MOHON MAAF
TAHAP REVISI
Pernikahan siri antara Nirmala Wongso dan juga Seno Aji Prakoso membuahkan hasil seorang anak laki-laki yang tidak pernah diakui oleh Seno, karena ia takut keluarga besarnya akan tahu tentang aibnya yang diam-diam menikahi gadis pelayan di club malam.
Setelah dinyatakan hamil oleh dokter Seno mulai berubah dan menyuruh Nirmala untuk menggugurkan kandungannya jika masih tetap ingin menjadi istrinya.
Namun Nirmala memilih jalan untuk mempertahankan buah hati dan meninggalkan kemewahannya bersama dengan Seno.
Penasaran?? ikuti jalan kisah Nirmala yang penuh dengan lika-liku kehidupan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayumarhumah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Alula langsung menatapnya kaget, ia tidak pernah mencelakai seseorang dengan cara seperti itu, tangannya langsung bergetar tatapannya heran sedikit rasa cemas dan khawatir, namun semuanya ia lakukan demi menyelamatkan nyawa seseorang yang terancam di depan sana. Tanpa basa-basi Alula langsung berteriak di saat pria satunya lagi ingin mendekatinya.
"Tante minggir ...!" teriaknya sambil berlari kencang ke arah Nirmala.
Secepat kilat Alula berlari ke arah Nirmala, sementara pria di hadapannya itu merasa kesal aksinya digagalkan oleh seorang gadis yang ia sendiri tidak tahu asal muasalnya.
Penjahat itu mendekat dengan mata menyala, pisau di tangan terangkat siap melesak, tujuannya jelas, Nirmala. Tiba-tiba Alula berteriak, langkah kakinya menghentak lantai dan ia terjun ke depan, berusaha menahan tangan yang menghunus.
Aksinya yang berani membuat pria itu meringis kesal rencananya gagal karena keberanian seorang gadis. Dengan amarah yang meledak, ia memutar tubuhnya dan menebaskan pisau itu ke arah Alula. Bunyi teriakan Nirmala pecah, napasnya tercekat saat Alula terpental, darah mengotori lengan bajunya. "Tidak ....!"
Bukan gambaran yang lama, hanya sekejap yang menusuk hati semua orang di ruangan itu. Dalam hitungan detik Nirmala sudah merangkak mendekat, tangan gemetar meraih Alula sambil memanggil namanya. "Nak ayo bangun.
Gadis itu tersenyum meskipun tubuhnya dipenuhi cairan darah. "Tante ... tenang saja ...," ucapnya meskipun sedikit tercekat, namun ada rasa lega karena ia sudah berhasil menggagalkan aksi kejahatan itu.
Nirmala segera menggelengkan kepalanya matanya penuh panik, sementara penjahat itu melarikan diri di antara bayang-bayang, meninggalkan kekacauan dan tangisan yang menggema.
"Aku harus segera telepon Airin," ucap Nirmala, sambil meletakkan kepala Alula ke lantai dengan pelan.
Setelah itu wanita paruh baya itu mulai mencari handphone bututnya ituDengan tangan gemetar Nirmala merogoh saku bajunya, mencari-cari ponsel butut yang selalu ia bawa. Jantungnya berdegup kencang, suara tangis Alula membuat tubuhnya semakin panik. Begitu ponsel itu ditemukan, ia langsung menekan nomor Airin tanpa pikir panjang.
“Airin… tolong cepat datang… ada seorang gadis yang terkena luka tusuk di rumahmu…,” suara Nirmala bergetar, hampir tak bisa menahan tangis.
Di seberang sana terdengar suara Airin yang kaget dan panik. "Apa Bu, luka tusuk memangnya ada apa?"
"Ceritanya panjang Nak, yang penting kamu cepat datang kemari," ucap Nirmala yang tidak bisa menjelaskan sedetail mungkin.
Airin tersentak kaget dengan apa yang ia dengan barusan, dengan cepat ia menyahuti ucapan Nirmala. "Baiklah Bu, kalau begitu aku segera datang bersama dengan Alaska," sahut Airin dengan cepat.
Nirmala menutup telepon, lalu kembali menatap Alula yang terbaring dengan napas terengah. Gadis itu masih berusaha menahan senyumnya, meski wajahnya pucat pasi.
“Tahan sebentar ya, Nak… tolong bertahan…,” bisik Nirmala, kedua tangannya mencoba menghentikan darah dengan kain seadanya. Air matanya menetes, membasahi wajah gadis muda yang telah rela menjadi tameng baginya.
Sementara di luar sana, suara langkah-langkah cepat terdengar, pertanda ada seseorang yang datang menghampiri. Nirmala segera berteriak agar orang-orang itu mendekat ke arahnya.
"Tolong ... datang kemari!" pinta Nirmala dengan nada sedikit tinggi.
Beberapa warga mulai datang dengan tergopoh-gopoh, mereka begitu terkejut melihat darah membanjiri lantai. "Bu, ada apa ini?' tanya salah satu warga.
"Ceritanya panjang Pak, nanti saja aku jelaskan yang penting tolong dulu anak baik ini," ucap Nirmala, sambil menggenggam tangan Alula.
Tiga orang warga mulai membopong tubuh Alula, dan tidak lama kemudian di susul Airin bersama Alaska, mereka berdua turun dari mobil lalu berjalan tergopoh-gopoh.
"Pak ... Langsung bawa ke mobil saya saja," pinta Airin.
Tubuh Alula langsung di bawa ke mobil jok belakang, yang di situ sudah ada Alaska kemudian di susul oleh Nirmala, wanita paruh baya itu masih meneteskan air mata yang tiada henti melihat tubuh Alula yang mulai tidak berdaya.
"Bertahan ya Nak ... bertahan," bisiknya bersama Isak tangisnya.
Airin segera melajukan mobilnya, tidak membutuhkan waktu lama, mobil sampai ke klinik TNI, Airin langsung turun sementara Alaska keluar sambil menggendong tubuh adiknya itu, dengan langkah yang cepat suara Airin langsung berteriak memanggil para perawat.
"Suster ... Suster ... tolong ada pasien gawat darurat!" teriak Airin.
Tidak lama kemudian suara derap sepatu suster terdengar dan juga suara brangkar menghampiri Alula, segera Alaska menidurkan tubuh Alula diatas brangkar.
Di ruang triase klinik TNI suasana berubah jadi padat namun teratur, perawat menempatkan Alula di sebuah ranjang ringkas dan mulai membersihkan luka. Napas Alula masih tersengal, tapi ia berhasil membuka mata dan menatap Nirmala dengan senyum lemah yang sama seperti tadi. Nirmala duduk di kursi paling dekat, kedua tangan gemetar memegang kain yang menekan luka, matanya merah, tak henti memandang gadis itu seperti menatap sesuatu yang paling berharga.
"Bertahan ya Nak, sebentar lagi kamu akan mendapatkan pertolongan," ucap Nirmala, yang ditanggapi dengan anggukan oleh gadis itu.
Airin segera mengenakan sarung tangan medisnya, wajahnya tegang tapi tetap terkontrol. Ia berdiri di sisi ranjang, memberi arahan pada perawat dengan cepat. “Tekan lebih kuat di sini, pasang infusnya di tangan kanan, cepat!” suaranya lantang, membuat semua orang di ruangan itu bergerak lebih sigap.
"Tante Nirmala… aku dengar…” Suara Alula nyaris tak terdengar, tetapi cukup bagi yang berada dekat untuk menangkap kata-katanya. Airin membungkuk, menundukkan muka hingga telinganya hampir menyentuh bibir Alula. “Apa, Nak? Kau dengar apa?”
Alula menarik napas dengan susah payah. “Aku… aku dengar Mami… bilang suruh mereka… menyakiti Tante Nirmala.” Matanya menatap lurus ke arah Nirmala. “Aku dengar sendiri. Makanya aku datang … aku… aku tak mau Tante celaka.”
Kalimat itu seperti ujung pisau yang sangat lancip, terdengar sakit jika tertusuk di kulit. Nirmala terhenti, seolah napasnya tercekat.
Airin menatap Alula sambil memeriksa, lalu tatapannya mulai beralih ke arah pintu, saat itulah derap langkah kaki berat terdengar di koridor. Seno dan Nadira datang, wajah mereka pucat dan panik ketika diberi tahu kalau sang anak berada di rumah sakit.
Begitu melihat Alula yang bersimbah darah, Nadira langsung meraung, namun bukan raungan ibu yang panik, itu raungan yang menuduh. Matanya terpaku pada Nirmala. “Kau! Kau selalu datang merusak! Kalau bukan karena kau ....” Nadira menutup mulutnya dengan suara yang hampir pecah, lalu menuding ke arah Nirmala. “Kau yang membawa malapetaka ke keluarga kami!”
Seno, yang baru saja sampai, menatap antara anaknya dan Nirmala. Perasaan campur aduk terlihat di wajahnya, kekhawatiran, kemarahan, dan kebingungan. “Jangan bersikap seperti itu, ini rumah sakit, aku harap kau jaga sikap," tegur Seno.
"Gimana aku mau jaga sikap, susah jelas-jelas wanita ini pengrusak," cetus Nadira.
"Stop jangan pernah menghina ibuku!" teriak Alaska, dengan tatapan yang begitu tajam. "Ibuku di sini tidak salah apa-apa, justru anda lah dalang di balik semuanya!" tekan Alaska dengan ucapan yang mengintimidasi.
Nadira membelalak, ucapan pria muda di depannya itu seolah menjadikannya tamparan keras. "Maksud mu, apa? Kau menuduhku tanpa bukti, dasar anak dan ibu sama-sama tidak tahu diri," cibir Nadira.
Di saat mereka sedang mencela satu sama lain, tiba-tiba saja, nafas Alula tersengal, entah kenapa tiba-tiba gadis itu mengalami kesusahan nafas, sehingga membuat Airin harus mengambil tindakan cepat.
"Tolong, anda-anda semua keluar dari ruangan ini, pasien butuh ketenangan bukan keributan seperti ini," suara Airin terdengar cukup tegas dan Jelas.
Bersambung ....
Maaf ya Kak agak telat habis kepergian jauh soalnya 🙏🙏🙏🙏🥰🥰🥰