Berniat berlari dari penagih utang, Kinan tak sengaja bertabrakan dengan Reyhan, laki-laki yang berlari dari kejaran warga karena berbuat mesum dengan seorang wanita di wilayah mereka.
Keduanya bersembunyi di rumah kosong, sialnya persembunyian mereka diketahui oleh warga. Tanpa berpikir lama, warga menikahkan paksa mereka.
Keinginan menikah dengan pangeran yang mampu mengentaskan dari jerat utangnya pupus sudah bagi Kinan. Karena Reyhan mengaku tak punya kerjaan dan memilih hanya menumpang hidup di rumahnya.
READER JULID DILARANG MASUK!
Ini hanya cerita ringan, tak mengandung ilmu pelajaran, semoga bisa menjadi hiburan!
Tik tok : oktadiana13
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Okta Diana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Vacuum Cleaner
Dengan bibir yang terus mengerucut aku memandanginya. Wajah Rey nampak lesu, malu dan tertunduk tak berdaya.
"Aku itu juga maunya lama, tapi gimana lagi, ini rasanya ...." Dia tak meneruskan ucapannya. "Nanti aku cari cara biar lama. Jangan marah gitu dong! Malunya itu sampai kebawa mimpi tau gak."
Aku menutupi mulut tak sanggup menahan tawa, saat melihat ekspresi wajah melasnya. Memeluknya mungkin sedikit bisa menghibur. "Gak apa-apa kok yang penting kita sama-sama bahagia."
Dia melepas pelukanku, "Tadi katanya kurang lama? Sekarang gak apa-apa," dengusnya seraya mengerutkan muka.
"Yang kedua kamu pas malam pertama dulu 'kan lumayan nambah durasinya," ucapku dengan merapikan rambutnya yang berantakan karena aku jambak tadi.
Rey mencium pipiku dan memeluk kembali. "Bentar lagi ya!"
Aku mengangguk dan tersenyum. "Aku lapar Rey."
"Ya udah ayo kita makan dulu!"
Rey membantuku untuk memakai lingerie ini. Seperti tak ikhlas dan meminta upah saat dia berhasil membantuku mengaitkan bra dengan meremas pelan isinya.
"Ih," Aku mencoba menepisnya. Dia terkekeh kecil.
Hanya dengan memakai lingerie saja aku keluar kamar dan memasak mie instan. Entah kenapa, aktifitas tadi benar-benar menguras energi padahal tak lebih dari sepuluh menit.
Rey tiba-tiba memeluk dari belakang saat aku sibuk menuang bumbu mie ke piring. Hanya dengan bertelanjang dada dan mengenakan celana pendeknya, sungguh aku menyukai bentuk tubuhnya.
"Kamu mau?" Aku meliriknya.
Dia mendaratkan dagunya di bahuku. "Boleh." Rey kembali mencium pipiku. Dia menyibakkan rambut panjang ini. "Kamu cantik!" Senyumnya sangat manis sekali.
Aku membuang muka seraya menggigiti bibir bawah malu. Bisa banget dia membuat wanita terbang. Aku lupa dia dulu siapa. Reptilia berkaki dua. Ah tidak, sekarang dia adalah tuan muda.
Saat semua sudah matang, aku menaruh piring berisi mie instan goreng ditambah telur mata sapi di meja makan.
"Sini!" Rey duduk dan menepuk-nepuk pahanya. Dia menarik tanganku, kini aku duduk di atas pangkuannya seraya memakan mie itu.
Tangannya begitu aktif, meraba perut dan yang satunya meremas pelan payudaraku. Aku sebenarnya tak begitu bisa menikmati makanan ini karena menahan geli setiap sentuhan tangannya.
"Rey ... aku mau makan dulu!" rengekku pelan seraya menepis tangannya yang nakal.
"Ya makan aja!"
"Tapi tangan kamu jangan kemana-mana!" Aku menyuapi satu sendok mie ke mulutnya. Bagaikan anak manja, dia menyandarkan kepalanya di bahuku seraya terus melingkarkan tangannya di perutku sampai selesai makan.
Tak sampai lima menit aku menghabiskan makanan ini. "Udah kenyang?" tanyanya. Aku mengangguk pelan.
"Aku cuci piring dulu ya!" Aku berdiri dari pangkuannya. Rey berjalan menuju sofa ruang tamu. Asap rokok yang keluar dari mulutnya begitu nampak jelas dari dapur, membuat mata ini memicing. Menyebalkan, kenapa harus merokok lagi?
Selesai mencuci piring aku berjalan pelan mendekatinya dan menutup kedua matanya dengan telapak tanganku dari belakang.
"Rokok lagi," gertakku. Rey menyunggingkan bibirnya sembari melirikku dengan tatapan penuh gairah. Aku berjalan memutari sofa duduk di atas pangkuannya menghadap dia. Meminta rokok yang terselip di jarinya lalu mematikan paksa di asbak yang berada di atas meja.
Aku memeluknya dan Rey seperti kesusahan membuka resleting celananya. Aku memberanikan diri mencium bibirnya yang menggemaskan itu. Ah, bau nikotin itu lagi-lagi menganggu konsentrasiku.
Krek
"Sobek Rey!" Aku mendengus kesal. Saat dia tiba-tiba merobek paksa lingerie yang ku kenakan ini.
"Besok aku belikan sepuluh!"
"Ih," Dia membuang baju tipis yang ku kenakan ini sembarang arah dan kini tak ada sehelai pun yang menutupi tubuh kami.
"Bermainlah di atas sesuka hatimu seperti dulu!" bisiknya kemudian dia menengadahkan kepalanya di sandaran sofa dengan kedua tangan yang terus meremas kedua payudaraku.
Aku mulai memasukkan miliknya dan mencoba naik turun menggerakkannya. Matanya terpejam dengan senyuman menyeringai. Sepertinya dia begitu menikmati semua ini.
Rey menatapku saat aku berhenti, kepalanya mendekati dadaku, menjilat lalu menghisap kuat ujung payudaraku bergantian kiri dan kanan. Ini membuatku menjerit kenikmatan.
"Reh ...."
Dia menghentikan dan ganti memautkan bibirnya dengan bibirku. Menghisap kuat bibir atas dan bawah secara bergantian. Tangannya memelukku erat sampai dada sangat sesak untuk bernapas.
"Ouh ... enak banget baby. Jangan berhenti! Yang cepat!" serunya dengan menyandarkan kembali kepalanya seraya menutup mata.
"Kalau cepat nanti kamu keluar cepat juga!" Aku mendesah dengan terus naik turun mempercepat ritme penyatuan kami . Rey menghisap kembali ujung payudaraku. Kali ini hisapannya sampai berbunyi sumpah ini geli sekali.
Aku menjambak rambutnya berusaha menghentikan ini semua. Namun, yang ada dia semakin menggila.
"Rey stop! Kamu itu kayak vacuum cleaner tau gak!"
Dia membuang mukanya dan terkekeh. "Lihat ini!" Dia menunjuk payudaraku. "Begitu menantang dan menggoda, siapa yang tak merasa gemas menghisapnya. Gini aja anggap aku vacuum cleaner yang tugasnya menghisapmu!"
Aku berdecak. Rey kembali memberi kecupan ringan di sepanjang wajah membuatku kembali terbuai.
Napas rasanya memburu, tenaga serasa tercabut dari dalam tubuh saat dia menggigit kecil benda sensitif milikku. Hingga aku menjerit tertahan dengan menenggelamkan wajahnya di dadaku dan mengacak-acak rambutnya saat mencapai pelepasan yang begitu dasyat.
Dia langsung merubah posisi di atas. Menghentakan hebat pinggulnya tiada henti.
Aku mencoba menetralkan deru napas yang tak beraturan. Aku melihat jam di dinding, masih ingat betul sebelum semua ini dimulai, sudah lebih setengah jam kenapa belum juga Rey menyudahinya?
Dengan menepuk-nepuk punggungnya. "Rey cukup! A-aku ... capek!"
"Sebentar salah, lama capek."
"Tapi ini perih banget."
"Ck, tunggu sebentar!"
Gerakannya kini begitu cepat dan kasar. Aku menahan jeritan dengan terus menggigit bibir bawahku. Aku masih mampu merasakan semburan dari tekanan yang dia berikan.
Napas kami tersenggal hebat. Rey semakin mempererat pelukannya saat tubuhku sudah lemas tak berdaya. Menenggelamkan wajahnya di ceruk leherku serta menghisap dan pasti bertambah lagi tanda merah disana.
"Kamu capek?" Tangannya mengusap dahiku yang penuh peluh. Aku mengangguk dengan dada kembang kempis. "Baru dua kali udah capek, kayak gitu kok cita-citanya berhalu punya suami tuan muda pemaksa yang bucin jika bercinta sampai pagi tiba," ledeknya dengan memajukan bibir bawahnya.
"Bisa pingsan di tengah malam aku," sahutku dengan napas masih terengah-engah. "Untung tuan mudaku ini cuma kuat dua kali."
"Eh jangan salah, aku bisa lagi loh!" tegasnya. Aku melihat jam di dinding.
"Ini jam setengah dua belas malam. Aku mau mandi, lengket banget rasanya!"
Aku berusaha duduk, mendorong pelan dada Rey dan mengambil lingerie yang dia robek tadi. Memakainya sementara sampai di kamar mandi.
"Ya udah, kita mandi bersama!"
"Gak mau, aku capek!"