Alea Permata Samudra, atau yang akrab di sapa Lea. Gadis cantik dengan kenangan masa lalu yang pahit, terhempas ke dunia yang kejam setelah diusir dari keluarga angkatnya. Bayang-bayang masa lalu kehilangan orang tua dan mendapatkan perlakuan buruk dari keluarga angkatnya.
Dalam keterpurukannya, ia bertemu Keenan Aditya Alendra, seorang mafia kejam, dingin dan anti wanita. Keenan, dengan pesonanya yang memikat namun berbahaya, menawarkan perlindungan.
Namun, Lea terpecah antara bertahan hidup dan rasa takut akan kegelapan yang membayangi Keenan. Bisakah ia mempercayai intuisinya, atau akankah ia terjerat dalam permainan berbahaya yang dirancang oleh sang mafia?
Bagaimana kehidupan Lea selanjutnya setelah bertemu dengan Kenan?
Langsung baca aja kak!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon riniasyifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33 Ruang bawah tanah
Di markas the silent tepatnya, di sudut ruangan bawah tanah yang pengap dan lembap, seorang wanita muda meringkuk, memeluk lututnya erat. Air mata mengalir tanpa henti, menandai ketakutan yang merayapi setiap sudut hatinya.
Matanya sesekali melirik ke arah harimau besar yang terkurung di balik jeruji besi, suaranya yang liar dan geramannya menghantui keheningan, menjadi pengingat bahwa nyawanya berada di ujung tanduk.
Tiba-tiba, langkah kaki terdengar mendekat dari lorong gelap. Bau amis darah menyeruak ke dalam indera penciuman, memicu rasa mual yang semakin menguat di dalam perutnya.
Jantungnya berdegup kencang, tubuhnya yang gemetar spontan bangkit ketika dua sosok tegap muncul dari kegelapan.
“Cepat lepaskan aku! Siapa kalian? Kenapa kalian menculikku?” suaranya bergetar, tapi tetap tegas, mempertahankan sisa keberaniannya.
Namun, kedua pria itu tak menghiraukan teriakannya. Mereka fokus pada harimau besar yang masih sibuk mencabik-cabik daging di hadapannya, mata kedua pria itu penuh kewaspadaan.
Wanita itu terus mengoceh dengan nada penuh harap, mencoba mencari celah untuk membebaskan diri. “Tolong ... jangan biarkan aku di sini ....”
Salah satu pria menoleh, suaranya dingin menusuk udara, “Diamlah, Nona. Jangan sampai ocehanmu membuat harimau ini melahapmu sekarang juga.”
Mendengar peringatan itu, wanita tersebut segera menutup mulutnya rapat-rapat, matanya membelalak ngeri menatap harimau yang masih mengaum sambil mencabik-cabik daging di depannya.
Suasana dan mencekam seolah membeku waktu, hanya suara napas yang terdengar samar di udara. Beberapa saat kemudian.
Tab! Tab! Tab!
Suara langkah kaki lain mulai menggema di lorong pengap dan gelap itu, langkahnya semakin mendekat dengan irama mantap dan tegas. Dari balik bayang-bayang muncul sosok-sosok pria berbadan tegap yang tak lain adalah Ken, Alex, Satria, Bara, dan Dion. Mereka berjalan beriringan menuju ruang bawah tanah yang suram, tempat para musuh mereka ditahan.
Mata wanita itu mulai menyipit, berusaha mengenali sosok-sosok yang kini terlihat semakin jelas di hadapannya. Perlahan, harapannya kembali menyala di relung hatinya. Dengan suara gemetar namun penuh keyakinan, ia segera berdiri dan memanggil.
“Kennan! Akhirnya kau datang, aku sangat yakin kau pasti datang.” ujarnya Mia dengan mata berbinar penuh harap.
Ken menatap tajam ke arah Mia, tanpa menunjukkan sedikit pun belas kasihan atau perhatian pada permintaan Mia.
“Cepat bebaskan aku dari sini, Kennan! Aku takut di sini. Dan hukum mereka semua!” titah Mia dengan nada memaksa, belum sadar siapa sebenarnya Ken.
Ken dan yang lainnnya masih mempertahankan ekspresi datarnya sambil menatap tajam pada wanita di hadapannya.
“Kenapa kalian diam saja? Cepat keluarkan aku dari tempat menjijikkan ini!” Suaranya lantang, penuh kepercayaan diri yang semakin meningkat.
Kelima pria itu tetap diam, hanya menyaksikan Mia yang terus bergumam dengan penuh percaya diri.
Alex, yang punya kesabaran hanya setipis tisu yang di belah tujuan itu mulai jengah, ia melangkah maju dan mencengkeram dagu Mia dengan kuat, membuat mulutnya membentuk seperti mulut ikan koi.
“Siapa kau, hah? Beraninya kau menyakiti adikku!” bentak Alex dengan suara yang menggema di ruangan sempit itu.
Mia meringis kesakitan sambil memukul-mukul tangan kekar Alex dengan putus asa.
Satria segera maju menenangkan, “Kendalikan dirimu, Alex. Lagipula, wanita ini tak akan bisa menjawab kalau kau mencekram rahangnya terlalu kuat.” tegur Satria tegas.
Alex menatap Satria dengan tajam, lalu dengan kasar melepaskan cengkeramannya hingga Mia tersungkur ke lantai dingin dan lembab.
"Cepat jawab, sialan!" bentak Alex, suaranya penuh amarah.
Mia hanya menunduk dengan putus asa tanpa menjawab, ia hanya menangis tersedu-sedu, menahan rasa sakit dan ketakutannya. Matanya memohon pada Ken, berharap ada secercah belas kasihan. Namun Ken hanya menatapnya dengan dingin dan rasa jijik.
"Kennan, tolong aku! Kenapa kau diam saja melihat pria ini menyakitiku?" pinta Mia dengan air mata yang terus mengalir.
Ken melangkah maju, berjongkok di hadapan Mia dengan ekspresi datar. Mia tersenyum samar di tengah tangisnya, berharap Ken akan membantunya.
"Kau mau keluar dari sini?" tanya Ken dengan nada tenang tapi mengandung ancaman.
Mia mengangguk cepat, sembari mencoba meraih tangan Ken, namun Ken berdiri cepat menghindari sentuhannya.
"Jangan mimpi, Nona. Kau sudah mengusik milikku, kesayanganku ... dan di sinilah tempatmu," ucap Ken menekankan kata-katanya sambil mengelilingi tubuh Mia yang masih terduduk di lantai dingin dan lembap.
"A ... apa mak ... maksudmu, Kennan?" tanya Mia dengan suara putus-putus.
"Jangan pura-pura bodoh, Nona. Kau sudah menyakiti kekasihku, Lea, sampai koma. Itu artinya kau akan tetap di sini sampai Lea sadar lalu Lea sendiri yang akan menghukummu," jelas Ken dengan tegas.
Mendengar nama Lea, kebencian Mia semakin membara.
"Jadi kalian semua menahanku di tempat menjijikan ini, hanya karena anak pungut tak tahu diri itu? Aku harap dia segera menyusul ke-dua orang tuanya" ucap Mia dengan nada sinis, dan tanpa sadar ia telah memancing amarah Ken dan Alex.
Plak! Plak!
Ken menampar Mia dengan kekuatan yang tak terkendali, membuat satu gigi Mia copot. Ken tak berhenti begitu saja Ia mencekram mulut Mia yang mulai mengeluarkan darah segar, sambil menatap tajam wanita yang sudah tak berdaya dihadapannya.
"Kau yang akan mati, sialan!" teriak Ken, suaranya menggema di seluruh ruangan, membuat suasana mendadak sunyi.
Beruntung Bara dan Dion sigap menahan tubuh Alex yang hendak menyerang Mia.
Bara, Dion, dan Satria saling bertukar pandang, tahu bahwa amarah Ken sudah tak terkendali dan tak ada yang akan selamat jika tidak segera di cegah.
Satria segera maju, menepuk bahu Ken dengan lembut namun tegas. “Lepaskan dia, Ken. Jika kau terus seperti ini, dia bisa mati sebelum waktunya. Bukankah kau ingin Lea sendiri yang menghukum pelakunya?”
Ken mengendurkan cengkeramannya perlahan, napasnya masih berat namun kesadarannya mulai kembali. Mia terjatuh pingsan di lantai dingin, tubuhnya lemas tak berdaya setelah tamparan dan cekaman yang kuat dari Ken.
Ken menatap pada Mia yang tergeletak, menahan amarahnya dengan susah payah. “Kalian awasi dia dengan ketat. Jangan sampai dia mati sebelum waktunya,” perintahnya dengan suara berat.
Para penjaga cepat mengangguk, “Siap, King.”
Kemudian Ken berjalan menuju jeruji besi tempat harimau besar bernama Bani terkurung. Ia mengelus kepala binatang buas itu.
“Mulai sekarang, kau akan ditemani wanita itu. Jadi, bersenang-senanglah, Bani,” ujar Ken dengan nada serius.
Bani mengaum kuat, matanya menyala penuh penuh arti.
seolah mengerti pesan Ken.
Setelahnya Ken berbalik dan melangkah keluar dari ruang bawah tanah, diikuti oleh Satria, Alex, Bara, dan Dion. Meninggalkan Mia bersama Bani peliharaannya. Entah bagaimana nasib Mia selanjutnya.