NovelToon NovelToon
CARA YANG SALAH

CARA YANG SALAH

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Playboy / Selingkuh / Cinta Terlarang / Romansa
Popularitas:4.9k
Nilai: 5
Nama Author: syahri musdalipah tarigan

**(anak kecil di larang mampir)**

Di tengah kepedihan yang membungkus hidupnya, Nadra mulai menjalani hari-hari barunya. Tak disangka, di balik luka, ia justru dipertemukan dengan tiga pria yang perlahan mengisi ruang kosong dalam hidupnya.

Arven, teman kerja yang selalu ada dan diam-diam mencintainya. Agra, pria dewasa berusia 40 tahun yang bersikap lembut, dewasa, dan penuh perhatian. Seorang duda yang rupanya menyimpan trauma masa lalu.

Dan Nayaka, adik Agra, pria dewasa dengan kepribadian yang unik dan sulit ditebak. Kadang terlihat seperti anak-anak, tapi menyimpan luka dan rasa yang dalam.

Seiring berjalannya waktu, kedekatan antara Nadra dan ketiga pria itu berubah menjadi lingkaran rumit perasaan. Mereka saling bersaing, saling cemburu, saling menjaga namun, hati Nadra hanya condong pada satu orang: Agra.

Keputusan Nadra mengejutkan semuanya. Terutama bagi Nayaka, yang merasa dikhianati oleh dua orang terdekatnya, kakaknya sendiri dan wanita yang ia cintai diam-diam.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syahri musdalipah tarigan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

31. RUANGAN KITA

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Agra kini berdiri. Ia menatap wajah Nadra, lalu memegang kedua tangannya dengan lembut. "Jangan marah dan merajuk lagi, ya?" ucapnya pelan, nada suaranya penuh harap.

Nadra menatapnya beberapa detik, lalu akhirnya mengangguk kecil, pelan tapi pasti. Senyumnya kembali muncul, meski sedikit malu.

Spontan, dari sudut koridor terdengar suara sorakan.

"Yeeeaaay!"

"Akhirnya baikan juga!"

"Bos kita jago juga ngerayu!"

Sorakan kecil tapi cukup ramai itu membuat Nadra terkejut dan menoleh. Ia membulatkan mata, baru menyadari banyak karyawan memperhatikan mereka dari jauh. Namun hanya butuh satu detik bagi Agra untuk mengembalikan kendalinya. Ia menoleh perlahan, menatap tajam satu per satu karyawannya.

Tatapan itu dingin dan berwibawa khas Agra, yang cukup untuk membuat ruangan terasa sepuluh derajat lebih dingin. Seketika, seluruh karyawan yang tadinya bersorak langsung diam seperti dicabut suaranya. Semua kembali pura-pura sibuk. Ada yang tiba-tiba ngetik cepat, ada yang langsung membalik badan seperti tidak terjadi apa-apa.

Agra menghela napas, lalu kembali menatap Nadra dengan senyum tipis. "Jadi," ucapnya pelan, "kamu bersedia jadi asisten pribadiku?"

Nadra mengangguk cepat kali ini, matanya berbinar. "Iya. Aku mau."

Agra tersenyum lega. Satu beban besar seolah menguap dari dadanya. Ia lalu mengarahkan tangannya ke lift yang berada di ujung koridor. "Ayo. Ruangan kita di lantai paling atas. Kita mulai dari sana."

Mereka berjalan berdampingan, langkah Nadra sedikit lebih pelan, mencoba menyamakan irama dengan Agra. Di depan lift, Agra menekan tombol, pintunya terbuka dengan suara denting lembut. Mereka masuk.

Lift bergerak naik dengan tenang. Nadra sempat menatap cermin di dalam lift, lalu mengalihkan pandangannya ke Agra. "Kira-kira, aku harus ngerjain apa aja, ya?" tanyanya dengan polos.

Agra tersenyum kecil. "Nanti di atas aku jelasin semuanya." Ia menatap Nadra lalu menambahkan, "Dan mulai hari ini juga, akan ada beberapa guru les bahasa datang buat ngajarin kamu."

Nadra memiringkan kepala, bingung. "Les bahasa? Buat apa?"

"Biar kamu ngerti kalau aku ngomong sama klien luar negeri. Aku pingin kamu tahu semua proses yang aku jalanin."

Nadra mengangguk, perlahan mulai mengerti. "Bahasa apa aja?"

"Bahasa Inggris, Jepang, China, dan sedikit Prancis."

"Wah, banyak juga." Nadra mengerutkan kening, tapi senyum tipis mulai muncul di sudut bibirnya. "Tapi, aku suka belajar, sih. Jadi nggak masalah."

Agra tampak lega. "Syukurlah. Aku takut kamu ngeluh duluan."

"Enggak kok. Tapi Om Agra yakin aku bisa?"

Agra menoleh dan memandang Nadra dalam-dalam. "Aku lebih dari yakin." Denting lift terdengar. Pintu terbuka. "Sampai." Ucap Agra singkat. Ia menoleh ke Nadra dan memberi isyarat. "Kamu duluan."

Setelah Nadra di keluar, Agra melangkah lebih dulu dan mengarahkan tangannya ke sisi kanan koridor. "Ruanganku dan ruangan kamu ada di sebelah sana." Suara Agra terdengar datar tapi tenang.

Mereka berjalan menyusuri lorong sepi, hanya dihiasi deretan lampu gantung yang redup dan elegan. Lantai marmer mengkilap memantulkan bayangan mereka yang berjalan berdampingan. Sesaat kemudian, mereka tiba di depan dua pintu kaca yang saling berhadapan.

"Sebelah kanan untuk kamu," kata Agra, menunjuk ke ruangan di depan Nadra. "Sebelah kiri, milikku."

Nadra hanya mengangguk kecil, matanya menatap ke pintu ruangan yang dindingnya terbuat dari kaca bening. Tirai tipis menutupi sebagian pandangan ke dalam, memberikan kesan profesional sekaligus tenang.

Agra menyentuh panel kecil di sisi pintu kanan. Pintu otomatis itu terbuka dengan suara lembut, dan Nadra langsung terpaku di ambang pintu. "Silakan masuk."

Langkah kaki Nadra pelan saat ia melangkah masuk ke dalam ruangan. Ruangan itu bersih, sangat rapi, dan tampak belum pernah disentuh siapa pun. Cat dinding berwarna soft cream yang teduh memantulkan cahaya matahari dari jendela besar. Meja kerja modern terletak di tengah, berdampingan dengan kursi ergonomis yang masih terbungkus plastik bening. Sebuah sofa kecil di pojok ruangan juga masih tertutup kain putih tipis. Semua tampak baru.

Nadra berbalik dan menatap Agra. "Ini ruangan baru ya?"

Agra mengangguk pelan. "Iya. Belum pernah dipakai sebelumnya."

"Kenapa? Kamu nggak punya asisten pribadi sebelumnya?" tanya Nadra, heran.

Agra menatap Nadra beberapa detik sebelum akhirnya menjawab. "Sempat punya. Tapi tidak pantas bekerja di sini."

Nadra masih bingung. "Nggak pantas? Kenapa?"

Agra menatap langit-langit sebentar lalu menghela napas. "Waktu itu, dia melanggar batas." Nadra diam. Menunggu dengan mata penasaran. Tapi Agra hanya menambahkan singkat. "Dia terlalu berani. Terlalu sengaja."

Sebenarnya dalam hati Agra, kenangan itu masih membuatnya risih. Wanita itu dulu mencoba merayunya, memakai rok super pendek, kemeja ketat yang sengaja dibuka lebih banyak kancingnya, dan senyum yang terlalu dibuat-buat setiap kali mendekat. Beberapa kali mencoba menyentuh Agra secara halus, seolah ingin menguji apakah pria itu bisa tergoda.

Tapi Agra yang menjujung tinggi batas profesionalitas langsung tahu, wanita seperti itu tak layak berada di sekitarnya. Apalagi sebagai asisten pribadi. Akhirnya wanita itu ia pecat, tanpa peringatan, tanpa pesangon.

"Sejak saat itu, aku kerjakan semuanya sendiri," lanjut Agra. "Kalau butuh bantuan, aku tinggal hubungi Razan. Itu pun jarang."

Nadra menatap ruangan itu lagi, lalu kembali memandang Agra. "Jadi ruangan ini benar-benar disiapkan untuk aku?" tanyanya lirih.

Agra mengangguk. "Sudah kupersiapkan sejak beberapa hari lalu. Kursi, meja, komputer, semuanya sudah diatur."

Nadra menggigit bibirnya. Hatinya seperti dihangatkan oleh rasa haru. Ia tak pernah membayangkan akan diberi ruang dan tempat yang begitu baik, apalagi oleh pria yang seperti Agra.

Agra kemudian melirik jam tangannya, lalu mengarahkan tangannya ke seberang. "Sekarang lihat ruanganku."

Pintu di sebelah kiri terbuka otomatis saat ia mendekat. Ruangan Agra jauh lebih besar. Dominasi warna hitam dan abu tua membuatnya tampak maskulin dan dingin. Di belakang meja besar berbahan kayu hitam, tergantung lukisan abstrak bernuansa kelabu.

Meja kerja Agra dipenuhi dengan dokumen yang tersusun rapi, laptop, dan satu frame berisi foto Agra bersama seseorang, Nayaka, tampaknya.

Sofa panjang menghadap ke jendela besar yang memperlihatkan panorama kota. Cahaya matahari menyelinap masuk, menciptakan siluet dramatis di seluruh ruangan.

Nadra berdiri di ambang pintu, terpukau. "Wah, beda banget nuansanya."

Agra tersenyum kecil. "Iya. Ruangan ini sudah menyesuaikan moodku sejak lama."

Nadra menoleh perlahan ke arah pria di sampingnya. Tatapannya tertuju pada wajah tenang Agra, seolah mencoba membaca isi hati pria itu, pria yang kini menjadi dunianya?.

Dalam hati, Nadra bertanya lirih, "Kenapa Om Agra membangun perusahaan ini jauh dari keluarganya sendiri?" Tapi ia buru-buru menepis pertanyaan itu. "Ah, sudahlah. Orang kaya bisa bebas melakukan apa saja." Tanpa menjawab pikirannya sendiri, Nadra hanya menghembuskan napas pelan.

"Masuk, yuk." Agra membuka pintu ruangannya sedikit lebih lebar, memberi isyarat.

Nadra mengangguk kecil dan mengikuti langkah pria itu. Keduanya berjalan pelan menuju sofa yang empuk berlapis kain abu muda. Saat mereka duduk berdampingan, Nadra langsung bersandar santai, lalu berdecak kagum. "Huuuh, empuk banget. Kayak duduk di awan." Tangan mungilnya menepuk-nepuk permukaan sofa dengan wajah tak percaya. Lalu, spontan ia mencubit pipinya sendiri. "Au!"

Agra tersenyum kecil, lalu menoleh padanya. "Itu nyata, Nadra. Kamu nggak sedang bermimpi."

Nadra terkekeh pelan, matanya masih berbinar. Tiba-tiba ia bangkit, berlari kecil ke arah jendela kaca besar yang menghadap langsung ke kota. Di sana, semua gedung dan atap rumah tampak seperti miniatur. Cahaya matahari pagi menari-nari di antara kaca gedung pencakar langit, membuat langit tampak lebih bersih dari biasanya.

Nadra menempelkan tangannya ke kaca. "Ibu," bisiknya pelan. "Apa kau melihatku dari sana?" Senyumnya mengembang samar. "Sekarang aku punya kekasih, Bu. Dia duda. Tapi dia baik, dan kaya raya." Matanya tak lepas dari langit biru yang luas. "Aku yakin, ibu pasti bahagia melihatku akhirnya berada di tangan Om Duda." Lalu suaranya berubah, menjadi lebih rendah. Nadra suaranya mengeras namun getir. "Dan untukmu, Ayah-" Ia terdiam sejenak. "Aku tidak peduli."

Nadra menarik napas gemetar. Matanya mulai berkaca-kaca. "Kau adalah ayah yang gagal." Tangannya perlahan mengepal. "Seharusnya, kau tidak perlu mengajak ibu untuk ikut bersamamu hari itu. Seharusnya kau cukup berubah." Suara itu mulai bergetar. Pundaknya ikut bergetar. Air mata menetes pelan ke pipi mudanya. "Aku, aku pernah merasakan hangatnya pelukanmu. Aku masih ingat, dulu, waktu kecil, kau pernah mendongeng sebelum tidur." Senyum pahit terbentuk.

Agra berdiri dari Sofanya, melangkah pelan ke arah gadis kecil itu. Tanpa banyak bicara, ia merangkul tubuh mungil Nadra ke dalam dekapannya. Membiarkan gadis itu menangis sepuasnya di dadanya yang hangat dan kokoh.

"Aku benci mengingat hari itu." Isak kecil akhirnya pecah di ruang itu.

"Nggak apa-apa, nangis aja," bisik Agra lembut. Tangannya mengelus punggung Nadra perlahan. "Di sini, kamu nggak perlu kuat sendirian lagi."

Nadra menggenggam baju Agra erat-erat. Tangisnya tumpah di sana. bukan hanya karena luka masa lalu, tapi karena untuk pertama kalinya setelah sekian lama, ia merasa disayangi.

Bersambung...

1
Pengagum Rahasia
/Sob//Sob//Sob/
Pengagum Rahasia
Agra begitu sayang sama adeknya, ya
Syhr Syhr: Sangat sayang. Tapi kadang adeknya nyerandu
total 1 replies
Pengagum Rahasia
Oh, jadi asisten ingin genit genit biar lirik Agra. Eh, rupanya Agra gak suka.
Syhr Syhr: Iya, mana level Agra sama wanita seperti itu 😁
total 1 replies
Pengagum Rahasia
Apakah ada skandal?
Syhr Syhr: Tidak
total 1 replies
Pengagum Rahasia
Agra sedetail itu menyiapkan semua untuk Nadra. /Scream/
Pengagum Rahasia
hahah, karyawannya kepo
Syhr Syhr: Iya, hebring
total 1 replies
Pengagum Rahasia
Kapoklah, Nadra merajok
Syhr Syhr: Ayo, sih Om jadi bingung 😂
total 1 replies
Pengagum Rahasia
Yakin khawatir, nanti ada hal lain.
Pengagum Rahasia
Ayo, nanti marah Pak dion
Syhr Syhr: Udah kembut Nadra, pusing dia
total 1 replies
Pengagum Rahasia
Abang sama adek benar benar sudah memiliki perusahaan sendiri.
Pengagum Rahasia
Kalau orang kaya memang gitu Nad, biar harta turun temurun
Syhr Syhr: Biar gak miskin kata orang².
Syhr Syhr: Biar gak miskin kata orang².
total 2 replies
Pengagum Rahasia
Haha, jelas marah. Orang baru jadian di suruh menjauh/Facepalm/
Pengagum Rahasia
Udah Om, pakek Duda lagi/Facepalm/
Syhr Syhr: Paket lengkap
total 1 replies
Pengagum Rahasia
Kekeh/Curse//Curse//Curse/
Pengagum Rahasia
Mantab, jujur, polos, dan tegas
Syhr Syhr: Terlalu semuanya Nadra
total 1 replies
Pengagum Rahasia
Cepat kali.
Pengagum Rahasia
Agra memang bijak
Pengagum Rahasia
Agra type pria yang peka. Keren
Syhr Syhr: Jarang ada, kan
total 1 replies
Pengagum Rahasia
Sok tahu. Arven ada urusan keluarga, dia mau jadi penerus.
Syhr Syhr: Biasalah
total 1 replies
Pengagum Rahasia
Udah pergi baru nyariin
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!