NovelToon NovelToon
Balas Dendam Istri Marquess Yang Difitnah

Balas Dendam Istri Marquess Yang Difitnah

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Anak Genius / Mengubah Takdir / Mengubah sejarah / Fantasi Wanita / Balas dendam pengganti
Popularitas:9.6k
Nilai: 5
Nama Author: BlackMail

Dieksekusi oleh suamiku sendiri, Marquess Tyran, aku mendapat kesempatan untuk kembali ke masa lalu.

​Kali ini, aku tidak akan menjadi korban. Aku akan menghancurkan semua orang yang telah mengkhianatiku dan merebut kembali semua yang menjadi milikku.

​Di sisiku ada Duke Raymond yang tulus, namun bayangan Marquess yang kejam terus menghantuiku dengan obsesi yang tak kumengerti. Lihat saja, permainan ini sekarang menjadi milikku!

Tapi... siapa dua hantu anak kecil itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BlackMail, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 33 : Cedric Jadi Count Muda?

Dua hari setelah rapat yang mengubah segalanya, sebuah ketertiban baru yang aneh mulai terbentuk di kediaman Hartwin.

Para manajer bergerak dengan kecepatan dan efisiensi yang belum pernah kulihat sebelumnya, menjalankan perintahku tanpa pertanyaan. Ayahku tetap berada di sayap pribadinya, menerima laporan harian, tetapi tidak lagi ikut campur.

Akibatnya, rumor mengenai pensiunnya Count Hartwin tersebar hingga masuk ke koran Kekaisaran.

Lalu, Cedric... aku tidak bertemu dengannya sama sekali. Dia tidak lagi terlihat di ruang makan atau aula utama. Laporan dari para pelayan menyebutkan bahwa dia sering terlihat berlatih pedang dengan para penjaga dari fajar hingga senja, mendorong dirinya hingga batas kemampuannya.

Aku membiarkannya. Aku memberinya ruang. Bagus jika dia tidak menggangguku lagi.

Aku sibuk. Memetakan wilayah, neraca keuangan, laporan pasokan, proposal; semua itu adalah duniaku sekarang. Aku sedang membangun sebuah benteng ekonomi, bata demi bata, di atas kertas dan angka.

Pada sore hari berikutnya, saat aku sedang tenggelam dalam laporan intelijen dari Nyonya Mawar, terdengar ketukan di pintu ruang kerjaku. Bukan ketukan pelayan yang ragu-ragu. Ketukan ini tegas dan mantap.

"Masuk," kataku, tanpa mengalihkan pandangan dari perkamen di depanku.

Pintu terbuka, dan Cedric melangkah masuk.

Aku mendongak, sedikit terkejut. Dia tidak lagi terlihat seperti pemuda bangsawan yang manja. Dia mengenakan seragam latihan yang sederhana, rambutnya yang biasanya tertata rapi kini sedikit acak-acakan dan basah oleh keringat. Tapi yang paling berbeda adalah tatapannya. Tidak ada lagi kebencian buta atau keputusasaan. Matanya tajam, fokus, dan membawa beban otoritas yang baru.

"Kita perlu bicara," katanya. Itu bukan permintaan.

Aku meletakkan penaku. "Aku mendengarkan."

Dia berjalan ke mejaku dan meletakkan tangannya di atas permukaan kayu yang dipoles. Di jari manisnya, melingkar sebuah cincin yang belum pernah kulihat sebelumnya. Cincin signet dari perak, dengan ukiran rusa Hartwin yang agung, tetapi lebih kecil dan lebih sederhana dari cincin utama milik Ayah.

"Ayah memberikannya padaku pagi ini," katanya, suaranya datar. "Sebagai pengakuan."

Aku mengerti. Itu Cincin Count Muda. Jadi, ini sudah resmi. Dan inilah alasan Ayah terus menghindariku.

"Aku tidak akan berpura-pura menyukai ini, Elira," lanjutnya, menatap lurus ke mataku. "Kau... kau telah mempermalukanku di depan semua orang. Tapi kau juga menyelamatkan kita dari kehancuran. Aku tidak akan melupakan kedua hal itu."

Dia menarik napas dalam-dalam. "Dengar baik-baik! Aku tidak akan pernah menjadi anjing suruhanmu yang berlarian di lapangan hanya untuk menjalankan perintah dari balik mejamu."

"Aku tidak pernah memintamu untuk itu," balasku tenang.

"Bagus," katanya. "Kalau begitu, ini aturannya." Dia mengetuk peta wilayah Hartwin yang terbentang di mejaku. "Kau... kau hebat dengan angka, peta, dan strategi. Dunia di atas kertas ini."

Dia melambaikan tangannya ke tumpukan laporanku. "Urus itu. Perbendaharaan, investasi, perdagangan, semua rencana gilamu tentang gandum dan batu bara... semuanya milikmu. Aku tidak akan ikut campur."

Dia berhenti, tatapannya menjadi lebih tajam. "Tapi," katanya, dan kata itu terasa berat. "Tanah ini, rakyat kita, para penjaga di tembok, dan para pengungsi yang kini menjadi tanggung jawab kita... semua yang nyata, yang bisa disentuh, yang berdarah saat terluka... itu adalah tanggung jawabku. Aku!"

Dia mengangkat tangannya yang mengenakan cincin. "Mulai sekarang, aku adalah Count Muda Hartwin. Aku yang akan menjadi wajah keluarga ini di depan rakyat. Aku yang akan melindungi perbatasan kita. Dan aku yang akan memastikan perintah-perintah dari ruangan ini tidak membunuh orang-orang yang harus aku lindungi."

Aku menatapnya lama. Ini bukan lagi Cedric yang sombong dan tidak kompeten. Ini adalah seorang pria yang telah menemukan kembali harga dirinya, bukan dari warisan, tetapi dari tanggung jawab. Dia tidak lagi berusaha merebut kembali apa yang sudah menjadi milikku.

Dia sedang membangun kerajaannya sendiri, tepat di samping kerajaanku. Yah... tetapi sifatnya masih sama. Sembrono dan arogan.

Tidak ada alasan bagiku untuk menolak. Ini adalah solusi yang paling logis. Pembagian kerja yang sempurna. Lebih dari itu... menolak artinya memulai tragedi berdarah. Aku tidak menginginkannya.

Aku mengangguk pelan. "Aku setuju dengan pembagian ini... Count Muda." Menggunakan gelar barunya adalah pengakuanku. Sebuah gencatan senjata. Dengan ini, tatanan kekuasaan baru di keluarga Hartwin telah terbentuk.

Cedric tampak lega mendengar persetujuanku. Dia mengangguk sekali, sebuah gestur yang kaku namun penuh hormat. "Bagus."

Saat dia berbalik untuk pergi, aku memanggilnya. "Apa Anda sibuk, Count Muda?"

Dia berhenti di ambang pintu. "Tidak. Jika ini soal pekerjaan, aku tidak sibuk."

Itu adalah caranya mengatakan bahwa dia tidak akan membuang waktu untuk basa-basi, tetapi bersedia mendengarkan hal-hal yang penting. Aku menerimanya.

Aku mendorong sebuah ringkasan laporan yang telah kubuat ke seberang meja, peta baru kekaisaran yang telah kutandai dengan zona-zona bahaya. "Ada hal lain yang perlu Anda ketahui sebelum mulai merencanakan pertahanan wilayah kita."

Dia berjalan kembali, mengambil perkamen itu, dan matanya bergerak cepat membaca penjelasanku tentang es abadi dan tiga zona bahaya. Wajahnya yang tadi tegang kini menjadi lebih muram saat dia memahami skala sebenarnya dari bencana ini.

"Kau yakin soal ini?" tanyanya, suaranya rendah.

"Aku yakin," jawabku. "Efek terburuknya belum terasa. Tapi saat musim dingin yang sesungguhnya tiba, akan ada gelombang pengungsi kedua, bahkan ketiga, yang jauh lebih besar dari yang sekarang. Mereka akan datang bukan karena takut perang, tetapi karena kelaparan dan kedinginan. Dan mereka semua akan menuju ke utara, salah satunya ke wilayah kita."

Aku menatapnya, memastikan dia mengerti gawatnya situasi. Cedric rupanya memperhatikan dengan baik; dia menunjuk pada peta. "Wilayah County Hartwin berada tepat di luar radius. Jika informasi ini benar, kita mungkin harus membangun kamp pengungsi di seluruh lembah Winevale."

Aku menunjuk ke zona merah. "Benar. Pengungsi saat ini baru penduduk dari Atika, sebagian Latona, dan desa-desa pesisir pantai." Aku beralih menunjuk ke zona kuning. "Gelombang berikutnya akan datang dari Rowan, Latona, Evelyn, Silverwood, Lopiaroot, Bluehound, Ironshoe, dan Warmhill. Semua penduduk di sana akan mengungsi di musim dingin tahun ini."

"Tunggu-tunggu, bukankah skalanya terlalu besar? Sial, dan itu baru gelombang kedua?" Cedric memijat kepalanya.

"Berdoa saja gelombang ketiga tidak terjadi." Aku menuangkan teh dari teko dan menghidangkannya untuk Cedric. "Karena itu, pasukan penjaga kita saat ini tidak akan cukup untuk menangani kekacauan sebesar itu. Kita tidak hanya butuh prajurit biasa. Kita butuh pasukan yang terlatih untuk bertahan hidup dan bertempur di tengah musim dingin yang ekstrem."

Cedric menatap peta itu lama, jarinya menelusuri batas Zona Kuning dan Hijau. "Hah... benar-benar. Mereka merepotkan sekali; apa sebagian dari mereka akan menjadi bandit? Hah... kita butuh pasukan khusus musim dingin..." gumamnya, penuh keluhan.

Dia mendongak, matanya yang tajam kini dipenuhi oleh perhitungan strategis, bukan lagi amarah. "Kita juga harus membangun perumahan. Kita butuh tempat untuk menampung mereka semua yang tidak punya tempat untuk pulang."

"Tepat," kataku, sedikit terkesan dengan kecepatan analisisnya. "Kita perlu membangun barak dan desa baru. Sesuatu yang permanen. Kita tidak bisa membiarkan mereka tinggal di tenda saat suhu anjlok."

"Tapi dananya?" tanyanya, sebuah pertanyaan yang praktis. "Kayu, material, pekerja... itu akan menghabiskan biaya yang sangat besar. Perbendaharaan kita..."

"Kita tidak akan menggunakan perbendaharaan kita," balasku. Sebuah senyum tipis terukir di bibirku. "Kayu? Para pengungsi dari selatan memiliki hak atas tanah hutan yang kini tidak berharga. Beli hak tebang pohon mereka dengan harga murah. Mereka butuh uang. Kita butuh kayu. Ini situasi terbaik untuk mengabaikan untung rugi."

Aku berhenti sejenak. "Pekerja? Tawarkan para pengungsi pekerjaan untuk membangun rumah mereka sendiri. Beri mereka upah yang layak dan janji sebidang tanah kecil setelah desa itu selesai. Kita tidak hanya akan mendapatkan perumahan, kita akan mendapatkan rakyat baru yang loyal dan pekerja keras."

Cedric terdiam, menatapku dengan ekspresi yang rumit. Dia tidak lagi melihatku sebagai adiknya yang licik. Dia melihatku sebagai... sekutu. Sekutu yang menakutkan, tetapi efektif.

"Itu... rencana yang bagus," akunya dengan enggan. Dia mengangguk. "Dengan begitu, kita punya satu kota baru untuk ditagih pajak. Susun proposalnya, aku sendiri yang akan mengurusnya."

1
Ayudya
seru dan menegangkan
Ayudya
mampir kak
Laila Arum
masak tokokh utamanya lembek g ada bela dri,
gaby
Gile 1bab isinya cm narasi, ga ada percakapan. Bikin mata sakit
Ria Gazali Dapson
jdi ikut²an dag dig dug derrr😄
BlackMail
Makasih udah mampir.🙏
Pena Santri
up thor, seru abis👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!