"Yang kalian lakukan salah."
Baik Meyra maupun Fero tidak mempedulikan apa yang mereka lakukan itu salah atau benar. Yang mereka tau ialah mereka senang dan puas karena melakukan hal yang mereka inginkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aalgy Sabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Late
——
"Gue balik apartemen dulu, tamu yang tadi itu Icha. Gue mau kangen kangenan dulu sama Icha, bye!"
Fero menahan tangan Mayra saat Mayra baru berjalan satu langkah. "Kita belum selesai," ucapnya ambigu.
Setelah bergumul dengan pikirannya, Mayra tau apa yang Fero maksud. Ia rasa bukan dirinya bukan orang semesum itu sehingga ingin melanjutkannya (?), yang Fero bicarakan di sini pasti persoalan dirinya yang salah paham pada Fero Dan Varidza. Pasti hal itu, Mayra yakin, tapi ....
"Ayo lanjutin yang tadi, gue belum puas."
W-wwhat?
Apa maksud Fero yang satu ini? Apakah hal yang sama yang dipikirkannya tadi?
Jujurly, sekarang Mayra mulai tak yakin. Konteks belum puas yang dimaksud Fero itu apa?
"Puas apa?"
"Lo maunya gue belum puas apa?"
Mayra mendesah kesal, "Jangan muter-muter Fero," ucapnya kesal.
"Kalau yang lo pikir puas yang gue maksud sesuatu yang kita lakuin di sofa itu bener, tapi kalau lo juga berpikir yang gue maksud—pembicaraan kita tadi, itu juga bener."
Mayra memalingkan mukanya, kenapa Fero bisa sevulgar itu?
"Ngeres banget sih pikiran lo."
Fero tersenyum smrik.
Helaan napas Mayra terdengar keras. "Gue gak munafik, saat lo ngomong kata puas sisi setan gue langsung mikir hal kotor. Tapi di saat yang bersamaan sisi malaikat gue juga berpikir hal terakhir yang lo omongin tadi."
Hening.
"Udah ah, Icha udah nungguin gue."
Mayra berbalik pergi meninggalkan Fero.
"Besok berangkat bareng gue," ucap Fero agak keras agar Mayra bisa mendengarnya karena posisinya yang jauh—yang dibalas Mayra dengan acungan jempol saja.
———
"Feroooo!"
Sang pemilik nama langsung bangun dari mimpinya dan beranjak dari tempat tidur. Jiwanya seperti terhipnotis oleh teriakan itu untuk segera bangun. Matanya mengerjap dengan cepat dan menoleh pada jam dinding yang sudah menunjukkan pukul tujuh—
Tunggu ....
Bukankah di jam seperti itu bel sekolah telah berbunyi?!
Tanpa babibu, Fero segera berlari ke kamar mandi yang tentu saja bukan untuk mandi. Tapi hanya untuk mencuci muka dan menyikat gigi. Ia terus melanjutkan kegiatannya tanpa memedulikan Mayra yang terus berteriak di depan pintu apartemennya sambil menggedor-gedor pintu.
"KALAU LO GAK KELUAR JUGA GUE BAKAL BERANGKAT DULU—"
Bersamaan dengan itu Fero membuka pintu. Hal yang pertama dilihatnya saat membuka pintu adalah wajah Mayra tak lupa kedua tangannya yang mengepal di udara.
"Sorry."
Hanya sepatah kata?!
Capek-capek Mayra teriak sambil nonjok pintu buat bangunin bocah satu ini, terus cuma direspon satu kata doang? Kurang sialan apa lagi orang ini!
Sebelum Mayra kembali berbacot ria, Fero menariknya segera menuju lift. Kalau tidak segera dialihkan pasti akan ada lebih banyak makian yang bernada lebih tinggi, yang akan membuat telinganya meledak saat itu juga.
Wanita memang selalu mengomel dengan keras dan berbicara dengan kecepatan yang tak masuk akal. Semua wanita akan menjadi rapper dadakan saat pria membuat kesalahan, Eminem pasti kalah.
Namun dengan menarik Mayra menuju lift dengan cepat tidak membuatnya berhenti mengoceh, malah bibir tipis itu bergerak lebih cepat dari sebelumnya. Tapi ocehan yang keluar dari bibir Mayra hanya terbang di udara, tak ada satu katapun yang Fero perhatikan.
"Tuhkan gara-gara lo ah!"
Fero hanya memandang datar gerbang sekolah yang sudah tertutup rapat.
Ternyata dengan mendengar ocehan Mayra sepanjang perjalanan membuatnya tak fokus sampai tak sadar kalau mereka mini sudah sampai di sekolah. Tepatnya di luar sekolah.
"Lo mah ah! Lo yang ngajak bareng, malah lo yang kesiangan!"
Fero hanya menoleh sekilas pada Mayra yang kini merengek rengek sambil menarik lengan seragamnya.
"Ngomong anjing! Lo kenapa gak jawab gue?"
Kepalanya menoleh dengan cepat, saat kata kata kasar itu terucap Dari mulut kekasihnya. Ia berucap pelan. "Kalau bukan di luar, udah gue cium lo."
"Fero sialan! Mesum!"
"Tiga kali."
"Apa yang tiga kali?"
"Lo ngomong kasar."
Mayra berkacak pinggang. "Terus kenapa kalau gue ngomong kasar hah?"
Fero berbisik, "Berarti lo bakal dapat hukuman."
"Emang lo ibu bapak gue! Maen hukum hukum aja," ucap Mayra.
"Gue pacar lo."
"Anj—"
"KALIAN CEPAT MASUK! KALIAN TERLAMBAT KAN?!"
Mayra terperanjat kaget saat teriakan seorang guru di depan gerbang sekolah begitu melengking tinggi.
"Anjir rxking," ucap Mayra pelan.
Fero berusaha menahan tawanya saat mendengar ucapan refleks Mayra.
Mayra dan Fero segera memasuki gerbang sekolah saat mendapat pelototan guru itu.
Keduanya tak bisa menghindari hukuman dari guru yang Mayra tidak Tau namanya. Eh, iya. Ia tidak tahu nama guru itu.
"Fer, siapa nama guru itu?"
Fero mengedikkan bahu acuh.
Mayra refleks memukul Fero. "Masa lo gak tau, lo kan udah lebih lama di sini dibanding gue."
"Gue gak pernah kenalan."
Mata Mayra memutar dengan malas. "Gak perlu kenalan biar tau Namanya bego."
"Empat kali."
Terserah sajalah, Mayra tak peduli.
________
Ck.
Kenapa harus terlambat sih! Ini benar-benar memalukan.
Kalian tahu, bagi mereka yang kesiangan akan dibariskan di baris terpisah. Lalu setelah upacara selesai mereka dipindahkan ke depan, alias berdiri di depan para siswa lain. Dan lo tau apa yang lebih malu-maluin dari itu, kita semua ditanya satu satu kenapa kita kesiangan. Gue harus jawab apa anj? Sebenernya gue cuman perlu jawab sejujurnya-gue bangun kesiangan. As a simple things right? Tapi oh tapi, ada murid lain yang jawab gitu-malah dimarahin gila! Terus gue harus jawab apa? Mampus kali ini gue gak akan bisa selamat.
Finally, giliran gue yang ditanya. Seperti yang lo bisa tebak, gue gak bisa jawab apa-apa. Sebenernya gue bisa aja jawab ngasal, alias bohong. Tapi gue udah janji sama Kak Vida, kalau gue gak akan bikin ulah lagi kali ini. Dengan berat hati gue harus nerima hukuman dari kesiswaan buat mindah-mindahin kursi ke aula. Sumpah gue pegel banget gila. Tangan gue rasanya mau copot, sendi kaki gue rasanya mau lepas. Tapi satu hal yang gue syukurin, mereka gak ngurangin point gue karena gue masih anak baru dan ini pertama kalinya gue telat. So, mereka masih maklumin gue.
Tapi ternyata sekolah baru gue ini gak sekejam itu, mereka ngebiarin kita buat ke kantin beli minuman pas udah nyelesain hukuman. Walaupun cuma lima belas menit.
"Gue ke kelas duluan," ucap Fero sambil berlalu begitu saja.
Mayra hanya membalasnya dengan anggukan saja, karena jujur saja ia masih marah pada Fero. Lebih baik ia secepatnya masuk kelas sebelum guru masuk ke kelas, karena bel baru saja berbunyi.
Saat ia memasuki kelas, semua orang masih sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing.
Mayra memanyunkan bibirnya begitu dia duduk di sebelah Ella. Tapi seperti ada yang ketinggalan, tapi apa?
Ah sudahlah, mungkin hanya perasaannya saja.
Ella yang melihat Mayra cemberut demikian, bertanya. "Kamu kenapa?"
"Kesel banget, kenapa gue harus kesiangan coba. Gara-gara Fero gue kesiangan."
Ella menggaruk keningnya, bingung harus bereaksi apa.
"Btw, hari ini gak ada tugas kan?"
Ella menggeleng.
"Good."
Selanjutnya yang terjadi hanyalah mereka yang memerhatikan setiap materi yang disampaikan guru yang mengajar. Sampai guru yang mengajar berganti, mereka berdua masih serius dengan materi baru yang mereka dapatkan. Mencatat beberapa hal yang belum ada di buku paket, serta menggaris bawahi beberapa kata kunci dengan highlighter. Tak bisa dipungkiri bahwa hampir semua murid di kelas ini ambis semua. Kelas berjalan dengan membosankan, lama-lama ini terasa menyebalkan untuk Mayra yang tak bisa diam. Tapi akhirnya itu semua berakhir saat bel istirahat bersuara dengan sangat keras di seluruh penjuru sekolah.
Huh. Saatnya mengisi perut dengan segala makanan yang dijual di kantin. Keduanya berjalan dengan terburu-buru ke kantin. Kalau tidak seperti ini pasti mereka berdua tidak akan mendapatkan tempat duduk.
Benar saja, ternyata kantin sudah penuh.
Mayra memanyunkan bibirnya. Padahal ia sudah secepat kilat, tapi kenapa gak kebagian tempat duduk. Aish, kenapa hari ini semesta tak memihaknya. Menyebalkan sekali bukan?
Tunggu dulu
Ia menyipitkan matanya, sepertinya ada beberapa kursi kosong di sebelah timur. Ikut duduk aja kali ya? Yang penting dapat tempat duduk dulu yakan.
Tangan Ella diseretnya menuju kursi kosong itu.
Mayra tak sadar dari semenjak ia memasuki kantin, ada seseorang yang memperhatikannya dengan tatapan intens dari pojok kantin.
———