Cincin Hitam itu bukan sembarangan perhiasan.
Cincin itu adalah sebuah kunci bagi seseorang untuk merubah hidupnya dalam waktu yang sangat singkat.
karena cincin itu adalah sebuah kunci untuk mewarisi kekayaan dari seseorang yang teramat kaya.
Dan dari sekian banyak orang yang mencarinya cincin itu malah jatuh pada seorang pemuda yang mana pemuda itu akan jadi ahli waris dari kekayaan yang tidak terhingga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Di Persingkat Saja DPS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Datang lagi orang aneh yang mengincar tanah pesantren
Pada awal kami menolak dengan lembut dan orang yang datang ini juga membujuk dengan lembut.
Tapi lama kelamaan kelembutannya berubah menjadi seperti ini.
"Apa kalian berdua ini tahu saya ini siapa? Kenapa kalian begitu bersikeras tidak mau menjual tanah ini?"
"Kalau tawarannya kurang saya akan tambahkan lagi tapi jadi jual saja tanah ini pada saya!" Alis matanya berkerut dan nada bicaranya mulai terdengar arogan.
Masih dengan kesabaran kakakku menjelaskan kalau tanah ini tidak di jual pada siapapun dan akhirnya jadi seperti...
"Kalian melakukan kesalahan besar dengan menolak saya!"
"Tanah ini sudah menarik perhatian saya jadi saya akan mendapatkannya bagaimanapun caranya!"
"Kalian nantikan saja apa yang akan saya lakukan selanjutnya!" Setelah mengatakan hal tersebut ia kemudian pergi dengan wajah angkuhnya.
Aku dan kakakku hanya bisa diam sambil menatapnya pergi.
"... Kok banyak sekali ya yang mau merebut dan meruntuhkan pesantren ini?!" Aku bertanya dengan tatapan kosong.
"Ya namanya ujian memang begitu, tidak ada hentinya selama kita masih hidup!" Ucap kakakku dengan santainya.
"Terus apa yang mau kita lakukan? Bagaimana nanti kalau orang itu balik lagi ke sini dan membuat kegaduhan!?"
"... Mari berdoa agar orang tadi cuma menggertak doang!" Setelah itu kakakku balik duluan sementara aku tetap diam di tempat seraya bergumam.
"Aku kok punya firasat kalau orang ini akan benar-benar balik lagi ya?..." Aku pun balik menyusul kakakku yang sudah jalan duluan.
Beberapa saat kemudian ketika si orang tadi pergi ia di cegat oleh seseorang.
"... Apa maksudnya ini!?" Dengan raut wajah yang sangat tidak senang ia bertanya pada orang yang menghalangi jalannya.
Dan orang yang menghalangi jalan adalah Pemuda yang beberapa waktu yang lalu sempat berkonflik dengan bapakku.
Ia adalah orang yang menuntut tanah yang di gunakan untuk mendirikan pesantren di kembalikan padanya.
"Tuan jangan marah!"
"Saya lihat tadi tuan tertarik dengan tanah pondok pesantren itu!?" Ucapnya dengan nada bertanya.
"Lalu!?"
"Tanah itu sebenarnya milik saya, jadi kalau tuan mau saya akan jual tanah itu pada tuan!" Alis mata orang misterius itu langsung terangkat.
Si pemuda sendiri langsung tersenyum licik.
Keesokan harinya aku pergi ke bandara bersama keluargaku karena dua Kakakku akan pulang setelah belajar agama di luar negeri.
Setelah di tunggu selama beberapa jam akhirnya dua Kakakku itu pulang yang mana keduanya sama-sama laki-laki.
"Assalamualaikum!!" Keduanya datang sambil memasang senyaman lebar di wajah mereka.
"Waalaikum salam!!" Mereka berdua langsung memeluk ayah dan ibumu hingga Ibuku yang terharu langsung menangis.
"Bagaimana pelajaran kalian di luar negeri itu nak!?" Bapakku bertanya sambil mengusap-usap punggung salah satu Kakak yang bernama Adi.
Sedangkan satu Kakakku lagi bernama Imran.
"Alhamdulillah baik pak. Tapi kayaknya akan butuh waktu lama bagi kami untuk lulus karena... Yah. Hanya sebatas itu kemampuan kami!" Jawab kak Adi.
"Banyak-banyak berdoa saja dan jangan sampai menyerah!" Kedua kakakku langsung mengangguk dan kemudian mereka menyapa kakak tertua kami.
Mereka begitu akrab tapi tidak denganku karena...
"Oh. Si anak manja ternyata ikut datang ke sini ya? Tadi agak gak keliatan karena kamu masih kecil!" Ucap kak Imran dengan nada mengejek.
Aku tahu sih maksudnya cuma bercanda tapi bercandanya itu membuatku jengkel.
Tidak jarang aku dulu di buat menangis oleh mereka berdua dan bahkan perkelahian juga sering terjadi.
"Makanya kalau mata minus itu periksa ke dokter mata, bukan ke dokter hewan!" Balasku dengan nada ketus.
Bersamaan aku juga memasang wajah muram karena kesal.
"Oh. Bocah udah berani melawan ternyata!" Senyumannya itu jelas sekali sedang meremehkanku.
Aku yang sudah kesal makin kesal di buatnya.
"Mau berkelahi bilang saja dari tadi!" Tanpa pikir panjang aku langsung menaikkan lengan bajuku untuk berkelahi.
Untungnya perkelahian itu tidak terjadi karena langsung di tahan oleh orang tuaku.
"Kalian ini kenapa sih tidak pernah akur dari dulu. Kamu juga Imran!"
"Baru datang tapi kamu sudah mancing-mancing emosi adek kamu padahal kamu tahu sendiri adek kamu ini bagaimana sifatnya!"
"Ya karena aku tahu makanya aku lakukan itu untuk memeriksa apakah dia masih sama seperti dulu yaitu kayak preman atau sudah berubah!" Jawab kak Imran dengan santai.
Pada akhirnya kami pun pulang ke rumah dan sepanjang perjalanan itu kak Imran terus-menerus cari masalah denganku hingga aku hampir memukuli di dalam mobil.
Lagi-lagi bapakku marah di sini karena kelakuan kami berdua yang sangat membahayakan.
Singkat cerita tibalah kami di pondok yang mana ketika kami tiba di sana terlihat ada ribut-ribut dan alat-alat berat juga.
"Ada apa itu? Kok ada alat berat!?" Segera kami semua turun dari mobil dan menghampiri ketimuran.
Pada saat kami tiba para santri teriak-teriak dan membuat kerusakan seakan mereka sedang mengusir orang-orang yang ada di dalam alat berat.
"Ada apa ini!?" Bapakku langsung bertanya pada semua orang.
Serentak tatapan semua orang tertuju pada kami.
"Apa ada yang bisa jelaskan apa yang sebenarnya terjadi di sini!?" Setelah bapakku bertanya seorang santri langsung maju untuk menjawab.
"Pak ustadz! Orang-orang ini sekonyong-konyong datang kemudian hendak meruntuhkan pondok kita!" Alis mataku, ayahku dan semua saudaraku langsung terangkat.
Kami semua bingung kenapa tiba-tiba ada yang mau menggusur tempat kami.
"Siapa yang mau menggusur tempat ini!?" Orang yang menjadi dalang dari semua ini langsung maju.
"Itu saya. Apa ada masalah!?" Itu adalah orang yang kemarin mengancamku dan kakakku untuk menjual tanah kami.
Wajahku langsung muram ketika melihat wajah orang itu yang sangat mengesalkan.
Tatapan merendahkannya itu loh, bikin kesel.
"Tentu saja ada! Ini tanah kami. Anda apa-apaan tiba-tiba datang dan menggusur tanah kami seperti ini!" Karena tersulit emosi aku membentak.
"Sekarang bukan. Tanah ini sudah jadi milik saya karena saya telah membelinya dari pemilik aslinya!" Dengan penuh percaya diri orang itu menunjukkan surat tanah pada kami.
Aku langsung melihat surat tanah itu dan berkata.
"Surat ini tidak sah karena orang yang tertulis di sini sebelumnya sudah di cabut hak warisnya atas tanah ini bahkan sebelum almarhum meninggal!"
"Dan kami punya surat tanah yang asli sekaligus juga wasiat dari almarhum!" Aku berkata dengan yakin.
Setelah itu aku dan orang kaya angkuh ini berdebat hingga akhirnya pak RT datang kemudian membantu.
Akhirnya setelah perdebatan yang cukup panjang kami memenangkan debat karena bukti kami yang paling kuat.
Baik dark surat-surat maupun sejarah tanah kami punya sedangkan orang itu cuma punya surat tanah yang cacat.
"Lalu bagaimana dengan uang saya? Saya sudah membayar tanah ini dengan harga yang teramat tinggi pada pemiliknya!?" Orang aneh ini malah protes pada kami.
"Ya mana saya tahu. Itu masalah anda, bukan masalah kami!"
"Sekarang sebaiknya anda pergi dari sini dan jangan buat keributan atau saya akan laporkan anda ke polisi!" Sambil menggertakan giginya orang itu akhirnya pergi.
Alat-alat beratnya juga di bawa pergi olehnya.
"Heran sekali aku!"
"Padahal tanah pesantren itu tidak seluas itu hingga dapat mengundang banyak masalah untuk datang. Tapi kok ada saja masalahnya!" Aku berkata.