Demi keselamatan jiwanya dari ancaman, Kirana sang balerina terpaksa dijaga oleh bodyguard. Awal-awal merasa risih, tetapi lama-lama ada yang membuatnya berseri.
Bagaimana kalau dia jatuh cinta pada bodyguardnya sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kujo monku, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 30 : Tamu Dadakan
Di kota Jakarta, perusahaan Davis yang sedang digantikan oleh Debby sedang kedatangan tamu yang tidak terduga. Salah satu investor asing yang selama ini juga berperan penting bagi perusahaan, selain Gautama's Group.
Kedatangannya secara mendadak ini, membuat Debby yang bekerja menggantikan bos besarnya, tampak kalang kabut. Debby sempat mengumpat dan ngedumel serta bertanya-tanya apa tujuan orang ini datang mendadak. Tiba-tiba pihak mereka datang tanpa pemberitahuan atau janji sebelumnya.
Debby, dia berjalan dengan gagah dan penuh wibawa menuju lobi perusahaan. Dia akan menyambut langsung tamu itu. Dia juga tidak lupa mengirim pesan pada Jojo untuk segera datang membawa bala bantuan. Hanya untuk penjagaan tamu VIP mereka.
Saat tiba di lobi depan, tiga mobil berwana hitam berhenti serempak. Terlihat satu mobil paling mewah yang berhenti di tengah, pintunya terbuka setelah para pria-pria bertubuh tinggi besar membukanya. Nampak sosok pria paruh baya berkharisma keluar dari mobil itu.
Pria yang usianya lebih dari setengah abad itu terlihat gagah saat merapikan jas yang diam kenakan. Sorot matanya begitu tajam. Debby begitu gemetar. Dia belum pernah menghadapi beliau ini sendirian.
"Wait me, Daddy!"
Debby terkesiap melihat siapa yang barusan berseru tersebut. Ada gadis muda cantik keluar dari mobil yang sama dan menyusul pria tua itu.
'Jangan-jangan dia sugar baby, Tuan Alfred,' batin Debby.
"Ehem,"
Debby terkesiap saat Alfred membuyarkan lamunannya. Debby langsung memasang senyuman terbaik untuk menyapa tuan besar di hadapannya itu.
"Selamat Pagi, Tuan Alfred. Selamat datang di Khiel's FoodTech," sapa Debby dengan sangat ramah.
Alfred Ridle, pria blasteran Manado-Rusia. Darah Manado mengalir dalam darahnya dari pihak bapaknya. Alfred sendiri lahir dan besar di Rusia, tempat ibunya berasal. Beliau pun bisa berbahasa asal negara bapaknya.
"Selamat Pagi! Dimana Davis? Harusnya dia yang menyambut kami," protes Alfred.
Raut wajah Alfred semakin tidak bintang lima alias tidak ramah sama sekali. Debby pun menggerutu dalam hati. Dia yang berulah, dia yang marah. Dongkol sekali Debby.
"Maafkan kami, Tuan Alfred! Tuan Davis sedang tidak ada ditempat. Beliau sedang cuti bulan madu selama dua minggu penuh,"
"WHAT? YOU BILANG, TUAN DAVIS SEDANG BULAN MADU? HELLOW– kapan dia menikah?" teriak gadis itu dengan suara cemprengnya.
Tidak hanya gadis itu yang kaget. Alfred pun juga kaget.
"Maksudmu, Davis sudah menikah? Kenapa tidak ada undangan sampai ke kami? Kalian pikir kami bukan orang penting? Kurang ajar!"
Debby tidak tahu itu. Setahu dia, undangan sudah dia kirim melalui email perusahaan. Bahkan, dia yakin sekali jika semua undangan sudah dikonfirmasi oleh perusahaan masing-masing. Mana mungkin, perusahaan sepenting Ridle Co., bisa terlewatkan.
"Maaf, Tuan. Kami sudah mengirim undangan ke email perusahaan dan Ridle Co. sudah memberi balasan ke kami kalau undangan sudah diterima," jawab Debby dengan tenang. Dia berusaha tidak terpancing emosi. Bisa kena amuk Davis nanti.
Jelas-jelas Alfred tidak diberitahu oleh sekertarisnya. Dia langsung berbalik dan menatap sekertarisnya yang sedang berdiri di belakang dengan gemetaran.
Wanita berusia sekitar 40 tahunan itu tampak mengecek semua email perusahaan yang masih terarsip. Email itu ternyata ada dan saat dilihat tanggalnya, email itu masuk saat dia cuti satu minggu karena sakit.
"What happened, Daniella?"
Daniella menjelaskan situasi ini. Dia juga mengatakan saat itu anak Alfred lah yang menggantikan dirinya sebagai sekertaris.
"Ella?" Alfred sudah menatap tajam anaknya.
Gadis muda itu anak semata wayang Alfred. Gadis itu memaksa ikut ke Jakarta karena punya tujuan sendiri. Dia juga memaksa daddy nya untuk melancarkan rencananya itu.
"Dad– Daddy, I tidak membaca isi email itu, I langsung balas, Oh My God!"
...****************...
Beberapa hari di Paris rasanya sudah cukup. Baik Kirana dan Davis sudah sering mengunjungi kota ini, tetapi dengan tujuan yang berbeda. Kali ini, mereka pergi bersama dengan tujuan menikmatinya masa-masa madu sebagai pengantin baru. Jadi, tidak perlu terlalu lama di Paris.
Kini mereka sedang menunggu boarding di Bandar Udara Paris-Charles de Gaulle. Kirana sudah tahu tujuan mereka, karena semalam dia bisa membujuk suaminya untuk memberi tahu kejutan bulan madu mereka.
Maldives– Maladewa
Kirana senang sekali. Dia memang sudah lama ingin berlibur ke negara kepulauan yang terdiri dari kumpulan atol di Samudra Hindia tersebut. Hanya, dia belum kesampaian karena kesibukannya sebagai balerina dan model.
Dari Paris, mereka memilih penerbangan pagi dan akan satu kali transit di Abu Dhabi selama hampir lima jam, sebelum bertolak ke Maldives. Penerbangan mereka sekitar lima belas sampai enam belas jam. Perkiraan, mereka tiba di Velana Airport, Maldives, keesokan harinya.
Lelah? Tentu tidak. Energi keduanya sudah terisi penuh di Paris. Kembali, mereka menggunakan penerbangan kelas utama ke Maldives.
"Mau minum apa sayang?" tanya Davis saat menunggu di lounge di bandar udara Paris-Charles de Gaulle.
"Harusnya aku yang nawarin kamu. Aku kan istri kamu, kudu ngeladenin kamu, Mas," ucap Kirana yang hendak berdiri tetapi ditahan oleh Davis.
"Sama aja. Aku saja, Sayang. Kamu duduk manis saja. Jadi mau apa?" tanya Davis sekali lagi sambil senyum.
"Coklat panas aja, Mas," jawab Kirana yang pasrah.
"Oke, tunggu dulu, ya," Kirana mengangguk.
Davis melangkah menjauh. Kirana bisa memperhatikan Davis memesan sesuatu ke orang dengan seragam perusahaan maskapai yang akan mereka naiki tersebut. Davis begitu tampan dan sejak resmi bersamanya, pria itu sudah tidak lagi memakai masker. Ah, ternyata masker itu untuk menyamarkan identitasnya.
Jantungnya selalu berdebar kencang jika sedang memikirkan Davis. Sesuatu di bawah sana mulai basah hanya dengan menyebut nama Davis dalam pikirannya. Sungguh nakal sekali dirinya sekarang.
"Hai, kamu kenapa?" tanya Davis yang ternyata sudah kembali.
"Nothing, Honey!" jawab Kirana.
Davis menatapnya biasa. Kirana seolah berhasil menutupi pikiran liarnya barusan. Padahal, Davis sedang menutupi rasa curiganya. Tidak mungkin tidak ada apa-apa ketika melihat wajah Kirana yang putih menjadi kemerahan. Apakah Kirana sedang demam?
"Eh, kenapa?" Kirana kaget saat Davis meletakkan punggung tangannya di dahinya.
"Kamu gak demam," ucap Davis dengan santainya. Hal itu membuat Kirana terkesiap.
"Lha, emang siapa yang demam? Siapa yang sakit?"
"Kamu. Wajah kamu merah banget, Sayang. Eh–" Davis langsung teringat sesuatu. Dia pun mendekatkan bibirnya ke telinga sang istri dan berbisik, "Jangan-jangan kamu lagi ho*ni ya?"
Uh, tepat sasaran sekali pria ini. Kirana seakan mati kata. Davis benar sekali.
"Kamu selalu hot sih, Mas," godanya yang kepalang tanggung.
"Mau main cepet?"
Kirana membulatkan matanya. Dia pukul lengan Davis dengan pelan sambil celingukan melihat orang-orang yang mungkin ada disekitarnya dan mendengar obrolan mesum mereka.
Davis terkekeh dan berkata, "Tidak ada yang paham, Sayang. Ini di luar negeri. Bebas untuk apapun."
"Ih nanti aja lah," tolak Kirana. Padahal dia juga tertarik dengan tawaran suaminya.
"Nanti kamu gak tahan,"
"Tahan kok tahan," sok yakin Kirana.
"Aku yang gak tahan kalau gitu," ucap Davis yang langsung berdiri dan menarik istrinya agar ikut dengannya.
Maklum pengantin baru. Menikah diusia dimana hormon sudah terlalu matang. Dikit-dikit gerah.
Nasib Kirana pada akhirnya selamat saat ada pemberitahuan boarding. Davis pun hanya mendengus kecewa, tetapi dia tidak marah. Ah, dia harus belajar mengendalikan nafsunya mulai sekarang, seperti sebelum memiliki Kirana.
...****************...