Davian Meyers ditinggal oleh istrinya kabur yang mana baru saja melahirkan putrinya bernama Cassandra Meyers.
Sayangnya Cassandra kecil justru menolak semua orang, selalu menangis hingga tidak mau meminum susu sama sekali.
Sampai dimana Davian harus bersedih hati karena putri kecilnya masuk rumah sakit dengan diagnosa malnutrisi. Hatinya semakin hancur saat Cassandra kecil tetap menolak untuk menyusu. Lalu di rumah sakit Davian menemukan putrinya dalam gendongan seorang wanita asing. Dan mengejutkannya Cassandra menyusu dengan tenang dari wanita tersebut.
Akan tetapi, wanita tersebut tiba-tiba pergi.
Demi kelangsungan hidup putrinya, Davian mencari keberadaan wanita tersebut lalu menemukannya.
Tapi bagaimana jika wanita yang dicarinya adalah wanita gila yang dikurung oleh keluarganya? Akankah Davian tetap menerima wanita itu sebagai ibu susu putrinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Archiemorarty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 29. LEGA
Kamar rumah sakit itu masih beraroma antiseptik, dindingnya putih bersih dengan cahaya matahari sore menembus tirai tipis. Olivia berbaring tenang di ranjangnya, tubuhnya lebih segar dibanding hari-hari sebelumnya. Wajahnya tidak lagi sepucat kemarin, pipinya mulai bersemu tipis, meski sorot matanya tetap sayu. Setiap kali dokter datang mengecek, mereka mengangguk kecil dengan nada lega, mengatakan bahwa kondisi fisiknya mulai stabil. Luka-luka yang ditinggalkan oleh tindakannya sendiri perlahan sembuh, meski luka hatinya mungkin masih jauh lebih dalam.
Davian duduk di kursi panjang dekat ranjang itu, bahunya sedikit membungkuk, tangannya saling menggenggam di pangkuan. Tatapannya terarah pada Olivia, seolah ia sedang menatap sesuatu yang berharga namun rapuh, takut sekali kehilangan. Sejak Olivia membuka matanya kembali, meski hanya sesekali, Davian merasa ada secercah harapan yang selama ini ia pikir tak akan pernah kembali. Tetapi harapan itu masih dibayangi ketakutan, ketakutan bahwa Olivia tidak akan pernah mau berbicara dengannya lagi.
Sebab benar adanya, Olivia tidak menoleh padanya, tidak menyapanya, bahkan tidak memberi satu pun kata. Seakan suaranya terkunci rapat, seakan kehadiran Davian hanya membawa luka.
Setiap hari, Davian mencoba bicara, meminta maaf, menceritakan sesuatu yang ringan, atau sekadar menyebut nama Olivia dengan nada lembut. Namun respons yang ia dapat hanya keheningan, kadang Olivia memilih memejamkan mata agar ia tidak perlu melihat wajah laki-laki itu.
Hening itu menghantam Davian lebih keras daripada teriakan marah sekalipun.
Harapan yang Rapuh
Peter, yang sering datang menemani, beberapa kali menepuk bahu Davian. "Beri dia waktu," katanya. "Kamu tahu betul, hatinya terluka dalam. Tak bisa sembuh hanya dengan maaf yang diucapkan sehari."
Davian mengangguk, mencoba memahami. Namun jauh di dalam dirinya, ia takut waktu justru semakin menjauhkan mereka. Ia takut luka itu akan berubah menjadi jurang tak terjembatani.
Hingga suatu malam, ketika Davian pulang sebentar ke rumah, ia mendengar tangisan kecil Cassandra dari kamar. Emily yang mengasuh bayi itu langsung menyambutnya.
"Dia tidak berhenti mencari Miss. Olivia, Sir," kata Emily pelan, sambil menggoyang-goyangkan Cassandra yang menangis. "Setiap malam seperti ini. Aku bisa menenangkannya, tapi Cassandra akan sering merengek."
Davian terdiam lama, memandang putri kecil yang matanya basah karena air mata. Hatinya tersayat. Cassandra tidak tahu apa yang sedang terjadi, tapi tubuh kecil itu seakan merindukan sesuatu atau mungkin tepatnya seseorang yang menjadi tempatnya bernaung dengan tenang.
Seketika, sebuah ide muncul di benaknya. Mungkin ini yang bisa menjadi jembatan. Mungkin Cassandra adalah alasan yang bisa membuat Olivia kembali tersenyum.
Keesokan harinya, setelah memastikan kondisi Olivia sudah lebih baik, Davian meminta Emily untuk menyiapkan Cassandra. Bayi mungil itu diselimuti hangat, tubuhnya harum setelah dimandikan, pipinya merona sehat. Emily agak ragu ketika Davian berkata akan membawanya ke rumah sakit.
"Apakah itu ide yang baik?" tanya Emily. "Bagaimana jika Miss. Olivia belum siap?"
Davian menghela napas dalam. "Aku tahu ini berisiko, tapi aku juga tahu Olivia. Dia hidup untuk Cassandra. Jika ada satu hal yang bisa membuatnya membuka hatinya lagi, itu adalah putri kecil ini."
Emily akhirnya mengangguk, menyerahkan bayi itu pada Davian dengan penuh hati-hati. "Kalau begitu, hati-hati di jalan, Sir."
Davian mengangguk mantap. Ia tahu, tanggung jawabnya kali ini jauh lebih besar daripada apa pun.
Ketika Davian masuk ke kamar rumah sakit membawa Cassandra, Olivia yang sedang duduk bersandar di ranjang langsung terdiam. Sorot matanya membesar, menatap bundelan kecil di pelukan Davian. Tangan Olivia refleks meraih selimut tipis menutupi tubuhnya, jantungnya berdetak lebih cepat.
"Olivia," suara Davian terdengar pelan, hampir berbisik. Ia berjalan perlahan mendekat, seakan takut gerakannya yang terlalu cepat bisa menghancurkan momen itu. "Ada seseorang yang merindukanmu."
Olivia menahan napas. Matanya mulai berkaca-kaca. Ia mengenali suara tangisan halus Cassandra yang terdengar dari dalam gendongan. Ia langsung antusias melihat bayi kecil di gendongan Davian.
"Dia merindukanmu," ulang Davian dengan suara serak. Ia berdiri di sisi ranjang, lalu menurunkan bayinya pelan. "Cassandra kecil mencari ibunya. Maukah kamu menggendongnya?"
Air mata langsung jatuh di pipi Olivia. Tanpa berpikir panjang, tangannya terulur gemetar. Davian dengan hati-hati meletakkan Cassandra di pangkuan Olivia.
Begitu tubuh mungil itu menyentuh pelukan ibunya, seolah dunia berhenti berputar sejenak. Olivia menutup wajahnya dengan tangis, mencium kepala bayinya berkali-kali, mendekapnya erat-erat.
"Cassandra ... bayi kecilku yang manis,"" bisiknya, suaranya bergetar hebat.
Bayi kecil itu, seakan mengenali sentuhan yang dirindukannya, langsung tenang. Tangisnya mereda, berganti gumaman kecil. Tangan mungil itu menyentuh dagu Olivia, membuat perempuan itu semakin tak kuasa menahan tangis bahagianya.
Davian berdiri terpaku, matanya memanas. Pemandangan itu bagai menyalakan cahaya di tengah kegelapan. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, ia melihat Olivia tersenyum, senyum yang tulus, walau disertai air mata.
Davian duduk perlahan di tepi ranjang. Ia menatap Olivia yang masih mendekap Cassandra dengan erat, seakan tidak ingin melepaskan lagi.
"Olivia?" panggilnya pelan.
Olivia tidak menoleh, matanya hanya tertuju pada bayinya. Namun kali ini, keheningannya berbeda. Ada celah kecil yang terbuka, sebuah pintu yang sebelumnya tertutup rapat.
"Aku minta maaf," kata Davian lirih, nadanya penuh penyesalan. "Atas semua yang kulakukan. Atas keegoisanku. Aku salah, Olivia. Aku tidak seharusnya memisahkanmu dari Cassandra. Aku tahu betapa berharganya dia untukmu. Maaf atas kebodohanku karena tidak berpikir panjang."
Olivia melirik ke arah Davian.
"Aku hanya takut. Takut kehilangan Cassandra dan juga kehangatan yang kau berikan di rumah saat aku tahu kau berbohong soal mentalmu. Dan dalam ketakutanku, aku membuatmu lebih menderita. Aku sungguh menyesal," lanjut Davian, menelan getir di tenggorokannya.
Olivia masih diam, namun air matanya mengalir tanpa henti. Tangannya membelai rambut tipis Cassandra, seolah mendengar setiap kata dari Davian tetapi memilih tidak segera menjawab.
"Aku berjanji," lanjut Davian dengan suara yang bergetar, "aku tidak akan pernah lagi memisahkan kalian. Aku akan memperbaikinya, Olivia. Aku akan menebus semua kesalahanku, dengan apa pun yang kamu minta. Asal kau ... beri aku kesempatan. Aku tidak sesempurna itu, kadang aku juga seperti anak kecil ketika mengambil keputusan, karena itu ... bantu aku jika aku kembali salah mengambil keputusan lagi ke depannya. Pukul aku jika perlu."
Lama sekali kamar itu dipenuhi hanya oleh isak tangis Olivia dan suara napas Cassandra. Hening itu terasa berat, tapi bukan lagi hening yang dingin. Ada kehangatan yang perlahan merayap masuk.
Akhirnya, Olivia menggeser wajahnya, menatap Davian dengan mata yang sembab. Bibirnya bergetar, namun untuk pertama kalinya setelah sekian lama, ia bersuara.
"Jangan ... jangan pisahkan aku dari Cassandra lagi," suara Olivia hampir tak terdengar, namun jelas.
Davian terhenyak. Hatinya serasa meledak karena bahagia. Ia mengangguk cepat, matanya basah. "Tidak, Olivia. Aku bersumpah. Tidak akan pernah lagi memisahkanmu dengan Cassandra. Tidak ada wanita yang mencintai Cassandra melebihi dirimu. Kau ibunya, walau kau hanya ibu susu untuk Cassandra awalnya. Tapi bagiku kau ibunya, kau lebih mencintai Cassandra dibandingkan yang melahirkannya."
"Terima kasih," ucap Olivia.
Olivia kembali menunduk, mencium bayinya dengan penuh kasih. Walau belum ada kata maaf darinya, namun ucapan singkat itu sudah cukup bagi Davian. Itu tanda bahwa harapan belum benar-benar hilang. Bahwa ia masih punya jalan untuk menebus segalanya.
Dan di kamar rumah sakit itu, untuk pertama kalinya sejak tragedi itu, ada secercah cahaya baru. Senyum yang kembali, air mata yang bukan hanya karena sakit, tetapi juga karena cinta.
Casie mungkin anaknya Davian dengan Olivia?,,dan mungkin ini semua permainan Raymond?
kau yang berjanji kau yang mengingkari
kalo sampe Raymond tau wahh abis citra mu piann, di sebar ke sosial media dengan judul
" PEMBISNIS MUDA DAVIAN MAYER, MENJADI MENYEBABKAN SEORANG WANITA BERNAMA OLIVIA MORGAN BUNUH DIRI " tambah bumbu pelecehan dll wahh habis karir 🤣🤣🤣
bisa diskusi baik² bisa di omongin baik² , suka banget ngambil keputusan saat emosi