Di tengah hiruk pikuk kota Jakarta, jauh di balik gemerlap gedung pencakar langit dan pusat perbelanjaan, tersimpan sebuah dunia rahasia. Dunia yang dihuni oleh sindikat tersembunyi dan organisasi rahasia yang beroperasi di bawah permukaan masyarakat.
Di antara semua itu, hiduplah Revan Anggara. Seorang pemuda lulusan Universitas Harvard yang menguasai berbagai bahasa asing, mahir dalam seni bela diri, dan memiliki beragam keterampilan praktis lainnya. Namun ia memilih jalan hidup yang tidak biasa, yaitu menjadi penjual sate ayam di jalanan.
Di sisi lain kota, ada Nayla Prameswari. Seorang CEO cantik yang memimpin perusahaan Techno Nusantara, sebuah perusahaan raksasa di bidang teknologi dengan omset miliaran rupiah. Kecantikan dan pembawaannya yang dingin, dikenal luas dan tak tertandingi di kota Jakarta.
Takdir mempertemukan mereka dalam sebuah malam yang penuh dengan alkohol, dan entah bagaimana mereka terikat dalam pernikahan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon J Star, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Siapa yang Lebih Kasar?
Akhirnya, jamuan makan malam itu selesai. Berkat nafsu makan Revan yang besar, mereka harus menyiapkan tiga porsi steak tambahan sebelum merasa kenyang.
Herman hanya bisa merasakan darahnya menetes dari hati. Di depan matanya, ada seorang penjual sate yang puas dan bersendawa, yang sejak awal sibuk degan dirinya sendiri. Baginya kerugian uang tambahan tidak seberapa, tetapi penampilan nyeleneh Revan membuat Herman kehilangan kekuatan untuk melawan. Setiap serangan verbal hanya terasa seperti memukul kapas, membuang-buang tenaga.
“Terima kasih atas jamuannya Pak Herman, saya rasa kita harus pergi sekarang,” kata Nayla sambil menyeka mulutnya dengan anggun, lalu berdiri.
Pada saat ini, Herman yang sudah kelelahan tersenyum, “Bu Nayla, ini sudah larut. Tidakkah lebih baik jika Kribo mengantar Anda pulang? Mengemudi di malam hari tidak aman.”
“Tidak perlu, tidak perlu,” Revan menimpali, “Bukankah ada saya? Setelah makan tiga steak, kekuatan saya sedang di puncaknya. Pak Herman, steak Anda luar biasa, seperti minum jamu kuat! Dijamin saya bisa bertenaga sepanjang malam!”
Mendengar kata-kata vulgar seperti itu, para pelayan di ruang pribadi tertawa terbahak-bahak. Mereka menatap Revan dan Nayla dengan ekspresi meragukan, tetapi orang bodoh pun bisa menyadari apa yang mereka pikirkan.
Nayla tersipu, dan diam-diam mencubit lengan Revan. Ia merasa terlalu malu dan kehilangan muka.
Dalam hati Herman, sumpah serapah seperti orang kasar, orang udik, dan binatang bisa terdengar. Namun di luar, wajahnya kaku dan tidak bergerak. Ia harus memaksakan mulutnya untuk bicara, “Anda terlalu sopan Tuan Revan, itu sudah seharusnya. Kribo, tolong antarkan mereka keluar.”
Tidak menunggu lebih lama di ruang pribadi, Nayla menarik tangan Revan dan cepat-cepat pergi dari sana. Berada di ruangan penuh pelayan, dan mendapat tatapan aneh dari mereka membuat wajahnya terasa panas membara.
Baru setelah selesai mengantar kedua orang itu, Kribo kembali ke ruang pribadi dengan penampilan lesu. Herman sudah menyandarkan tubuhnya dan duduk di sofa besar, membiarkan seorang pelayan wanita dari Hotel Bintang Biru memijat pundaknya.
“Sudah mengantar mereka?” Herman bertanya dengan mata setengah terpejam, suaranya pelan.
Mengeluarkan sebatang rokok dari sakunya, Kribo menyalakan dan menghisapnya beberapa kali dengan kuat. Ia tersenyum polos dan menunjukkan gigi-gigi kuningnya, “Sudah, nona Nayla mengemudi sangat cepat, dan hanya menyisakan jejak asap knalpot mobilnya sebelum menghilang di kejauhan.”
“Hmm.” Herman tertawa dingin, “Wanita bodoh itu, dia pikir bisa lolos dariku hanya karena membawa seorang pria untuk menghalangiku? Dia terlalu meremehkanku.”
“Bos, apa perlu aku cari pria yang bernama Revan ini dan menyingkirkannya? Begitu anak muda ini sadar siapa yang dihadapinya, dia tidak akan berani bertingkah sombong begini,” kata Kribo sambil mengayunkan tangannya seolah memotong sesuatu.
“Untuk sekarang, kamu tidak perlu melakukan apa-apa. Aku hanya perlu mengirim beberapa orang yang cakap, tapi terlebih dahulu perlu mencari tahu batas kemampuannya. Aku tidak percaya seorang penjual sate bisa tahu banyak tentang anggur Bali. Lagipula, meskipun agak vulgar, dia tidak terlihat bodoh.”
“Bos, Anda terlalu banyak berpikir. Di zaman sekarang, Anda bisa mencari tahu segalanya tentang seseorang secara daring, tidak ada yang bisa disembunyikan. Kalau dia benar-benar orang penting, kenapa dia jualan sate ayam di jalanan?” Kribo mendengus.
“Bahkan bendungan sepanjang ribuan kilometer, bisa rusak karena sarang semut. Jadi jika kamu ingin melakukan sesuatu, lakukanlah dengan hati-hati. Itulah mengapa kamu jadi bawahan, sementara aku jadi bosnya,” Herman menjawab pelan dengan mata setengah terpejam.
“Iya, iya, apa pun kata bos. Besok, aku harus pergi ke jalanan dan mencari orang untuk mengerjainya. Kalaupun dia sampai mati, dia hanya bisa menyalahkan dirinya sendiri,” Kribo lalu menggaruk kepala dan bertanya, “Bos, mengapa Anda membatasi diri seperti ini? Nona Nayla memang sangat cantik. Tapi di Jakarta ini, ada banyak sekali wanita cantik yang bisa Anda dapatkan. Tidak sepertiku dengan penampilan begini, kalau tidak mengeluarkan uang segepok, jangankan wanita baik-baik, pelacur pun tidak akan melirik,” kata Kribo sambil memainkan janggutnya.
“Apa yang kamu tahu?” Herman menjawab, “Kecantikan seorang wanita itu cuma nomor dua. Penampilan Nayla meskipun mungkin tidak banyak yang bisa menandinginya di Jakarta, tapi bagaimana dengan seluruh Indonesia? Bagaimana dengan seluruh dunia? Dunia ini begitu luas, wanita cantik bisa dihitung jutaan.”
“Lalu mengapa Bos begitu keras kepala untuk mengejar nona Nayla?” Kribo tampaknya tidak mengerti.
“Kribo, menurutmu seorang wanita lajang apalagi wanita yang cantik sejak muda, yang berhasil mengambil alih kendali penuh PT. Techno Nusantara hanyalah sekadar wajah cantik? Temperamennya, di kalangan masyarakat kelas atas Jakarta, terkenal karena sikap dinginnya, nyaris tanpa teman, dan ia berhasil melewati semua rintangan. Dalam beberapa tahun terakhir, saham PT. Techno Nusantara terus naik, menurutmu itu mudah dilakukan?”
“Apa mungkin Bos ingin mencari wanita untuk membantu bisnis?”
“Dia memang jenius dalam manajemen, tapi itu tidak berarti aku lebih buruk darinya. Hanya saja di PT. Techno Nusantara di hati semua karyawan, keberadaannya memiliki semacam gengsi. Itulah mengapa mereka bisa mencapai hasil seperti itu di sana,” Herman berkata dengan tenang, “Alasan mengapa aku ingin mendapatkannya, selain karena dia cukup layak untuk ditaklukkan, karena aku percaya dia adalah satu-satunya wanita yang mampu bersamaku. Ada alasan lain, tapi kamu tidak akan mengerti.”
“Aku benar-benar tidak mengerti,” Kribo tersenyum kembali, “Bos jelas lebih pintar dariku, kalau tidak kenapa aku akan mengikutimu?”
Herman berdeham setuju, “Kamu tidak perlu bertingkah seperti ini, wanita lain yang kamu sukai Monita juga bekerja di PT. Techno Nusantara. Jika aku berhasil mendapatkan Nayla, itu sama saja dengan mengambil alih PT. Techno Nusantara. Setelah mengambil alih PT. Techno Nusantara, para wanita di sana lebih mudah kamu dapatkan.”
Mendengar nama Monita, kedua mata Kribo langsung berbinar. Menjilat bibirnya, ia menghela napas dingin, “Bos, bagaimana Anda bisa menyebut wanita itu lagi? Aku memimpikan bokong dan dada Monita bahkan saat tidur. Jika kita bisa membawanya ke ranjang, itu sangat luar biasa, aku pasti akan diperas habis-habisan! Seharusnya Anda tidak menyebutnya sekarang, nanti malam aku harus pergi ke klub malam dan mencari ayam betina.”
“Pergi! Tampaknya kamu lebih kasar dari si penjual sate ayam itu!” Herman menyipitkan matanya ke Kribo sesaat, sambil mengumpat tanpa menahan diri.
Kribo tidak peduli dengan apa yang didengar dan cepat-cepat meninggalkan ruang pribadi.
Tidak lama setelah Kribo pergi, Herman perlahan mengulurkan tangan dan dengan satu gerakan mencengkeram pergelangan tangan pelayan wanita yang memijatnya. Tanpa ekspresi bertanya, “Berapa tarifnya?”
Pelayan itu menatap bingung dan wajah genitnya dengan banyak make-up tersipu malu. Ia ragu sejenak, lalu menjawab, “Li-lima ratus ribu, ini pertama kali aku begini.”
“Hmm,” Herman tertawa dingin, “Hanya lima ratus ribu? Jalang tetaplah jalang, murahan seperti ayam betina. Ayo ke depan, lepas pakaianmu, dan mulailah melayaniku.”
Wanita itu setelah mendengar hinaan ini, hampir menangis. Namun setelah memikirkan lima ratus ribu yang dipertaruhkan, ia menahan kata-kata itu. Menampilkan senyum memikat, ia berjalan di depan Herman dan perlahan mulai melepas pakaiannya.
Tidak lama kemudian, terdengar erangan kesedihan seorang wanita disertai dengan umpatan tak terkendali dari seorang pria.
Sambil merokok di depan pintu, Kribo sudah mengusir semua pelayan lain, memastikan tidak ada siapa pun di sekitar mereka. Hanya dia yang ada di sana tertawa sendiri, “Bos memanggilku kasar, padahal dia sendiri lebih cepat menemukan ayam betina daripada aku. Mereka yang punya uang, memang suka pamer.”
Jangan lupa, baca juga "Pelukanku Nerakamu" yang tidak kalah serunya.
Terima Kasih yang masih setia membaca, semoga semuanya sehat selalu.🙂😉