Pahit nya kehidupan yang membelengguku seolah enggan sirna dimana keindahan yang dulu pernah singgah menemani hari-hari ku terhempas sudah kalah mendapati takdir yang begitu kejam merenggut semua yang ku miliki satu persatu sirna, kebahagiaan bersama keluarga lenyap, tapi aku harus bertahan demi seseorang yang sangat berarti untuk ku, meski jalan yang ku lalui lebih sulit lagi ketika menjadi seorang istri seorang yang begitu membenci diri ini. Tak ada kasih sayang bahkan hari-hari terisi dengan luka dan lara yang seolah tak berujung. Ya, sadar diri ini hanya lah sebatas pendamping yang tak pernah di anggap. Tapi aku harus ikhlas menjalani semua ini. Meski aku tak tahu sampai kapan aku berharap..
Adakah kebahagiaan lagi untuk ku?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cty S'lalu Ctya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dimana Kamu Alana
Yoga mencari keberadaan Alana ke pantry juga ke lobi tapi tak menemukan Alana. Apakah di basemen? pikir Yoga, segera Yoga berlari ke basemen tapi disana juga kosong hanya ada mobilnya saja yang terparkir. Di ambilnya ponsel nya untuk menghubungi Alana tapi panggilan tak di jawab. Yoga menarik nafas kasar. Dia juga berfikir biarlah Alana mungkin butuh waktu untuk menenangkan diri. Yoga memilih kembali ke ruangan nya. Tapi pikiran nya masih tidak enak, di cek nya CCTV yang terpasang di setiap sudut bangunan ini tapi tidak menemukan keberadaan Alana.
"Kemana kamu Alana?" guman Yoga khawatir. Segera dia menghubungi Bu Hana untuk menanyakan keberadaan Alana.
"Dimana Yumna, saya butuh dia untuk membersihkan meja" ujar Yoga beralasan.
"Maaf pak, Yumna tadi meminta izin ke klinik. Biar Luna saja yang membersihkan ruang bapak" terang Bu Hana di sambungan telepon. Mendengar ke klinik seketika membuat Yoga khawatir.
"Terserah" Usai menutup panggilan nya Yoga bergegas ke klinik. Tapi sampai klinik petugas kesehatan bilang jika Alana memilih pulang usai pemeriksaan karena dia bilang ingin beristirahat di rumah. Petugas itu juga bilang sudah memberi surat keterangan untuk di berikan pada pak Yanto. Yoga segera meninggalkan klinik dan menghubungi Bagas jika dia akan pulang terlebih dahulu serta menyuruh Bagas mengirim file yang belum dia tinjau ke mail nya saja.
Disisi lain Alana sedang berdiri seraya menatap sendu batu nisan yang bertuliskan Adam Alamsyah. Alana menarik nafas dalam baru duduk di samping pusaran mendiang suami nya di kediaman kan. Alana menabur bunga yang tadi dia beli di pedagang yang ada di depan TPU. Alana mengusap lembut batu nisan yang terukir nama mendiang suaminya yang terkena debu dengan tisu. Lalu dia mulai membaca surat Yasin dan tahlil setelah itu berdoa.
"Mas, maafkan aku yang lama tidak berziarah apakah mungkin kejadian tadi teguran untuk ku. Mas, jujur aku gak tahu harus gimana lagi, semua sudah ku korbankan tapi seolah penderitaan ini terus datang bertubi, Alana lelah" cicit Alana bergetar, tapi sebisa mungkin dia tidak menjatuhkan air mata nya. Dia tidak ingin suaminya lebih tersiksa di alam sana. Alana menarik nafas dalam
"Tapi Alana harus kuat demi Emir mas, dia sekarang Alhamdulillah sudah sembuh, insyaallah kapan-kapan Emir saya ajak kesini" lanjut Alana, dia pun bergegas karena hari semakin sore, apalagi perjalanan ke rumah masih butuh waktu sekitar dua jam. Segera Alana masuk ke dalam taksi online yang dia tumpangi tadi. Alana mengingat kejadian tadi di perusahaan. Tetesan air matanya pun jatuh juga. Susah paya dia pergi dari kota tempatnya dulu, tapi masih saja dia bertemu dengan orang-orang yang ingin sekali dia hindari, pertama bertemu dengan Yoga hingga terikat pernikahan dengan Yoga, lalu tadi bertemu dengan Oliv keluarga dari mendiang suaminya, keluarga yang ingin Alana hindari karena mereka tidak begitu suka dengan Alana yang notabennya dulu anak dari pengusaha yang angkuh. Apalagi sepeninggal mantan suaminya Alana tidak punya sepeser uang pun untuk pengobatan Emir, sehingga Alana nekat menjual rumah untuk pengobatan Emir dan pergi menjauh dari semua. Bukan berarti kabur tapi Alana hanya ingin hidup dengan nyaman tanpa tekanan dari orang-orang yang mencecarnya. Lama terlarut dalam ingatan itu tanpa dia sadari taksi yang dia tumpangi sudah berhenti di depan pagar rumah Yoga.
"Mbak, sudah sampai" kata sopir itu pada Alana.
"Terima kasih pak" ujar Alana seraya turun.
"Jangan lupa kasih bintang mbak!" pesan sopir. Alana mengangguk. Dia mengambil ponsel nya di dalam tas di lihatnya ponselnya mati kehabisan daya. Di lihatnya taksi itu sudah meluncur. Alana menarik nafas dalam, sebelum dia masuk ke dalam.
"Mbak Alana, tadi pak Yoga mencari mbak" kata pak satpam ketika membukakan pintu pagar. Alana menatap pak satpam lalu bertanya.
"Pak Yoga sudah pulang?"
"Sudah mbak, satu jam lalu, dia menanyakan mbak, lalu kembali pergi lagi" balas pak satpam. Alana menghela nafas panjang dia berfikir Yoga akan marah dan menghukum nya.
"Terimakasih pak, saya masuk dulu" kata Alana seraya berjalan masuk. Pak satpam mengangguk lalu kembali menutup pagar.
"Ibu.." sambut Emir yang sudah rapi dengan bau harum minyak kayu putih berhambur memeluk ibunya. Sepertinya selesai mandi.
"Emir, sudah wangi" balas Alana. Emir mendongak menatap ibunya.
"Ibu, ibu sakit? tadi papa pulang tanya ibu" melihat mata ibunya yang merah.
"Tidak kok nak" elak sang ibu.
"Tapi mata ibu mela" terlihat Emir nampak khawatir.
"Ini karena tadi mata ibu kelilipan, em.. Emir ibu bersih-bersih dulu ya" kilah Alana pada Emir. Emir mengangguk.
"Sini Emir sama bibi lagi, kita kasih maem ikan di kolam" ujar bibi. Emir beralih menghampiri bibi, mereka melangkah keluar menuju kolam ikan yang ada di belakang rumah. Alana menghela nafas panjang, anak nya sekarang sudah semakin besar dan begitu pintar tidak mudah lagi bagi Alana untuk terus berbohong atau pun mengelak dengan mengatakan jika dia baik-baik saja.
Sedangkan Yoga menelusuri jalanan dari pabrik sampai di rumahnya untuk mencari keberadaan Alana. Panggilan Yoga tidak di angkat dan terakhir kali dia mencoba menghubungi nomor tidak aktif. Yoga semakin gusar juga kesal pada dirinya harusnya dia memasang pelacak di ponsel Alana sehingga dengan mudahnya dia mengetahui keberadaan Alana tanpa pusing seperti ini. Yoga mencoba ke taman tapi nihil dia tidak menemukan keberadaan Alana di taman.
"Dimana kamu Alana?" guman Yoga khawatir ketika di mobil.
"Apa dia ada di cafe?" segera dia melajukan mobilnya menuju cafe.
Sampai di cafe mobil Yoga segera parkir di depan Cafe, buru-buru dia turun dan masuk ke dalam Cafe.
"Selamat datang, anda ingin-" Gala mengatupkan kedua bibirnya ketika menyadari tatapan seseorang di depan nya yang tidak asing.
"Dimana Yumna" sarkas tajam Yoga. Gala mengkerut kan keningnya. Ya, dia ingat kalau orang di depan nya ini adalah orang yang waktu itu mengajak Alana di rumah sakit.
"Maaf-"
"Katakan Yumna ada di dalam kan?" lagi Yoga menyela Gala dengan tuduhan. Gala menghela nafas.
"Yumna tidak ada disini" jawab datar Gala. Yoga semakin geram, dia tidak percaya perkataan Gala, dia memilih masuk ke dalam dan menelusuri semua area Cafe, tapi tidak menemukan keberadaan Alana.
"Jika anda tidak bisa menjaga Yumna, lebih baik lepaskan dia" ujar Gala pada Yoga, Yoga menatap tajam Gala, tanpa berkata apa pun dia meninggalkan Cafe dengan kekesalan yang mendera, sampai di pintu dia hampir menabrak Brian yang akan masuk. Brian memperhatikan Yoga dengan alis mengkerut.
"Siapa dia?" tanya nya pada Gala, Gala tak menjawab bahkan tampak acuh meninggalkan Brian yang masih penuh tanya.
BRAK
Yoga memukul setir mobilnya merasa sangat kesal dengan perkataan Gala tadi.
"Dimana kamu Alana" desisnya.
Drrt..Drrt..
"Baik" jawab Yoga gegas dia melajukan mobil menuju rumah.