Setelah kematian ayahnya, Renjana Seana terombang-ambing dalam kehidupan tak terarah, gadis yang baru menginjak umur 20 an tahun dihadapkan dengan kehidupan dunia yang sesungguhnya disaat ayahnya tidak meninggalkan pesan apapun. Dalam keputusasaan, Renjana memutuskan mengakhiri hidupnya dengan terjun ke derasnya air sungai. Namun takdir berkata lain saat Arjuna Mahatma menyelamatkannya dan berakhir di daratan tahun 1981. Petualangan panjang membawa Renjana dan Arjuna menemukan semua rahasia yang tersimpan di masa lalu, rahasia yang membuat mereka menyadari banyak hal mengenai kehidupan dan bagaimana menghargai setiap nyawa yang diijinkan menghirup udara.
by winter4ngel
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wahyu Ela Safitri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Konsekuensi Melawan Takdir
Suara nyanyian burung pagi membangunkan tidur Renjana, mata Renjana melihat sekelilingnya yang sepi dan masih gelap karena jendela yang tidak terbuka. Saat Arjuna bangun lebih awal, pria itu selalu membuka semua jendela dan membiarkan udara pagi masuk kedalam rumah. Saat Renjana melihat sebelah ranjangnya, dia menemukan selimut yang Arjuna kenakan semalam masih berbentuk yang sama tanpa manusia di dalamnya.
“Juna!.” Arjuna langsung bangun dan turun dari ranjang, semua pintu dan jendela di rumah itu masih tertutup rapat dari dalam, namun Renjana tidak menemukan Arjuna didalam rumah.
“Arjuna!.” teriak Renjana berusaha mencari Arjuna, tanpa dia sadari air matanya melolos keluar. Gadis itu merosot ke lantai memeluk lututnya, dia tidak percaya bahwa hari ini datang. Hari dimana dia benar-benar akan kehilangan Arjuna.
Padahal seharusnya Renjana baik-baik saja karena dia tahu bahwa hari ini pasti akan datang cepat atau lambat, namun dia tidak mengira bahwa Arjuna benar-benar meninggalkannya tanpa mengucapkan perpisahan. Cukup lama Renjana terlarut ke dalam tangisan lirihnya, gadis itu mulai melihat kearah sekelilingnya yang sepi. Dia tidak menyangka benar-benar sendirian sekarang, kaki Renjana berusaha untuk berdiri, berjalan masuk kedalam kamar.
Renjana menemukan secarik kertas di bawah air putih didalam gelas yang ada diatas meja, Renjana menarik kursi dan mulai duduk dengan nyaman untuk membaca kertas lipatan tersebut.
Pagi Renjana,
Saat kamu membaca ini, aku sudah tidak ada dirumah. Jangan lupa kunci semua pintu dan jendela, jangan lupa makan, jangan lupa menjaga kesehatan. Kalau hujan, jangan pergi kemana-mana, dirumah saja dan buat minuman hangat. Oh iya, aku menyimpan beberapa uang di dalam lemari, gunakan dengan baik dan jangan memakainya untuk membeli barang yang tidak berguna.
Renjana, Kita pasti akan bertemu lagi jadi jangan terlalu sedih. Kalaupun memang masa depan berubah, aku tetap akan mencarimu ke ujung dunia. Jadi jangan khawatirkan apapun, apa yang kamu katakan memang benar, kita hanya ingin semua orang di sisi kita bahagia dan apapun yang membuatmu bahagia maka aku juga akan bahagia. apapun keputusanmu, lakukan. Biarkan masa depan aku yang mengurus semuanya.
Renjana, sejujurnya ada rahasia yang belum aku katakan padamu. Aku tidak berniat mengatakan sekarang, jadi ayo bertemu lagi. Aku akan menceritakan rahasia itu padamu.
Renjana, menyukaimu adalah hal yang paling membahagiakan dalam hidupku, kamu bukan tipe ideal wanita yang aku suka, tapi aku selalu nyaman dan bahagia bersamamu. Ketimbang sedih, aku lebih banyak tertawa saat bersamamu. Kita tidak akan pernah bisa menahan rasa sedih, tapi setidaknya aku sadar bahwa kadar kesedihanku tidak lebih banyak dari rasa bahagiaku. Kamu melakukan banyak hal yang membuatku tertawa karena perihal kecil.
Renjana, jangan menangis. Aku tidak ingin kamu menangis hanya karena aku menuliskan ini padamu.
Sampai jumpa di masa depan, aku selalu menunggu dan mencarimu jadi jangan terlalu jauh dariku.
Arjuna M.
Suara ketukan di pintu membuyarkan lamunan Renjana yang tengah menghadap makanan yang bahkan belum disentuh sama sekali, tanggal 12 Januari. Saat kedatangan Suratmo yang membawa Renjana ke rumah sakit tempat Sendu melahirkan, pikiran Renjana tidak baik, tapi dia berusaha bertahan.
“Kamu baik-baik saja nak?.” Suratmo duduk di sebelah Renjana, sama seperti keluarga lain yang menunggu persalinan Sendu.
Renjana tersenyum tipis sambil mengangguk,
“Dia pergi?.”
Renjana menoleh ke arah Suratmo dengan wajah tegang.
“Benar kan? Dia pergi.” Suratmo menepuk pundak Renjana. “Kalian pasti akan bertemu lagi, jadi jangan khawatir.”
“Aku tahu Kek, tapi rasanya-.” Renjana berdiri dari kursinya, “Aku ke toilet dulu.” Renjana langsung pergi ke toilet, dia tidak ingin menangis di hadapan semua orang yang ada disana.
Renjana melihat pantulan dirinya di depan cermin, kemudian dia melihat tangannya yang sama seperti Arjuna. Tangannya mulai menghilang seperti kejadian yang terjadi pada Arjuna, waktunya juga datang. Entah Renjana bahagia atau bersedih, tapi tubuhnya terasa sangat sakit, terutama tulang-tulangnya seakan di hantam batu besar.
“aaarrrggghhh….”
Bersamaan dengan rasa sakit itu, bayi kembar lahir kedunia, bayi laki-laki yang lemah. Seperti yang dikatakan oleh Renjana bahwa bayi tersebut lahir prematur, namun karena persiapan yang matang, dokter bisa menyelamatkannya, tidak ada ikut campur dukun tradisional, melainkan bantuan medis.
“aaarrrggghhh…” Renjana terjatuh di lantai, kakinya lemas. Tubuhnya terasa sangat sakit, dia merasa akan mati sekarang. Sama saat pertama kali dia terjun ke sungai, air sungai yang masuk kedalam tubuhnya terasa sesak di dada.
“Ren!.” Sebuah suara membuat Renjana menoleh, disana ada Sadewa yang datang dengan buru-buru.
“Ap- aaarrggghhh…” Renjana terus memegang dadanya yang sakit.
“Anda-.” Sadewa langsung menggendong Renjana keluar dari toilet menuju ke ranjang rumah sakit untuk di periksa oleh dokter.
Tubuh Renjana terbaring di ranjang rumah sakit, kembali Renjana melihat tangannya yang mulai menghilang. Saat dia melihat kearah jendela, cahaya putih menghampirinya, cahaya yang sangat menusuk penglihatannya hingga dia benar-benar tidak sadarkan diri.
Epilog
Suratmo berjalan cepat menuju ke tempat Renjana dirawat karena kabar yang diberikan oleh Sadewa, Suratmo memang menyuruh Sadewa untuk melihat keadaan Renjana yang belum kembali dari toilet. Sadewa menemukan Renjana terjatuh di lantai dengan kesakitan, saat mengatakan hal itu pada Suratmo. Pria baya itu berjalan cepat mencari tempat Renjana diperiksa dokter.
Saat sampai di ranjang tempat Renjana di rawat, Suratmo tidak menemukan siapapun disana. “Dia sudah pulang.”
Suratmo kembali ke lorong dimana putrinya sudah sadar setelah melahirkan bayi kembar. “Bapak dari mana?.”
“Mengunjungi Renjana.”
“Renjana siapa pak?.” tanya Sendu yang kebingungan.
“Pak, bayiku dan mas Dewa sehat dan ganteng-ganteng.”
Suratmo tersenyum tipis, “Ada yang harusnya di korbankan dari masa depan yang telah diubah.”
“Bapak makan dulu, dari siang belum makan kan?.” Sadewa datang dengan dua kantong berisi makanan yang dibeli diluar.
“Kamu juga tidak mengenal Renjana?.”
“Renjana siapa Pak?.” tanya Sadewa bingung.
“Bukan siapa-siapa, ayo makan. Kamu juga belum makan dari siang.”
Semua hal yang telah dilakukan oleh Renjana dan Arjuna menghilang, tidak ada yang mengenal mereka berdua dan rumah yang mereka sewa seakan memang telah kosong dari lama. Barang-barang bahkan tanaman yang mereka tanam menghilang. Halaman itu hanya ditumbuhi oleh rumput ilalang yang tinggi.
Hanya saja, bayi yang dilahirkan oleh Sendu hidup dengan sehat, tidak kekurangan apapun walaupun lahir prematur. Dan kisah itu hanya Suratmo yang tahu, Suratmo yang telah lama mengidap sakit paru-paru, sakitnya semakin parah dan di tahun berikutnya, pria itu menghembuskan nafas terakhir dengan rahasia yang disimpan hingga mati.