WARNING!!
Segala bentuk penjiplakan bisa di laporkan yaaa, bijaklah dalam berkarya..
Berawal dari Agam, seorang murid baru yang mendapat tantangan dari Maxim untuk masuk ke dalam gudang angker di sebuah sekolah, menyebabkannya bertemu dengan hantu Kuntilanak Laki-laki dengan segala praharanya.
Hingga pada akhirnya masalah pelik mengikutinya, membuat Agam mau tak mau harus membantu Kuntilanak tersebut dalam mengungkap siapa dalang pembunuhannya.
Kasus 16 tahun lalu yang begitu kelam pun terbuka, dengan seorang tersangka yang harus di kuak oleh Agam dan teman-teman.
Namun sekali lagi, kepolisian, detektif, jurnalis dan keluarga dari pawang sekolah, harus mati karena berusaha ikut campur. Korban siswi sesuai dengan inisial nama de
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gerimis Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rukiah
Aku terhenti dan mematung, memastikan apakah ini khayalanku atau memang ada ulat hidup di atas tanah dengan akar menyembul keluar ini. Dan ulat yang ada di kakiku ini juga, kenapa tiba-tiba bisa muncul? Ku adahkan kepalaku ke atas, mungkin berasal dari sana. Tapi pohon mangga ini belum waktunya untuk berbuah, jadi tidak ada alasan ulat berkumpul di bawahnya. Tentu tak ada yang akan mereka makan kalau buah pun tak ada.
Lalu.. Kenapa banyak ulat pada satu tempat? Ku alihkan pandanganku ke sekitar tanah, memastikan ada atau tidaknya ulat yang berserakan, dan memang tak ku dapati ulat selain pada tempat ini. Aku mengernyit bingung. Di mimpiku, jelas makhluk itu berdiri tepat di atas sini. Dan dia juga muncul di depan jendelaku. Apa aku harus kesana dan mengeceknya juga?
Aku mengalihkan pandanganku dan menatap lurus ke arah jendela kamar.
"Gam.. Mau ikut atau enggak?" Gumam kakek yang seketika memecahkan penyelidikanku. Aku langsung mengalihkan pandanganku padanya. Menatap tubuhnya yang terarah lurus menghadapku dari luar halaman rumahnya.
"Kakek mau shalat sunah dulu', entar keburu adzan!" Sambungnya lagi, karena melihat aku masih terus-terusan melongo bak orang linglung tanpa menjawab pertanyaannya.
"Oke kek. Ayo!" Balasku sambil berjalan cepat menyusulnya. Namun sesekali aku masih menoleh ke arah jendela kamarku.
Kami shalat seperti biasa, namun bedanya.. kali ini aku melakukannya di masjid dan berjamaah. Kecuali beberapa bagian shalat sunah yang memang kami laksanakan sendiri-sendiri. Aku sering shalat di rumah, padahal masjid hanya berjarak dekat dari rumahku. Harusnya ku biasakan juga shalat di masjid ketimbang di rumah. Aku ini kan laki-laki.
Setelah shalat, kami pun saling bersalaman, dan aku bertemu dengan abah Iren. Ya, aku masih ingat perawakannya. Pria besar tinggi berbadan tegap. Wajahnya lembut dan bercahaya. Ia memanjangkan jenggot sekitar empat jari panjangnya. Memakai gamis lebar berwarna hijau telur asin. Ia menahan tanganku ketika aku selesai menyalaminya.
"Agam ya?" Tanyanya, dan tentu aku langsung mengangguk.
"Tok Jamal.. siang kelak aku maen ke umah ente ok. Ade gawe yang nak ku uros. (Kek Jamal.. Siang nanti aku main ke rumah kakek ya. Ada kerjaan yang mau saya urus.)" Ucapnya sambil menoleh pada kakekku. Namun tangannya masih terus menahan dan menggenggam tanganku.
"Kasihan kamu, nak." Ucapnya seraya menatap dan melepaskan tanganku. Aku langsung menautkan kedua alisku.
Kasihan? Kasihan kenapa???
Ia berlalu dan membiarkan aku mematung memandannya. Ku lihat ia menghampiri kakek dan mengatakan sesuatu. Sambil bercerita, sesekali mereka berdua menoleh ke arahku. Kenapa ya??
Wajah mereka mengeras dan tegang. Ku lihat wajah kakek berubah panik setelah abah Iren mengatakan sesuatu. Kenapa sih?? Bikin penasaran saja.
. . . .
Aku dan kakek pulang paling terakhir. Aku membantu kakek mematikan kipas angin serta lampu dalam dan luar masjid. Kami pun menutup jendela yang tadinya sempat di buka.
"Yuk, cu.. Pulang." Ucap kakek sambil meletakkan tangannya ke pundakku. Tumben-tumbenan sekali ia begitu. Aku pun mengikutinya seraya keluar dari dalam masjid. Berjalan perlahan mengikuti langkah tertatihnya karena masih sakit, mungkin.
"Abah Iren bilang sesuatu kek?" Tanyaku langsung. Kakek nampak terkesiap ketika aku bertanya seperti itu.
"Gak.. gak kok.. Gak bilang apa-apa.." Sahut kakekku gelagapan. Ia nampak panik, dan aku tak mau meneruskan serangan pertanyaanku padanya.
"Oh, yaudah kek." Singkatku sambil berjalan menuju rumah. Aku tahu kakek sedang membohongiku. Tapi aku tak mau mendesaknya.
Sampai di rumah, aku masuk kembali ke kamarku. Aku berbaring di atas tempat tidur sambil menatap ke arah jendela. Ingin sekali aku melihat ada atau tidaknya ulat di depan jendela, tapi aku tak mau berspekulasi lebih jauh jika ternyata memang benar, hewan itu ada di sana.
Aku memejamkan mataku. Membiarkan paru-paruku bernapas dengan teratur. Merebahkan tubuhku yang sedikit lelah dan merasakan kantuk.
Baru sebentar melalangbuana ke alam mimpi, lagi-lagi aku mendengar suara ketukan seperti yang ada di mimpiku semalam. Aku membuka mata, menatap langit-langit.
Ku edarkan pandanganku kesekeliling, dan mataku terhenti pada jendela kayu yang masih tertutup rapat.
Tuk.. Tuk.. Tuk..
Lagi-lagi suara itu muncul. Aku beranjak duduk, memasang telingaku dengan peka. Menatap sekitar, dan sesekali kembali menatap ke arah jendela. Aku merasa... suaranya bukan berasal dari luar, atau dari jendela.
Tapi...
Aku menunduk, menatap ranjang yang kini sedang ku duduki. Aku menenggak ludah, karena yakin.. suara ketukkannya berasal dari bawah sana.
Dengan perlahan, tubuhku bergeser ke ujung kasur. Aku meletakkan kedua tanganku ke sisi ujungnya. Jantungku berdebar, sesaat sebelum aku ingin mengintip ke bawah sana.
Tuk.....
Tuk....
Tuk...
Suara ketukan pelan, beriringan dengan debaran jantungku. Rasanya terdengar dekat dan sangat jelas.
Ragu-ragu tubuhku maju mundur, aku bimbang apakah harus menilik ke bawah atau membiarkannya begitu saja. Tapi lagi-lagi aku kembali kalah dengan rasa penasaranku sendiri.
Perlahan namun pasti, aku mulai menurunkan tubuhku ke sisi tempat tidur. Menahan tubuhku dengan bertumpu pada kedua tangan yang ku letakkan di tubuh sebelah kiri dan kananku.
Kepalaku mulai terjulur di antara sprei yang menggantung hingga ke bawah lantai. Ku angkat sprei itu perlahan. Dan seketika, tanganku menariknya dengan cepat ke atas, menampakkan kolong bawah tempat tidurku yang gelap.
Kedua mataku terbelalak ketika melihat sesosok tubuh yang berada di bawah sana. Rupanya menyeramkan, dan aku benar-benar tak ingin menceritakkan penggambarannya. Yang pasti, ia serupa Kun dalam mode menyeramkan yang pernah ku lihat.
Tubuhku mematung ketika ia menyeringai. Tiba-tiba saja ia mengulurkan kedua tangannya ke hadapanku dan melesat cepat, menarik pundakku hingga tubuhku tertarik. Aku berusaha melawan dengan membuka cengkraman tangannya yang menusuk di antara pundakku, namun hasilnya sia-sia.
Aku terjatuh ke atas lantai, dan dengan sigap tangannya menjulur menarik lenganku. Aku pun terseret dan masuk ke dalam kolong tempat tidur bersamanya.
Gelap, namun aku bisa merasakan jari-jemarinya meramah tubuhku. Aku benar-benar merinding ketakutan dibuatnya. Kuku panjangnya berhenti tepat di atas dadaku. Aku merasa ia menancapkan kukunya ke dalam jantungku dan...
Brak!!!
Aku langsung terperanjat dan beranjak duduk dari atas kasurku. Dadaku bergerak cepat. Napasku terengah-engah, dan keringat mengucur deras bak mandi dengan air pancuran. Kedua mataku terbuka lebar. Lagi-lagi aku bermimpi buruk selama tidur di sini.
"Abang lah bangon ken? (Kakak sudah bangun ya?)" Ku dengar suara anak kecil berbicara padaku. Aku langsung menoleh ke asal suara dan tubuhku terkesiap, melihat seorang anak perempuan kecil berdiri di depan bingkai pintu kamarku. Ia memakai baju terusan di bawah lutut berwarna putih dengan renda merah muda di leher dan perutnya.
Aku langsung menatap kakinya, apakah menapak tanah atau melayang, dan nampaknya dia bukan hantu. Kakinya masih berpijak di atas semen lantai nenekku.
Ia menatap lurus dengan tatapan yang sulit ku artikan. Anak siapa nih? Dia seenaknya masuk ke dalam kamarku karena tak memiliki pintu. Aku terdiam menatapnya. Dan tak ku balas pertanyaan darinya.
"Bang.. Awas..."
"Di bawah hane ade antu. (Di bawah sana ada hantu.)" Ucapnya sambil menunjuk ke kolong tempat tidurku.
Nyuuuut!!!
Jantungku berdenyut panjang dan rasanya sakit sekali. Seketika napasku menjadi sesak. dan aku langsung menyentuh dadaku. Kenapa?? Dan dari mana dia tahu kalau ada hantu di bawah sana? Sama saat aku memimpikannya tadi. Bulu-bulu kudukku berdiri dan kerongkonganku tercekat. Dingin di kulitku mulai meresap ke dalam daging, dan aku merasa cukup gelisah. Mataku mengerjap lebih sering dari pada keadaan normalnya. Aku menyeka keringatku dengan telapak tangan, dan kembali menatap anak ini dengan wajahku yang memucat.
"Bah, abang ganteng lah bangon!! (Bah, kakak ganteng sudah bangun!!") Jeritnya dengan kencang hingga membuatku tersentak.
Tak lama muncul kakek, nenek, dan juga abah Iren ke dalam kamarku. Mereka menatap getir ke arahku. Ada apa ya kira-kira??
"Mimpi buruk nak dari semalam?" Tanya abah Iren, dan tanpa sadar aku mengangguk meski dalam keadaan melongo bak orang linglung.
"Yuk, duduk di luar. Abah doain kamu." Ucapnya seraya keluar kamar, dan entah kenapa, perintahnya itu mutlak, dan aku menurutinya tanpa banyak tanya.
Kami duduk di ruang tamu, bersama kakek, nenek, abah Iren, dan anak kecil ini. Apakah dia adik Iren?? Umurnya sekitar lima tahunan, aku sudah hampir lima tahun tak ke sini, dan dulu sih Iren itu anak semata wayang. Mungkin anak ini adiknya.
Abah Iren mulai berdoa dan melantunkan ayat suci Al Qur'an. Tiba-tiba perasaanku risih dan tubuhku bergerak tak wajar. Aku merasa sesuatu yang melekat di tubuhku merambat dari daging bagian tubuh yang satu, ke bagian yang lainnya. Abah Iren berhenti sesaat hanya untuk melihat reaksiku. Aku bergidik dan mengusap bagian-bagian tertentu dari tubuhku.
Ia kembali melanjutkan doanya, dan benar saja.. Sudut perutku merasakan panas dingin yang merambat, membuat tubuhku menggeletak. Kepalaku mulai pusing dan berat. Dadaku sesak, bak sedang di tekan sesuatu.
Makin lama perutku rasanya mual, dan aku hampir mengeluarkan isinya beberapa kali. Namun aku berusaha menahannya.
"Ambek plastek Yati!! (Ambil kantung plastik Yati!!)" Pekik kakek hingga nenek segera berlari ke dapur.
"Jangan di tahan nak, muntahin.. keluarin!! Isi perut kamu gak bakal keluar kok." Pinta abah Iren padaku. Nenek pun datang dengan kantung plastik hitam di tangannya.
Tengkukku terasa berat, kepalaku benar-benar sakit dan penglihatanku terasa bergoyang, saking pusingnya. Samar-samar penglihatanku mulai gabur. Suhu tubuhku meningkat pesat. Panas sekali, pada satu titik tertentu. Berkumpul di antara dada dan jantungku.
Nenek membuka kantung plastik tersebut dan memberikannya padaku. Abah Iren mulai berdoa lagi, dan perutku tiba-tiba saja ngilu dan kembali mual.
"Muntahin!!" Seru abah Iren, dan aku benar-benar memuntahkannya.
"Hueek!!! Hueekk!!" Pekikku sambil membuka kantung plastik dan menaruhnya di bawah mulutku. Rasanya bak isi perutku benar-benar keluar seluruhnya, tapi nyatanya, yang ku lihat di dalam kantung plastik ini adalah genangan ludahku yang mengental.
"Huek!!" Semakin aku memuntahkannya, tubuhku terasa ringan. Berat di tengkukku mulai berkurang, dan kepala pusingku perlahan menghilang. Itu berlangsung lumayan lama, hampir satu setengah jam.
"Udah enakan?" Tanya abah Iren, dan aku pun mengangguk meski dalam keadaan tubuh yang sedikit lemas.
"Lah tok, dak ape-ape agek! (Udah kek, tidak apa-apa lagi!)" Ucap abah Iren hingga kakek dan nenek yang tadinya berdiri tegang mulai duduk rileks di antara kami.
"Ape wah mese di badan die? (Hantu apa ya di badannya?)" Tanya kakekku panik, namun aku sudah melihat raut lega di wajahnya.
Nenek mengambil kantung plastik muntahanku dan memberikan air putih padaku. Dengan penuh nafsu aku segera menangkap dan menenggaknya. Haus sekali rasanya.
"Bahasa Indonesia aja ya kek, biar dia ngerti." Ucap Abah hingga kakek mengangguk menyetujui.
"Dia ketempelan makhluk halus." Ucap Abah hingga membuatku tersedak. Aku lantas menjauhkan cangkir dari mulutku dan menyeka tumpahan air tersebut. Ku lihat anak kecil ini terus memandangiku.
Apakah makhluk halus yang di maksud adalah Kun??
"Itu, setannya seneng sama Agam.. Mau ambil Agam jadi miliknya." Sambung abah lagi, dan aku kembali tersentak mendengarnya. Apakah itu benar-benar... Kun?
"Laki apa perempuan?" Tanya nenek hingga membuatku mengalihkan pandangan dan menatapnya. Salah satu pertanyaanku terwakilkan sudah.
"Perempuan." Singkat Abah sambil menatapku. Aku menghela napas lega. Ternyata bukan Kun.
"Dia siluman buaya putih. Penunggu pantai dekat benteng. Semalam Iren juga di gangguin, sampai hari ini gak sekolah karena demam." Terang abah.
"Hantu itu kira Iren suka Agam karena sama-sama Agam terus. Jadi dia gangguin Iren juga." Aku terdiam dan kembali mengingat peristiwa yang menimpaku di pantai. Aku nyaris mati di buatnya. Dan lagi, sejak semalam aku selalu mimpi buruk tentang hantu perempuan kan?
"Kok bisa nempelin Agam sih?" Keluh Kakek.
"Ya, Agam ini.. gimana yaa jelasinnya.."
"Secara gaib, bau dia ini wangi.. Dari jauh aja udah kecium di hidung mereka. Terus Agam, udah pernah kesurupan ya?" Tanya Abah sambil menatap lekat ke arahku. Aku terdiam sesaat lalu kemudian mengangguk, membuat nenek dan kakek terkesiap. Yang mereka tahu, aku rajin ibadah, jadi mungkin mereka kaget kalau aku pernah kesurupan. Padahal sih, cuma kesurupan Kun.
"Nah.. Dia ini ada jalannya. Jadi kalau orang sudah pernah kesurupan itu, beda sama yang belum. Setan dan jin mudah masuknya. Ibaratnya, hutan itu sudah di tebas dan sudah di aspal. Jadi mudah di masukin atau di tempelin. Jalannya sudah ada." Terang abah hingga membuatku mengernyit.
"Kamu... ada yang jaga ya?" Sambung abah lagi hingga membuatku tersedak ludah sendiri. Aku lantas terbatuk dan mengambil cangkir di atas meja. Menghabiskan sisa air minumku tadi. Aku menatap abah ragu seraya meletakkan cangkir ke atas meja.
"Maksud abah?"
"Abah liat sih, kamu ada yang jagain. Laki-laki.. tapi dia takut.. karena kalah sama setan tadi. Umur setannya udah ribuan tahun, sementara yang jagaian kamu, kira-kira..." Abah Iren terdiam sambil memejamkan matanya.
"Baru tiga puluhan lebih lah.. Meninggalnya kurang lebih, berapa belas tahun lalu." Sambungnya sambil membuka mata. Aku terdiam. Kali ini ia benar-benar membahas Kun.
"Kamu ada yang jagain, cu?" Tanya nenek takjub. Aku hanya terdiam, tak mau menjawab pertanyaannya dengan kebohongan, karena aku tak mungkin berkata jujur padanya.
"Kira-kira.. yang jagain Agam, baik.. atau jahat, bah?" Tanyaku. Mumpung sudah ada orang yang mengerti, jadi langsung ku tanyakan saja mengenai Kun. Abah kembali memejamkan matanya, seolah sedang menembus batas gaib. Ia tersentak dan membuka matanya secara tiba-tiba.
"Dia.. seperti kamu lah.." Sahut abah menggantung, membuatku mengernyit bingung.
"Maksud abah?"
"Pada dasarnya kan, sifat hantu itu tidak ada yang baik.. Tapi mereka ganggu atau tidaknya bagi kamu, begitu.. Kalau abah liat, niatnya emang jagain kamu.. Tapi, itu semua karena dia ada perlu sama kamu."
"Kayak, mau pake kamu gitu." Aku terbelalak mendengarnya. Mau memakaiku? Apa maksudnya??
"Itu sih balik lagi ke kamu, kamu merasa terganggu gak ada dia?" Aku menggeleng hingga membuat kakek tersentak. Apa mereka masih tak menyangka kalau aku punya teman gaib?
"Untung ada dia ya Gam di pantai, kalau enggak yaa.. Begitu lah.." Sambung Abah dengan kalimat khasnya. Menggantung. Namun aku cukup paham untuk mengartikannya.
"Yang cewek.. masih ngikutin Agam gak bah? Agam risih sama dia." Abah tersenyum menatapku.
"Inshaa Allah udah enggak. Dia baru mau nempelin, tapi atas izin Allah, dia udah pergi." Aku menghela napas lega.
"Tapi masih ada satu nih.. Gak nempelin sih, tapi dia ada di dekat kamu terus."
"Yang jagain Agam tadi?" Sambung nenek hingga membuat Abah mengangguk.
"Jadi gimana Gam, dia mau abah pulangin ke asalnya kayak setan perempuan tadi, atau..."
"Mau abah lenyapkan??"
Dadaku tiba-tiba saja tercekat mendengarnya. Bak panas menjalar yang terpompa ke seluruh tubuhku. Kedua mataku terbelalak menatap abah.
"Gimana, Gam??"
"Mau di lenyapkan??"
.
.
.
.
Bersambung...
.
.
.
Note :
Hai readers, cerita tentang bab kemarin dimana hantu perempuan yang berdiri di bawah pohon dan di bawah kolong ini cerita nyata yang di alami temen author.
Jadi, temen author itu ngekos di dekat kampus dulunya, tapi karna kosnya mahal, dia pindah ke kos yang jauh banget dari kampus, alasannya karena itu punya tantenya dan gratis.
Alasan si tante ngasih gratis, karena kos itu kosong terus, gak ada yang mau diemin. Jadi di suruhlah temen author tadi.
Ternyata, temen author cuma bertahan seminggu di sana. Dia selalu mimpi buruk, seperti mimpi yang di alami Agam, lihat hantu di bawah pohon mangga, dan besoknya, dia liat di sana ada banyak ulat.
Dan mimpi yang di bawah kolong tempat tidur juga, pas dia bangun, anak tantenya udah ada di dalam kamar karena si tante emang sering main ke kos temenku buat mantau. Si anak bilang, "Awas kak, di kolong kasur ada hantu!"
Jadi temenku gak betah, dan balik ke kos lama. Padahal temenku alim banget dan rajin ibadah, masih gak sanggup juga tinggal di sana sendirian.. Karena di ganggu mulu' huft
Happy reading yaaa
jangan lupa vote, komen, like dan rate5 yaa buat author..
makasiiiiiih 💜
bagus.
walo GK benar" tamat😭
karna klimaks ny di buku dan blm punya😭