NovelToon NovelToon
Pernikahan Status

Pernikahan Status

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Juwita Simangunsong

Enam bulan pernikahan yang terlihat bahagia ternyata tak menjamin kebahagiaan itu abadi. Anya merasa sudah memenangkan hati Adipati sepenuhnya, namun satu kiriman video menghancurkan semua kepercayaannya. Tanpa memberi ruang penjelasan, Anya memilih pergi... menghilang dari dunia Adipati, membawa serta rahasia besar dalam kandungannya.

Lima tahun berlalu. Anya kini hidup sebagai single mom di desa kecil, membesarkan putranya dan menjalankan usaha kue sederhana. Namun takdir membawanya kembali ke kota, menghadapi masa lalu yang belum selesai. Dalam sebuah acara penghargaan bergengsi, dia kembali bertemu Adipati—pria yang masih menyimpan luka dan tanya.

Adipati tak pernah menikah lagi, dan pertemuan itu membuatnya yakin: Anya adalah bagian dari hidup yang ingin ia perjuangkan kembali. Namun Anya tak ingin kembali terjebak dalam luka lama, apalagi jika Adipati masih menyimpan rahasia yang belum terjawab.

Akankah cinta mereka menemukan jalannya kembali? Atau justru masa lalu kembali?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Juwita Simangunsong, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 24

Setelah seharian berjalan-jalan, Adipati mengantarkan Anya dan Alvino ke rumah orang tua Anya. Sore telah menjelang senja. Langit dihiasi semburat oranye, dan angin lembut mengayun dedaunan di halaman rumah sederhana namun hangat itu.

Mobil berhenti perlahan. Anya membuka pintu dan membantu Alvino turun, sedangkan Adipati ikut keluar dari mobil, hendak pamit.

Adipati sambil tersenyum hangat“Papa pulang dulu ya, Vin. Terima kasih sudah main bareng hari ini.”

Namun belum sempat ia berbalik, suara Alvino yang nyaring menahannya cemberut, lalu memegang tangan Adipati“Lho, kenapa Papa pulang? Nginap aja di sini! Papa bisa tidur di kamar aku. Atau... di kamar Mama juga boleh!”

Mendadak suasana menjadi kikuk. Anya dan Adipati saling berpandangan. Wajah Adipati merah menahan malu, sementara Anya buru-buru menunduk dan memutar otaknya mencari alasan.

Anya cepat-cepat menyela“Vin, Papa kan ada urusan di rumah. Lagian, barang-barangnya juga nggak dibawa. Nginapnya kapan-kapan aja ya, Nak.”

Tapi Alvino tidak menyerah. Ia memeluk Adipati erat-erat“Kan Papa bilang libur tiga hari buat nemenin Alvino. Ya udah, nginap di sini aja. Please ya, Pa... please...”

Adipati menatap wajah kecil anaknya yang polos. Hatinya mencelos. Tapi matanya kembali melihat Anya yang kini menatap tajam, penuh isyarat "Jangan nginap."

Ia menelan ludah. Bingung. Kalau menolak, Alvino pasti kecewa. Tapi kalau mengiyakan, Anya mungkin akan marah.

Lalu sebuah suara yang tidak terduga datang dari dalam rumah.

Mama Anya keluar dari pintu depan dengan senyum hangat“Adipati, nginap aja dulu di sini. Sekalian kumpul-kumpul. Mama dan Papa juga tidak kemana - mana, jadi bisa libur bareng Alvino. Lagian kalian masih suami istri jadi tidak jadi masalah kalau nak Adipati dan Anya tidur sekamar. Apa lagi ini hanya menginap.”

Papa Anya menyusul ke teras, menepuk bahu Adipati “Betul kata Mama itu Ti. Lagipula, kalian kan masih suami istri. Mumpung ada waktu. Coba kalian pikirin baik-baik, hubungan ini mau dibawa ke mana. Dilanjutkan atau... kalian berpisah. Tapi kalau pisah, Alvino juga harus dibagi hak asuhnya. Kamu pikir anak bisa dapat kasih sayang penuh dari salah satu orang tua aja?”

Anya membeku. Wajahnya murung. Ia tidak menjawab sepatah kata pun. Lalu, tiba-tiba ia berbalik masuk ke dalam rumah dengan cepat dan mengunci diri di kamar. Pintu kamar terdengar tertutup dengan sedikit hentakan.

Adipati hanya bisa memandanginya dengan napas berat.

Alvino dengan polos“Papa nginap kan? Yeay!”dia menarik tangan Adipati masuk ke dalam rumah

***

Jarum jam menunjukkan pukul 01.15 dini hari. Rumah sunyi. Adipati terbangun karena haus. Dengan perlahan agar tidak membangunkan Alvino, ia melangkah ke dapur dengan hati - hati.

Ia membuka kulkas dan mengambil botol air, lalu meneguknya perlahan.

Suara langkah pelan terdengar dari arah tangga. Ia menoleh. Anya muncul dari balik kegelapan, juga menuju dapur dengan piyama longgar dan rambut tergerai. Tatapan mereka saling bertemu. Canggung.

Anya dengan suara datar, berusaha tenang berkata “Kamu juga belum tidur?”

Adipati tersenyum kecil, mencoba akrab“Bangun karena haus. Kamu?”

Anya menghindari tatapan, membuka lemari ambil gelas“Sama.”

Sunyi. Hanya suara air yang mengisi gelas. Suasana tegang, tapi tak ada yang bicara selama beberapa detik. Lalu Adipati akhirnya membuka suara.

Adipati“Alvino senang banget hari ini. Dia peluk aku lama banget sebelum tidur.”

Anya sambil menatap gelas, pelan“Dia memang rindu sosok seorang Papa.”

Adipati suara rendah, jujur“Anya... bukan cuma Alvino yang rindu.”

Anya memejamkan mata sejenak. Ia meletakkan gelas di meja dapur dan menatap wajah Adipati dengan campuran perasaan“Jangan ngomong kayak gitu. Jangan bikin semuanya makin rumit.”

"Gimana bisa enggak rumit, kalau kita berdua terus saling diam, saling menahan? Anya... aku masih sayang sama kamu.”kata ADIP dengan lembut

Anya dengan suara mulai bergetar“Kamu pikir cukup dengan datang sesekali, senyum ke Alvino, lalu bilang sayang ke aku... semuanya bisa sembuh mas? Kamu lupa dengan apa yang sudah terjadi?”

Adipati tarik napas panjang“Nggak... tapi aku mau coba. Setiap orang bisa salah. Dan aku salah karena dulu nggak pernah benar-benar mencari keberadaan kamu istri.”

Anya terdiam. Matanya berkaca-kaca. Ia genggam gelas erat-erat setelah panggilan sayang yang dulu Adipati semak untuk panggilan Anya.

Anya suara pelan, hampir berbisik“Aku... takut mas. Takut berharap lagi dan kecewa lagi.”

Adipati mendekat perlahan“Aku juga takut. Tapi lebih takut kehilangan kamu dan Alvino sepenuhnya.”

Hening. Lalu Anya menyeka air matanya cepat-cepat seraya berkata“Aku nggak janji apa-apa. Tapi... kalau kamu mau tetap berusaha, aku nggak akan menghalangi , kita lihat saja biar waktu yang menjawab.”

Adipati mengangguk perlahan, bibirnya membentuk senyum kecil. Ada harapan yang tumbuh kembali“Selamat malam, Anya.”

Anya menunduk, pelan“Selamat malam... mas Pati.”

Mereka berjalan kembali ke kamar masing-masing. Tak ada pelukan, tak ada kata cinta yang jelas. Tapi ada sesuatu yang kembali menyala kecil, rapuh, tapi cukup untuk menjadi awal.

***

Mentari pagi menembus jendela besar rumah itu, menyinari ruang makan yang tertata rapi. Aroma nasi goreng buatan Mama Anya menyeruak hangat, menggoda siapa saja yang mencium.

Di meja makan, Papa Anya duduk sambil membaca koran, Alvino sudah duduk dengan ceria, sementara Adipati datang dengan langkah pelan, mengenakan kaus putih dan celana kain santai.

Adipati sambil tersenyum kikuk“Selamat pagi...”

Mama Anya membalikkan badan dari dapur kecil di ujung ruangan“Pagi, Pati. Ayo duduk, sarapan sudah siap.”

Adipati mengangguk dan duduk di sebelah Alvino yang langsung merangkul lengannya“Papa tidur di kamar aku enak ya! Besok-besok nginap lagi ya, Pa!”

Adipati terkekeh kecil sambil membelai kepala anaknya. Namun suasana berubah ketika Mama Anya menoleh ke arah tangga“Anya! Turun, Nak! Bantuin Mama. Sarapan sudah siap.”

Tak lama, langkah Anya terdengar menuruni tangga. Ia muncul dengan wajah masih lelah, mengenakan daster bunga-bunga dan rambut yang di kuncir seadanya.

Anya suara datar menjawab“Iya, Ma...”

Ia berjalan ke dapur, membuka lemari piring dengan malas. Tapi belum sempat mengambil piring, suara Mamanya terdengar lagi. Mama Anya berseru ringan, tapi tegas“Nak, tolong ambilin sarapan buat suamimu ya. Kasih yang hangat.”

Langkah Anya terhenti. Tangannya yang sudah memegang sendok kini menggenggamnya lebih erat. Ia diam, menoleh sekilas ke arah Adipati yang tampak menunduk kikuk di meja makan.

Anya pelan, menahan kesal“Iya, Ma…”

Ia menoleh ke Papanya yang masih membaca koran, berharap ada pembelaan. Tapi yang ia dapat justru sebaliknya. Sang Papa menurunkan koran perlahan, lalu menatapnya lebar-lebar tatapan "jangan membantah orang tua, Anya".

Anya menghela napas, lalu dengan enggan mulai menyiapkan piring nasi goreng, telur mata sapi, dan dua potong tempe goreng.

Adipati berusaha mencairkan suasana, pelan“Nggak usah repot-repot, Anya. Aku bisa ambil sendiri.”

Mama Anya cepat menyahut“Sudah, kamu diam aja, Pati. Itu tugas istri melayani suaminya. Apalagi kalian sedang... memperbaiki hubungan.”

Anya sambil meletakkan piring di depan Adipati“Nih. Hangat. Langsung dimakan.”

Nadanya dingin, tapi tangannya gemetar sedikit saat menyodorkan sendok. Adipati menerima dengan senyum kaku“Terima kasih...”

Alvino bersuara “Papa, Papa suka nasi goreng buatan Mama? Tapi ini kan Mama Anya yang ambilin, berarti rasanya pasti lebih spesial!”

Semua orang tertawa kecil, kecuali Anya yang memilih duduk tanpa berkata apa-apa. Tapi di balik wajah datarnya, hatinya berkecamuk. Sebagian dirinya masih marah, sebagian lagi... mulai goyah melihat Adipati yang kini begitu berbeda lebih tenang, lebih tulus.

Adipati melirik sekilas ke arah Anya. Meski hanya sedetik, sorot mata itu cukup menyampaikan rasa "Aku rindu kamu, dan aku masih ingin kita kembali seperti dulu."

Namun Anya masih diam, membiarkan pagi itu berjalan seperti piring nasi yang disodorkannya hangat, tapi penuh gengsi.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!