Sejak kecil, Eyliana terbiasa dengan kesepian. Rumahnya bukan tempat bernaung, melainkan medan perang tanpa henti antara kedua orang tuanya. Kematian mereka tidak meninggalkan duka, justru tawa ironis yang melegakan. Berbekal warisan, ia merintis karier sebagai aktris, tetapi popularitas membawa tantangan baru—pengkhianatan, fitnah, dan obsesi gelap dari penggemar.
Saat sebuah tragedi merenggut nyawanya, Eyliana terbangun kembali. Bukan di dunianya, melainkan di dalam komik 'To Be Queen', sebagai Erika, si putri sempurna yang hidupnya penuh kebahagiaan. Ironisnya, kehidupan impian ini justru membuatnya cemas. Semua pencapaiannya sebagai Eyliana—kekayaan, koleksi, dan orang-orang terpercaya—kini lenyap tak berbekas. Eyliana harus beradaptasi di dunia yang serba sempurna ini, sambil bertanya-tanya, apakah kebahagiaan sejati benar-benar ada?
"Haruskah aku mengikuti alur cerita komik sebenarnya?" Pikir Eyliana yang berubah menjadi Erika Serriot
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moonbellss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33 Pikiran Erika
Di Kereta Kuda
Kereta sudah melaju ke istana beberapa menit yang lalu. Tetapi, tidak ada satu pun dari Erika maupun Pangeran Lucas yang berbicara. Suasana menjadi canggung.
“Hmm, apa yang ingin Anda katakan, Pangeran?” tanya Erika yang menghancurkan kecanggungan ini.
“Tahukah Lady, Anda adalah Lady yang aneh?” tanya Lucas, membuat Erika terkejut.
“Apakah Anda ingin berbicara untuk menghina saya?” kata Erika yang sedikit tidak terima dengan ucapan Lucas.
“Yah. Bukan seperti itu. Saya hanya merasa Lady seolah-olah sudah mengetahui hal yang terjadi di desa itu. Lady terlihat tenang saat ikut bersama kami dan Lady juga terlihat menyarankan hal yang seolah sudah mengetahui penyakit apa yang melanda desa,” jelas Lucas yang membuat Erika sedikit panik. Tidak disangka bahwa Pangeran Lucas adalah orang yang peka terhadap keadaan.
“Ekhem!... Benarkah? Saya hanya menyarankan secara logika saja,” jelas Erika beralasan.
“Logika? Bagaimana cara Anda melogikakan keadaan tersebut?” kata Lucas sambil melipat kedua tangannya.
“Saya… Saya melihat bentuk bintik tersebut. Bintik tersebut menggelembung seperti busa sabun. Ada bintik yang sudah pecah dan belum. Saat kuperhatikan yang belum pecah, di sekitarnya terdapat kulit sehat. Sedangkan jika sudah pecah, akan timbul gelembung di sekitar pecahan dan memunculkan ruam merah. Bukan berarti gelembung itu tidak boleh pecah? Maka dari itu kita perlu membersihkan dengan hati-hati dan tidak boleh menggunakan kain kasar, apalagi diperban, yang sangat mempermudah gelembung itu pecah,” jelas panjang lebar Erika yang membuat Lucas terkejut. Lucas merasa bahwa logika itu masuk akal baginya.
Tapi tak lama kemudian Lucas tersenyum dan menutup mulutnya menahan tawanya.
“Hahaha… Hanya Anda yang mengatakan bintik itu adalah gelembung sabun. Anda menggambarkan penjelasan logika yang sangat aneh tapi masuk akal,” kata Lucas sambil tertawa pelan tapi membuat Erika menjadi malu.
“Ehei.. Tertawalah. Tapi itu benar yang saya pikirkan saat itu,” kata Erika dengan kesal sambil mengalihkan pandangannya ke jendela.
“Whahaha, maafkan saya, Lady. Benar kata As (Kakak Erika, panggilan kecil dari Andreas), pikiranmu sulit ditebak. Bukan maksud merendahkan logika Lady, tapi itu penjelasan yang masuk akal setelah dipikirkan. Bagaimana bisa para tenaga medis di sana tidak berpikir seperti itu?” kata Lucas sambil mengelap air matanya yang tanpa sadar keluar karena tertawa puas.
Erika yang melihat Lucas tertawa sedikit terpesona dengan ketampanannya. Tawanya yang lebar, Matanya yang terpejam karena tertawa, tangan kokoh besar menutup mulutnya hingga memegang perut yang pasti sudah sixpack, atau rambutnya yang halus bergerak terlihat menarik. ‘Jika aku tokoh utama, aku akan memilih Lucas, bukan Zester,’ pikir Erika. Tapi pikiran itu membuatnya terkejut dan membulatkan matanya. “PLAK!” Ia menepuk kedua pipinya dengan tangannya sendiri untuk menyadarkan pikirannya.
“Erika?! Kenapa?” Kejut Lucas yang dengan cepat menarik salah satu tangan Erika, supaya mencegah Erika tidak melakukannya lagi.
‘Apa? Sekarang kau memanggil namaku secara langsung? Apakah dia merasa kita semakin dekat?’ batin Erika yang menatap Lucas dengan wajah memerah. Erika begitu terkejut sehingga tidak mengeluarkan sepatah kata apa pun.
“Kenapa wajahmu memerah? Apa kau demam?” tanya Lucas yang kini memegang kening Erika dengan tangan kanannya. Terlihat jelas wajah Lucas menggambarkan kecemasan secara tulus. ‘Wah, sepertinya aku sudah gila. Kini dia berbicara denganku dengan santai,’ pikir Erika lagi.
“Tidak… Saya tidak apa-apa,” kata Erika lalu menyingkirkan tangan Lucas dan mendorong dirinya menjauh.
Lucas yang menyadari keadaannya langsung duduk dan menatap Erika tajam. Erika yang hanya memalingkan wajah ke arah jendela dengan wajah suram. Lucas termenung menatap Erika sambil berpikir bahwa wanita di depannya ini sulit menebak tindakannya. ‘Apa aku melakukan kesalahan?’ pikir Lucas.
***
Belajar Politik dan Jantung yang Berkhianat
Erika menatap dirinya di kaca. Terlihat jelas kantung mata di wajahnya yang kusut.
“Aaghh.. sepertinya aku tidak bisa tidur dengan baik karena memikirkan dirinya,” ucap kesal Erika. Tak lama kemudian ada suara ketuk pintu di luar kamar Erika.
“Nona, ini saya,” ucap seseorang di balik pintu.
“Masuklah,” ucap Erika mempersilakan pelayan masuk sambil duduk di depan meja rias.
“ASTAGA, Nona!” kejut Asha yang mendekatkan diri ke Erika lalu memperhatikan setiap sudut wajahnya.
“Kenapa wajah Anda kusut sekali, Nona? Kami hanya meninggalkan Anda sendiri di sini hanya beberapa hari. Bagaimana pelayan di sini merawat Anda?!” kata Asha yang panik.
“Tenanglah, Asha. Aku baru bangun tidur,” ucap Erika sambil memijat keningnya.
“Tidak bisa! Biasanya Nona saat bangun juga terlihat mempesona dan cantik melebihi peri di hutan,” kata Asha yang membuat Erika tertawa.
“Kau sungguh berlebihan. Peri di hutan tidak ada, Asha. Apakah itu artinya wajahku adalah hal mustahil?” kata Erika yang membuat Asha terkejut dengan ucapannya.
“Tidak, tidak seperti itu!” ucap Asha yang murung dengan candaan Erika.
“Hahaha, Baiklah Baiklah. Aku paham maksud baikmu. Bantulah aku bersiap. Aku harus bertemu pengajar politik hari ini,” ucap Erika sambil tersenyum kepada Asha.
“Baik!” kata Asha dengan semangat.
Erika merasakan semangat tersebut membuat hatinya tidak enak. Karena mungkin saja Asha merias Erika secara berlebihan seperti ke pesta, bukan sedang ingin masuk kelas untuk belajar.
***
Konfrontasi Kedua di Koridor
Setelah pelajaran politik selesai. Erika berjalan di koridor dengan tidak semangat. Pelajaran politik adalah hal yang paling menyebalkan dari semua pelajaran bagi Erika. Jika bukan perintah Kaisar, ia mungkin akan menolak mentah-mentah untuk belajar politik sambil melempar buku ke tanah atau membakarnya di taman.
“Erika.. Kenapa kau terlihat tidak bersemangat seperti itu?” Suara seseorang dari samping jendela koridor yang ternyata Pangeran Lucas. Jantung Erika mulai berdetak lebih cepat dari biasanya. 'Kenapa jantungku seperti ini lagi? Ini semua salah dia tertawa saat itu' Pikir Erika sedikit kesal.
“Bagaimana Pangeran bisa ada di sini?” tanya Erika menatap Lucas yang sedang berdiri di luar dekat jendela. Setengah badannya terlihat dan setengah badannya tertutup dinding.
“Aku ingin bertemu Kaisar dan melewati Istana Gypsophila. Jadi, aku tidak sengaja melihatmu. Tanpa sadar juga aku berjalan untuk ingin menemuimu,” jelas Lucas membuat Erika tersipu malu. ‘Ingin? Apakah dia sadar apa yang dia katakan?’ Pikir Erika sambil merasakan detak jantungnya yang membuat aliran darah terasa mengalir cepat ke seluruh tubuh.
“Saya tidak menyangka, Sekarang Pangeran Lucas berbicara sangat nyaman dengan saya, bahkan memanggil nama saya langsung,” kata Erika yang membuat terkejut pada dirinya sendiri. ‘Kenapa aku mengatakan ini? Apakah aku membutuhkan kepastian?’ Pikiran Erika yang mulai kacau.
“Apakah kamu tidak nyaman? Bukannya kau bahkan pernah memanggilku dengan nama kecilku? Bahkan kau juga berbicara santai saat sebelum mengetahui diriku pangeran. Kau bisa memanggilku Luc, jika kau mau,” kata Lucas sambil tersenyum.
Erika merasakan hembusan angin dingin dari jendela masuk dengan cepat, bersamaan dengan detak jantungnya. Erika tidak tahu mulai kapan dia merasakan ini semua. Mungkinkah semenjak pikiran konyol saat pulang dari desa di kereta berdua bersamanya. Erika merasa ini hal yang tidak seharusnya terjadi. Karena dia harus jatuh cinta kepada Pangeran Zester, bukan kepada Lucas.
“Sejak kapan…” gumam pelan Erika sambil menundukkan kepalanya. Lucas yang tidak mendengar perkataan Erika pun bertanya.
“Apa yang kau katakan?” Tanya Lucas. Erika menatap Lucas dengan kesal dan wajah merahnya.
“SEJAK KAPAN KITA DEKAT, BODOH!” teriak Erika lalu meninggalkan cepat.
Lucas terkejut dengan ucapan Erika, langsung membulatkan matanya dan melihat Erika pergi dengan tergesa-gesa.
“Hahh. Kau bahkan berjalan cepat dan menunjukkan telingamu yang merah,” kata Lucas sambil tertawa karena ini pertama kalinya dia dipanggil bodoh oleh seseorang. Sepertinya Lucas sangat puas dengan caranya untuk menggoda Erika. Lucas merasa senang melihat Erika memerah karena malu atau salah tingkah yang tidak tertebak itu.
Bersambung...