukan pada bibirnya. Kali ini menyangkut masa depannya. Semudah itukah Ken mengeluarkan ucapannya, sudah benarkah pikirannya dengan mengajukan pernyataan seperti itu. Ana berkecamuk dengan pikirannya.
"Tapi Ken, baru saja kau menyatakan perasaanmu padaku kemudian di detik berikutnya kau memintaku untuk menikahimu. Jangan main-main Ken! Ini menyangkut masa depan kita. Bahkan kita belum mengenal satu sama lain!", semua kata terlontar begitu saja dari mulut Ana.
"Tapi aku sudah!", ucap Ken singkat kemudian menyandarkan punggungnya di kursi di belakangnya. Ana tak bertanya tapi alisnya berkerut dalam.
"Aku sudah mengetahui semua tentangmu. Dimana saja kau bersekolah, dengan siapa saja kau berteman, pekerjaanmu yang sebelumnya bahkan hubungan keluarga yang tidak harmonis antara kau dan ayahmu versus Krystal dan ayahnya", tutur Ken secara gamblang tanpa ada yang ditutup-tutupi.
"Kau menyelidikiku?", kali ini suara Ana terdengar menuntut dan sedikit nyaring.
"Iya", jawab Ken yakin. Ken menatap Ana dengan tatapan tajamnya menunggu reaksi Ana selanjutnya.
"Kau...", Ana menggeram. Dia hendak menendang tulang kering Ken lagi. Tapi dengan gerakan cepat bahkan tak terlihat, Ken berhasil menaklukan Ana ke pangkuannya.
Ken mendekap tubuh Ana erat. Melingkarkan kedua tangannya pada pinggang Ana hingga tubuh mereka tak berjarak. Ken menyelipkan sedikit rambut Ana yang terurai ke belakang kuping.
"Aku sudah mengetahui semua tentang dirimu, Ana. Hanya hatimu yang belum ku ketahui sepenuhnya. Maaf jika aku curang, tapi penilaianku terhadap seseorang tidak pernah salah. Hanya kau yang pantas menjadi pendampingku kelak, Ana. Bahkan ditambah lagi dengan perasan kita yang sama. Itu lebih dari cukup bagiku untuk mengatakan maukah kau menikah denganku", ucapan Ken benar-benar tulus tak dibuat-buat.
"Tapi aku belum, Ken. Aku belum mengenalmu lebih jauh", ucap Ana sendu.