NovelToon NovelToon
TINI SUKETI

TINI SUKETI

Status: tamat
Genre:Romantis / Komedi / Tamat / Cintamanis
Popularitas:13.5M
Nilai: 5
Nama Author: juskelapa

Tidak cantik, tidak menarik, tidak berdandan apik, tidak dalam keadaan ekonomi yang cukup baik. Namun, hidupnya penuh polemik. Lantas, apa yang membuat kisah hidupnya cukup menarik untuk diulik?

Tini Suketi, seorang wanita yang dijuluki sebagai legenda Desa Cokro yang melarikan diri. Kabur setelah mengacaukan pesta pernikahan kekasih dan sahabatnya.

Didorong oleh rasa sakit hati, Tini berjanji tak akan menginjak kampungnya lagi sampai ia dipersunting oleh pria yang bisa memberinya sebuah bukit. Nyaris mirip legenda, tapi sayangnya bukan.

Bisakah Tini memenuhi janjinya setelah terlena dengan ritme kehidupan kota dan menemukan keluarga barunya?

Ikuti perjalanan Tini Suketi meraih mimpi.

***

Sebuah spin off dari Novel PENGAKUAN DIJAH. Yang kembali mengangkat tentang perjuangan seorang perempuan dalam menjalani hidup dengan cara pandang dan tingkah yang tidak biasa.

***

Originally Story by juskelapa
Instagram : @juskelapa_
Facebook : Anda Juskelapa
Contact : uwicuwi@gmail.com

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon juskelapa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

34. Pilihan Kedua

Dari pagi ke siang, Tini terlihat sangat ceria. Langkah kakinya nyaris melayang saking lincahnya. Semua playlist lagu di ingatan, ia dendangkan.

Ajakan Jono untuk makan siang di sebuah restoran Italia membuat hati dan kantongnya ringan bersamaan. Ditambah lagi dua pesan manis dari Jono, membuat Tini semakin tak menjejak bumi. Walau belum sempat membuka kamus untuk lebih mengerti isinya, tapi Tini sudah cukup senang.

‘Your grin is as delicate as a Daisy blossom. Your guffaws sound like a melody. I want to see your face at all times.’

“Seringaimu selembut bunga Daisy. Tawamu terdengar seperti melodi. Aku ingin melihat wajahmu setiap saat.” Tini membaca arti dari pesan bahasa Inggris Jono yang dicarinya di kamus online.

“Seringaiku? Senyum? Kok malah ngeri bayangin aku menyeringai,” gumam Tini, menggulir layar ponselnya mencari arti yang sesuai.

"Baru kali ini ada yang ngomong kalau suara tawaku kayak melodi. Sepuluh orang bilang ketawaku kayak seng dipukul kayu. Cuma Jono yang ngomong ketawaku kayak melodi. Dari sini aja sudah ketauan siapa yang waras.” Tini berdecak-decak memandang pesan yang dikirimkan Jono.

“Mbak Tini, kita bertiga keluar makan siang duluan, ya ....” Bowo melewati meja Tini dan mengangguk.

Tini memperhatikan tiga orang bawahannya keluar ruangan mereka. “Psst! Surat! Tutup pintu!” seru Tini, mengingatkan Mail yang selalu langganan lupa menutup pintu ruangan, jika keluar belakangan.

Sebelum mulai menatap layar ponselnya, tini melirik jam kecil di sudut mejanya. “Oke, sepuluh menit lagi Jono jemput. Aku masih sempet buka kamus.” Tini beralih ke pesan kedua. Lalu, ia mengetikkan sesuatu di layar ponselnya.

‘It was a privilege to meet you. It is a blessing to meet you.’

“Sebuah keistimewaan bertemu denganmu. Adalah anugerah bertemu denganmu.” Tini menarik nafas panjang. Lima menit lagi Jono pasti tiba di depan kantornya. Pria asing itu tak pernah terlambat jika berjanji.

“Aku, kok agak geli, ya. Adalah anugerah bertemu denganmu? Ini ungkapan yang lebih tepat buat aku kalau ketemu duit.” Tini mendengus kemudian mencampakkan ponsel ke dalam tasnya.

Dan benar seperti dugaannya tadi. Sedetik ia menginjak teras kantor, mobil Jono tiba di depannya dan membuka kaca.

“Hi, Dear,” sapa Jono saat Tini sudah duduk di kursi depan.

“Hi, Dear,” sahut Tini. Untuk arti katanya itu, Tini tidak membuka kamus.

“My flight from Singapore landed last night. I’ve been missing you for three days. Even, I’m not particularly enthusiastic about work, (Penerbanganku dari Singapura mendarat kemarin malam. Tiga hari aku merindukanmu. Bahkan, aku tidak terlalu antusias bekerja,)” tutur Jono saat mobil telah melaju.

“Aduh, modhar. Kalau sudah sepanjang ini yang diomongi mumet kepalaku,” sahut Tini.

“I miss you, (Aku rindu kamu,)” ucap Jono kemudian.

“Nah, kalau ini aku ngerti. I miss you too. Ngunu ae, kok, repot.” Tini tersenyum lebar menatap Jono. Kalau ia merasa percaya diri dengan apa yang dikatakannya, Tini tersenyum bangga.

Tiga puluh menit di dalam perjalanan menuju restoran Italia yang dimaksudkan oleh Jono, percakapan di mobil selalu diisi dengan Jono yang membicarakan sesuatu yang jarang dimengerti Tini. Ia hanya bisa ber-Ooo atau ‘Oh, yeah?’ atau hanya ‘Hmmm’ untuk mencari jalan aman.

“I’m confident you’ll enjoy the food at this establishment. I frequent this location with my pals. When a guy doesn’t have a girlfriend, a pint of beer and a plate of pizza on a Saturday night are the best buddies. (Aku yakin kau akan menikmati makanan di tempat ini. Aku sering mengunjungi tempat ini bersama teman-temanku. Ketika seorang pria tidak punya pacar, segelas bir dan sepiring pizza pada di Sabtu malam adalah teman terbaik.)” Jono sudah menghentikan mobilnya di salah satu lahan parkir yang kosong tepat di seberang restoran.

Jono menatap Tini usai mengatakan hal itu. Tatapan pria itu sayu, sendu dan terlihat merayu. Sayangnya, Tini tidak merasakan apapun. Karena ia tidak mengerti apa yang baru saja Jono ucapkan barusan.

Perlahan punggung tangan Jono menyentuh pipi Tini. Saat menikmati sentuhan Jono pandangan Tini tertunduk.

“Astaga!” Tini setengah memekik memegang dadanya. Pandangan Tini tertumbuk pada sesuatu yang terbungkus ketat di antara kedua paha Jono.

“Is there a problem? Is there anything I can do to make you happy? (Ada masalah? Hal apa yang bisa kulakukan untuk membuatmu bahagia?)" tanya Jono, memandang sekilas tubuhnya sendiri dari atas ke bawah dengan raut tanpa rasa bersalah.

"Awakmu kuwi omong opo? Kowe muni-muni ro aku, aku yo gak ngeh. Sebenere ki eman-eman, meneh kowe kuwi, duh .... (Kamu ngomong apa? Kamu ngomelin aku, aku juga nggak ngerti. Sebenarnya cukup disayangkan. Apalagi kamu itu, aduh ....)” Tini kembali melirik ke arah benda yang membuatnya susah fokus.

Lagi-lagi ini menghela napas panjang dan berat.

“Awakmu kuwi sebenere wis mlebu ekspektasiku, tapi aku cok mumet nek dijak’i karo kowe ketemu. (Kamu ini sebenarnya sudah memenuhi ekspektasiku. Tapi aku mumet tiap kamu ajak ketemu.)” Tini tak lagi peduli apakah Jono mengerti dirinya atau tidak. Iya tetap lanjut berbicara.

“Kowe lungguhe sek bener to. Duh, gusti. Mripatku sawangane rono terus. Ora di ndelok’i, kok, rugi rasane. (Kamu duduknya yang bener. Ya, ampun. Mataku mau ke situ terus. Enggak diliat kok rugi,” ungkap Tini sejujurnya.

Jono tiba-tiba menangkup kedua pipi Tini, mendongakkan kepala dan menempelkan bibir mereka. Tini yang memang sudah lama tidak dicium sudah terhanyut terhanyut sejak detik pertama.

Ciuman Jono dinilai Tini sangat gurih, mahir, tapi tidak memabukkannya. Jono ganteng, rapi, necis, tapi debaran itu tak ada. Rasanya setiap ia pergi berkencan dengan Jono, itu hanya sebagai ajang pamer unjuk gigi kepada orang.

Jono menyusuri bagian belakang kepala Tini dengan jemarinya. Pria itu menyibak rambut Tini ke belakang bahu. Kemudian tangan Jono turun membelai punggung Tini lalu turun lagi sampai ke bawah dan tiba di pinggul, serta meremas lembut bagian itu.

Tini tak ingin tinggal diam. Ia tak ingin sepasang tangannya terbengkalai begitu saja. Lalu ia pun mulai meremas paha Jono. Seiring dengan itu rasa penasaran pun menggelitik hatinya. Sungguh Tini tak ingin membandingkan. Tapi ini benar-benar penasaran. Kenapa Gatot yang bertubuh tinggi semampai benda pentingnya sekurus colokan kompor?

Ciuman itu cukup panas. Sambut menyambut dengan teknik gabungan yang selama ini Tini impikan untuk ia praktekkan di tempat yang benar. Tapi, Tini tetap tidak merasakan perutnya diterbangi kupu-kupu.

Sikap Jono yang terlihat selalu mengistimewakan Tini menjadi salah satu daya pikat pria itu di matanya. Bersama Jono membuat Tini merasa begitu penting. Tapi, Tini selalu kesulitan dalam soal komunikasi mereka. Jono yang hanya bisa sedikit berbahasa Indonesia, ditambah Ia yang hanya bisa sedikit berbahasa Inggris, merupakan perpaduan tepat dari sepasang peserta kuis tebak kata.

Setelah Agus sebagai pilihan pertama tidak membuat Tini yakin. Lalu Jono pun yang sebagai pilihan kedua tak membuat hatinya tergerak.

To Be Continued

1
Etty Narulita Idah
terbaik
Rinisa
Detail banget Author nya, denah desa sampai undangan bener2 best ...👍🏻
Rinisa
Oooh, ternyata begini peta desa Cokro...👍🏻🤩
Titien Muliasari
Luar biasa
Shieay_Laa
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣buset tin tin
Rinisa
🙈🙈🙈😂🤣...
Rinisa
Awal Mak Robin ketemu Tini...😂
Rinisa
Episode awal mantaaap....👍🏻😂
Shieay_Laa
jadi terharu weh
Shieay_Laa
kok aku terharu ya .....
Shieay_Laa
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Shieay_Laa
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣ya Allah perutku.... gak sanggup ngakak....
Shieay_Laa
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Shieay_Laa
mantap ilmu ini.....
Shieay_Laa
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Shieay_Laa
Mak Robin......ya Allah Mak ...
Shieay_Laa
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤭🤭🤭🤭🤭🤣🤣🤣🤭🤣🤭🤣🤭🤣
Shieay_Laa
,🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣 aku padamu Mak Robin
Shieay_Laa
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Shieay_Laa
padahal lagi sedih ya kan... tapi kok aku bengek sih 🤣🤣🤣🤣🤭🤭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!