"Takdirnya ditulis dengan darah dan kutukan, bahkan sebelum ia bernapas."
Ling Yuan, sang pewaris yang dibuang, dicap sebagai pembawa kehancuran bagi klannya sendiri. Ditinggalkan untuk mati di Pegunungan Sejuta Kabut, ia justru menemukan kekuatan dalam keterasingan—dibesarkan oleh kuno, roh pohon ajaib dan dibimbing oleh bayangan seorang jenderal legendaris.
Kini, ia kembali ke dunia yang telah menolaknya, berbekal dua artefak terlarang: Kitab Seribu Kutukan dan Pedang Kutukan. Kekuatan yang ia pegang bukanlah anugerah, melainkan hukuman. Setiap langkah menuju level dewa menuntutnya untuk mematahkan satu kutukan mematikan yang terikat pada jiwanya. Sepuluh tahun adalah batas waktunya.
Dalam penyamarannya sebagai pemulung rendahan, Ling Yuan harus mengurai jaring konspirasi yang merenggut keluarganya, menghadapi pengkhianat yang bersembunyi di balik senyum, dan menantang takdir palsu yang dirancang untuk menghancurkannya.
Akankah semua perjuangan Ling Yuan berhasil dan menjadi Dewa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Black _Pen2024, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33 Penemuan Tak terduga.
Kesadaran kosmik yang dingin itu menghilang secepat ia datang, meninggalkan Ling Yuan dalam keheningan yang lebih menakutkan daripada badai apa pun. Di puncak Pagoda Merah, di mana debu dari kehancuran atap masih melayang, waktu terasa melambat. Ling Yuan mempertahankan segel maksimal, jantungnya berdenyut dengan irama yang brutal—sebagian karena tekanan energi kutukan, sebagian lagi karena teror yang baru saja ia rasakan.
“Itu adalah entitas tingkat Dewa, Ling Yuan,” suara Jendral Mao bergema, kini lebih berhati-hati dan rendah daripada sebelumnya. “Bukan Dewa yang baru bangkit, tetapi entitas yang telah berakar dalam struktur Kekaisaran selama berabad-abad. Mereka merasakan riak Pedang Kutukan, bahkan melalui penyamaranmu.”
"Mereka hanya memindai," balas Ling Yuan secara telepati, merasakan darah dingin di nadinya. "Mereka belum mengunci. Kita punya waktu, tapi batasan itu semakin sempit."
Ancaman dari Selir Sin terasa kecil dibandingkan dengan Kekaisaran yang kuno dan kuat. Jika Kekaisaran memutuskan bahwa Pedang Kutukan Mao telah kembali, tidak peduli apa tujuannya, mereka akan memburunya dengan kekuatan penuh. Legenda Pedang Kutukan bukan hanya tentang kekuatan; itu adalah simbol pemberontakan terhadap tatanan yang telah ditetapkan.
Ling Yuan menoleh ke Zhou Lei, yang kini tergeletak tak berdaya, jalur kultivasinya hancur. Ia memastikan bahwa pria itu tidak akan bisa berbicara atau pulih, sebuah nasib yang lebih buruk daripada kematian bagi seorang kultivator.
“Kita harus mencari tahu mengapa Selir Sin menggunakan agen seperti ini,” gumam Jendral Mao. “Zhou Lei memiliki aura kultivasi yang berbeda, ia terlalu kuat untuk sekadar mata-mata. Ia pasti memiliki beberapa koneksi langsung dengan darah Yang yang korup.”
Ling Yuan mendekati tubuh Zhou Lei, mengabaikan bau gosong dan kabut kutukan yang masih menempel di udara. Dengan hati-hati, ia mencari petunjuk di jubah yang robek itu. Ia menemukan beberapa koin spiritual, sebuah jimat perlindungan, dan—yang paling penting—sebuah lencana kecil yang tersembunyi di balik lapisan pakaian.
Lencana itu terbuat dari batu giok hitam, diukir dengan lambang yang Ling Yuan kenal dari ingatan samar masa kecilnya: kepala harimau yang dilingkari oleh bunga krisan Kekaisaran. Ini adalah lambang klan Yang. Namun, ada yang salah.
Pada lambang klan Yang yang murni, kepala harimau itu harus menghadap ke kanan. Lencana di tangan Zhou Lei, bagaimanapun, memiliki kepala harimau yang menghadap ke kiri, dan ukirannya sedikit ternoda oleh apa yang tampak seperti darah kering yang diresapi sihir gelap.
Jendral Mao terkesiap. “Itu adalah Tanda Cabang Tersingkir. Lambang yang diberikan kepada anggota klan yang telah diasingkan atau yang kultivasinya dianggap 'beracun'. Tapi lencana ini… ini versi yang dikorupsi.”
Ling Yuan merasakan sakit yang menusuk. Zhou Lei bukan hanya agen asing; ia adalah seseorang yang pernah berada di bawah payung klan Yang. Pengkhianatan itu datang dari dalam, seperti yang selalu Jendral Mao peringatkan.
“Dia tidak hanya direkrut oleh Selir Sin,” kata Ling Yuan, suaranya kembali terdengar di pikirannya, kali ini penuh dengan kepahitan yang dingin. “Dia adalah bukti bahwa 'Kutukan Darah' yang disebutkan itu telah merusak banyak cabang klan Yang. Selir Sin tidak hanya memanipulasi kakekku; dia membangun pasukan dari sisa-sisa klan yang sudah busuk.”
Penemuan ini mengubah dinamika seluruh misinya. Ling Yuan datang untuk membalas dendam pada Selir Sin dan kakeknya, Jendral Yang. Kini, ia menyadari bahwa seluruh struktur klan Yang mungkin menjadi sarang kutukan, sebuah kapal yang harus dibersihkan, bukan hanya diselamatkan.
Informasi yang disampaikan Zhou Lei sebelum ia hancur kembali terngiang-ngiang: "...bahkan klan utama, klan Yang… mereka yang berada di istana… semua terlibat…”
Kutukan Darah Korupsi (yang kemudian akan ia hadapi sebagai Kutukan Kesembilan) telah menjangkiti seluruh garis keturunan. Selir Sin menggunakan racun ini untuk mengikat para anggota klan yang lemah dan serakah, menjanjikan kekuatan atau status, sementara tujuan akhirnya adalah mengorbankan mereka.
“Kita harus memfokuskan diri pada Kitab Seribu Kutukan, Ling Yuan,” desak Jendral Mao. “Kutukan pertama, Anak Pembawa Kematian, telah kau patahkan. Kau kini berada di Mortal Peak. Namun, untuk menghadapi klan Yang yang terinfeksi dan ancaman Kekaisaran, kau harus mematahkan Kutukan Kedua dan Ketiga, yang terkait dengan arogansi dan strategi. Kita perlu kekuatan dan legitimasi.”
"Legitimasi," ulang Ling Yuan, tatapannya terarah ke cakrawala timur, tempat istana kekaisaran menjulang, dan di barat, Kediaman Yang yang bobrok. "Bagaimana seorang pemulung bisu mendapatkan legitimasi di Kota Kekaisaran yang penuh kesombongan?"
“Kita telah merencanakan ini,” Jendral Mao mengingatkannya. “Turnamen Tujuh Kota. Ini adalah ajang bagi para elit kultivasi di bawah radar Kekaisaran resmi. Jika kau menang, kau akan mendapatkan sumber daya, koneksi, dan yang paling penting, sebuah identitas. Identitas Pahlawan Bertopeng yang misterius. Seseorang yang cukup kuat untuk membuat Kekaisaran berpikir dua kali, tetapi cukup anonim sehingga mereka tidak dapat mengunci asal-usulmu.”
Ling Yuan setuju. Kecepatannya untuk beraksi harus dipercepat. Setelah menarik perhatian seorang Dewa Kekaisaran, bersembunyi saja tidak lagi cukup. Dia harus bergerak di depan mata, tetapi di balik topeng yang sempurna. Sebagai pemulung misterius....
Ia mengambil napas dalam-dalam, mengumpulkan sisa-sisa energi kutukan yang masih bergejolak dari pertarungan brutal itu. Ia menggunakan teknik *Penghilangan Eterik* untuk membersihkan sisa-sisa energi Pedang Kutukan dari atap Pagoda Merah, memastikan tidak ada jejak yang tertinggal bagi Inkuisitor Kekaisaran yang mungkin datang pada fajar hari.
Saat ia melompat turun dari pagoda, bergerak dengan keheningan seorang ninja dan kecepatan seorang roh, ia merasakan urgensi yang menakutkan. Waktu sepuluh tahun yang diberikan Jendral Mao terasa semakin singkat. Setiap kutukan yang tidak ia patahkan akan mempercepat kehancuran dirinya sendiri dan seluruh garis keturunan Yang.
Ia kembali ke jalanan yang gelap, kembali ke identitasnya sebagai pemulung misterius yang tak berarti. Ia berjalan melewati gang-gang sempit, menuju gubuk rongsokan tempat Kitab Seribu Kutukan dan Pedang Kutukan Mao menunggunya.
Ling Yuan harus mulai mempersiapkan mental dan fisik untuk turnamen. Ini bukan hanya tentang kemenangan fisik; ini adalah ujian strategis dan kecerdasan, yang akan memicu pematahan Kutukan Kedua: Kebodohan Klan.
Saat ia berbelok di sudut jalan menuju pasar gelap, suara tawa yang keras dan sombong memecah keheningan malam. Tawa itu diikuti oleh suara sepatu bot mahal yang berderap di batu. Tepat di depannya, dihiasi dengan jubah sutra yang mencolok dan dikelilingi oleh pengawal-pengawal berotot, berdiri seorang pemuda yang memancarkan arogansi yang mendalam. Itu adalah seorang bangsawan klan Yang yang sedang mabuk kekuasaan, menghina seorang pedagang tua yang malang di jalan.
Wajah pemuda itu—yang merupakan pewaris palsu yang menikmati hasil pengkhianatan Selir Sin—tampak familier. Ling Yuan mengenali kemiripan yang menyakitkan dengan garis wajah kakeknya, Jendral Yang, tetapi tanpa belas kasihan, hanya kesombongan. Itu adalah Sui Hui, cucu kesayangan Selir Sin, yang seharusnya menjadi pewaris sah klan Yang, seandainya Ling Yuan tidak dibuang.
Ling Yuan membeku di bayangan, tubuhnya secara naluriah menegang. Aura kebencian dan keadilan yang ia rasakan terhadap Selir Sin kini mengalir deras menuju Sui Hui. Pertemuan yang kebetulan ini, yang terjadi hanya beberapa jam setelah ia mengidentifikasi Tanda Cabang Tersingkir, adalah takdir yang kejam. Sui Hui adalah manifestasi hidup dari kebohongan yang menghancurkan keluarganya.
Ia harus menahan diri, mengingat janji Jendral Mao untuk tidak membiarkan kemarahan menguasai misinya. Tetapi melihat Sui Hui, yang menikmati warisan yang seharusnya menjadi miliknya, adalah ujian yang jauh lebih sulit daripada menghadapi agen bayangan.
Sui Hui, yang merasa terganggu oleh keheningan di sudut gelap, melirik sekilas ke arah Ling Yuan—seorang pemulung yang kotor dan bisu—sebelum melanjutkan caci makinya kepada pedagang. Sui Hui bahkan tidak repot-repot memandangnya, seolah Ling Yuan hanyalah sampah jalanan yang tidak layak dilihat. **(Bersambung ke Bab 34: Pertemuan di Gerbang Kota)**