Cerita ini sepenuhnya adalah fiksi ilmiah berdasarkan serial anime dan game Azur Lane dengan sedikit taburan sejarah sesuai yang kita semua ketahui.
Semua yang terkandung didalam cerita ini sepenuhnya hasil karya imajinasi saya pribadi. Jadi, selamat menikmati dunia imajinasi saya😉
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tirpitz von Eugene, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
"Jadi..." Tirpitz berhenti sejenak karna bimbang, ia tak tahu harus menanggapi apa setelah Marina memberikan penglihatan itu. Ia hanya berkata, "sebenarnya apa yang kalian inginkan dari kami?"
"Heh? Bukannya sudah jelas?" tanya Marina bosan, "kehadiran kami tak lain adalah untuk mengumpulkan data."
"Lalu apa yang mereka maksud dengan Kode G?"
Marina meliriknya sejenak, sorot matanya seolah menahan amarah karna Tirpitz masih belum mengerti.
"Ummm... Siapa yang tadi siang bersama kita di kebun?"
"Enterprise?"
"Yep, lebih tepatnya Enterprise dari linimasa yang lain."
Gadis itu mengulat sebentar untuk meregangkan ototnya, lalu mulai menjelaskan apa yang Tirpitz belum ketahui.
"Di bagian dimensi lain, dunia sudah kacau akibat ulah Kode G. Selama ini kami terus-menerus mengejarnya dan mencoba mengumpulkan data yang ada padanya, hingga akhirnya kami sampai di linimasa saat ini."
"Jadi, saat ini Kode G sedang berada disini?"
"Kau benar lagi! Enterprise memancarkan sinyal milik Kode G, ditambah ia mewarisi sebagian ingatan nya."
"Lalu mengapa kalian menyerang umat manusia? Apa yang salah dari kami?"
Kali ini Marina benar-benar muak dengan ketololan Tirpitz, ia segera menggenggam pasir lalu melemparkannya tepat mengenai wajah pria itu.
"Bukan kami yang seharusnya disalahkan! Tapi dia! Dia telah menyelinap dan menggunakan entitas lemah seperti kalian untuk menghindari kami! Dan itulah alasan mengapa kami harus repot-repot menyingkirkan rintangan yang dia buat."
Tirpitz mencoba untuk duduk, tapi gravitasi pada dimensi itu seolah menariknya untuk tetap menjadi kaum rebahan.
"Tapi kan dia bukan Kode G yang sebenarnya! Enterprise hanyalah gadis kapal biasa, sama seperti Madjapahit dan yang lainnya!"
"Lalu bagaimana dengan ingatannya? Apakah kami hanya berpangku tangan sedangkan dia berkeliaran dengan ingatan itu? Tidak!"
Marina terdiam sejenak, terlihat sangat jelas bahwa matanya berkaca-kaca.
"Selama ini kami mencoba untuk membuka segel kekuatan kubus kebijakan, kubus yang kekuatannya lebih dari kubus pengetahuan yang kau gunakan untuk membangkitkan para gadis itu."
"Bagaimana jika data dari Kode G masih belum cukup untuk membuka segel kekuatan itu?"
"Artinya kami akan kalah! Dimensi kami akan hancur karna serangan musuh kami, dan kami akan terusir dari tanah kelahiran kami."
Mendengar hal itu, Tirpitz terdiam seribu bahasa. Ia tahu bahwa gadis dihadapannya itu benar-benar serius, tapi apalah daya dirinya hanyalah manusia biasa, mungkin?
"Zero, apakah itu nama aslimu?" tanya Tirpitz mengalihkan pembicaraan.
"Ya, Zero adalah nama yang diberikan dalam program ku."
"Kenapa harus Zero? Bukankah artinya nol? Tidak ada?"
"Entahlah, aku tak bisa mengingat apapun sebelum nama itu, seolah program terdahulu sudah dihapus dari ingatan ku."
"Apakah kau elit Seiren yang pertamakali diciptakan? Atau barangkali yang dipilih sebagai pemimpin para Seiren?"
Gadis itu hanya mengangguk, ia menjawab.
"Dari enam elit Seiren yang diciptakan, akulah yang menjadi pemimpin mereka. Sedangkan Compiler, dia hanyalah program muda yang masih harus di uji."
"Bagaimana dengan gadis berwajah menyeramkan? Atau yang satunya?"
"Tester, ia adalah program yang dibuat untuk menguji dan mengubah sistem baru. Sedangkan Observer, ia dibuat dengan tugas yang sama sepertiku, yaitu mengamati dan mengumpulkan data."
Setelah Tirpitz merasakan gaya gravitasi telah kembali normal, ia mencoba untuk bangkit sambil membersihkan pasir yang masih menempel di wajahnya.
"Bagaimana dengan dua yang lainnya?"
"Purifier, program yang diciptakan untuk menghilangkan unsur-unsur jahat pada pengujian sistem. Sedangkan yang satu lagi Omitter, dia bertugas menjaga benteng para Seiren."
Tirpitz terdiam sejenak, pikirannya masih dikuasai banyaknya pertanyaan.
"Kenapa mereka tidak ada dalam pertemuan itu?"
"Singkatnya karna mereka sedang memimpin armada kami, itulah mengapa mereka tak ada disana."
"Aku sudah muak dengan perang ini!" ujar Tirpitz marah, "hidupku hancur karna perang yang entah untuk apa."
Marina menoleh dengan tatapan penuh rasa ingin tahu, tapi ia sendiri tahu bahwa perang hanya membawa kehancuran.
"Lantas kenapa kau menjadi bagian dari perang itu? Apakah tidak ada kegiatan lain dalam hidupmu selain ikut berperang?"
"Semua ini ku lakukan semata hanya untuk bertahan hidup! Apa kau tahu, keadaan ku sebelum akhirnya ikut terjun ke medan perang?"
"Tidak. Mau kah kau menceritakan nya sedikit?"
Tirpitz menarik nafas dalam-dalam, ia sedang berusaha untuk memfokuskan pikirannya pada masa-masa kesengsaraan yang ia alami sebelum bergabung dengan angkatan laut kekaisaran.
"Dulu aku hidup di sebuah pedesaan terpencil yang jauh dari pesisir, hidupku bisa dibilang tidak begitu sengsara sebelum perang. Aku dan kekasihku hidup bahagia pada saat itu, sebelum akhirnya serangan pertama dilancarkan oleh tentara kekaisaran."
"Apa yang terjadi saat penyerangan itu?"
"Mereka membakar desa itu, bahkan dengan keji nya memperlakukan kekasihku layaknya binatang buruan. Hanya karna dia gadis keturunan Eropa! Mereka mengikatnya lalu menyeretnya sepanjang jalan desa, hingga pada akhirnya, entah setan jenis apa yang merasuki mereka, mereka memukulinya sampai ajal menjemputnya, tepat didepan kedua bola mataku ini!"
Marina merasakan getaran hati Tirpitz yang sedang menceritakan kejadian mengenaskan itu. Gadis itu mendekatkan tubuhnya lalu perlahan menggandeng tangan Tirpitz, mencoba menyemangati.
"Lalu bagaimana kau bisa bertahan sampai sekarang?"
"Mereka menyadari bahwa aku bukanlah keturunan orang Eropa, sehingga mereka hanya menahan ku di kamp kerja paksa," Tirpitz kembali terhenti. Matanya mulai penuh dengan air mata hingga penglihatannya terganggu, "selama satu tahun lamanya aku mengalami berbagai penyiksaan disana, hingga akhirnya seorang perwira angkatan laut menolongku dengan cara merekrut ku sebagai penerjemah pribadinya."
"Dan dari sana hidupmu mulai berubah?"
"Ya, entah bagaimana caranya aku masih hidup di kamp jahanam itu. Tapi yang jelas rasa dendam masih bersarang di hatiku, meskipun aku sadar bahwa saat itu aku adalah bagian dari mereka."
"Terkadang hidup tidak selalu seperti yang kita harapkan." ujar Marina sambil memeluk lengan Tirpitz.
...****************...
Sudah hampir enam jam lamanya para gadis bertempur, tapi jumlah kapal-kapal Seiren seolah tak ada habisnya. Kini armada serang pertama dipimpin oleh Madjapahit, mereka kehilangan kontak dengan Tirpitz beberapa menit yang lalu. Untungnya badai sudah menghilang, aneh rasanya jika diingat bahwa badai menghilang bersamaan dengan terputusnya komunikasi dengan Tirpitz.
"Sudah berapa kapal yang kita tenggelamkan?" tanya Madjapahit lewat radio.
"Sekitar seratusan, bagaimana dengan shikikan-sama? Apa sudah ada kabar darinya?" sahut Kutai Kartanegara. Gadis kapal penjelajah ringan dari kelas Leipzig, yang saat ini menjadi kelas Borneo.
"Belum, sepertinya mereka berdua sedang asyik berkencan." balas Madjapahit dengan nada kesal, sepertinya gadis itu cemburu.
"Ara-araa, Nee-san. Tadi pagi aku yang bermesraan dengan shikikan-sama, sekarang giliran Marina-chan. Kapan giliran mu? Ehehehe." ujar Singosari menggoda.
"Sebaiknya kau diam, Singo-chan!"
"Ara-araa, sepertinya ada yang cemburu ahihihi..."
Tiba-tiba peringatan diserukan oleh Nanggala, yang saat itu sedang naik ke permukaan untuk mengisi pasokan oksigen.
"Aku mendapatkan kontak radar! Arah empat-satu derajat, jumlah tiga kapal!"
"Battle station!" seru Madjapahit tegas.
Beberapa saat kemudian, hal yang ditakutkan oleh Madjapahit benar-benar muncul. Sekitar lima belas mil di depan mereka, siluet tiga gadis kapal terlihat.
Ketiga gadis kapal itu bukanlah dari pihak mereka ataupun sekutu yang bertarung bersama mereka, melainkan tiga gadis kapal itu merupakan Seiren dari kelas Eksekutor!
"Executor Class! Dua kapal tempur dan satu kapal induk terlihat!" seru Singosari memperingati.
"Kosongkan landasan pacu! Suruh para petarung menguasai langit sebelum pesawat mereka lepas landas!"
Dengan cepat pesawat-pesawat Me-262 dan P-51M Mustang lepas landas dari dek penerbangan Madjapahit dan Singosari, tapi sayangnya musuh sudah menguasai langit lebih dulu.
"Alap-alap terlihat! Rajawali belum sepenuhnya merentangkan sayapnya!" seru Djateng memperingati kedatangan pesawat-pesawat Seiren.
Dalam sekejap mata petarung-petarung dari dua kapal tempur aviasi itu dibabat ketika sedang menambah ketinggian, menyisakan tak kurang dari lima belas petarung yang berhasil mencapai kecepatan maksimal.
"Aktifkan kubah logam! Bantu petarung yang tersisa untuk bertahan!"
Para gadis segera mempersiapkan artileri pertahanan udara mereka. Artileri pertahanan udara sendiri tidak terpasang pada lengan hidrolik, melainkan disangkutkan pada ikat pinggang para gadis seperti sebuah pistol otomatis.
Satu persatu gadis menembakkan pistol artileri pertahanan udara mereka dan berhasil mengenai beberapa pesawat, tapi ancaman baru justru merayap beberapa meter di atas permukaan air laut.
"Awas! Petrel badai mendekat dari arah dua-empat-nol!" seru Sandjaja saat menyadari kedatangan satu skuadron pembom torpedo lawan, "mereka menjatuhkan lamprey, lima terdeteksi di bawah ombak pada lima ratus meter!"
Menyadari bahwa kawan-kawannya tidak punya waktu untuk bereaksi, Sisingamangaradja memilih untuk mengarahkan meriam utamanya ke arah datangnya torpedo sambil melemparkan peledak bawah air, berharap ia bisa mengenai beberapa torpedo itu.
Salah satu torpedo meledak ketika peledak bawah air mengirimkan semburan jet gelembung hasil ledakan ke atas, sedangkan empat torpedo terus mendekat tanpa bisa dihalau lagi!
Di detik-detik terakhir kedatangan empat torpedo, Madjapahit mengambil keputusan yang sangat nekat. Ia segera berbelok sampai-sampai Djawa Barat, kapal penjelajah berat kelas Deutschland, tak sempat menghindar dan akhirnya menyenggol sisi kanan lambung Madjapahit, memecahkan lubang yang baru saja di tambal semalam.
Aksi nekat gadis itu berujung malapetaka! Tiga torpedo menghantam bagian kiri haluan kapalnya, membuat sistem pengendali turret A rusak.
"Madja-sama!!!" jerit Djabar ketika dilihatnya Madjapahit kehilangan keseimbangan dan hampir saja terguling.
Singosari yang melihat kakaknya hampir terguling segera meraih tangannya, mencoba sekuat tenaganya untuk membantu kakaknya itu agar tidak terguling.
Di sisi lain, kedua kapal tempur Seiren mulai menembakkan meriam utama mereka.
"Peace Breaker menembak! Awas!!!" seru Sandjaja waspada.
Melihat Madjapahit yang kehilangan kesadaran, Singosari memutuskan untuk mengambil alih komando. Ia segera memberi perintah kepada kapal penjelajah berat dan kapal tempur cepat Mataram untuk membalas tembakan.
Mataram dan dua kapal penjelajah berat segera melepaskan tembakan balik, bersamaan dengan peluru-peluru lawan yang datang menghujani mereka. Satu peluru jatuh tepat di samping Singosari, membuatnya semakin sulit mempertahankan keseimbangan dua orang sekaligus!