NovelToon NovelToon
Tetaplah Di Sisiku (After 10 Years)

Tetaplah Di Sisiku (After 10 Years)

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintamanis / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Kehidupan Tentara / Romansa / Dokter / Gadis Amnesia
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: Pena Fantasi

Seorang pemuda lulusan kedokteran Harvard university berjuang untuk menjadi seorang tentara medis. Tujuan dari ia menjadi tentara adalah untuk menebus kesalahannya pada kekasihnya karena lalai dalam menyelamatkannya. Ia adalah Haris Khrisna Ayman. Pemuda yang sangat tampan, terampil dan cerdik. Dan setelah menempuh pendidikan militer hampir 2-3 tahun, akhirnya ia berhasil menjawab sebagai komandan pasukan terdepan di Kopaska. Suatu hari, ia bertugas di salah satu daerah terpencil. Ia melihat sosok yang sangat mirip dengan pujaan hatinya. Dan dari sanalah Haris bertekad untuk bersamanya kembali.

Baca selengkapnya di sini No plagiat‼️

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Fantasi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Membawa pulang sang kekasih

"Sayaaaang... sudah selesai belum?" Haris berseru dari balik pintu, tak sabar menunggu. "Belum, bentar lagi..." sahut Nahda dari dalam.

Sejak pagi Haris menunggu Nahda bersiap pulang ke kota. Ia telah memilihkan gaun kasual yang modis untuk gadisnya. Setengah jam berlalu, dan Nahda belum juga muncul. Namun, tak lama kemudian, muncullah Nahda yang memukau, dibalut dress selutut, rambut tergerai indah, dan polesan riasan tipis.

"Cantik banget pacar aku," puji Haris, matanya berbinar.

"Makasih... Ini juga karena baju yang kamu kasih," balas Nahda tersipu.

"Ya sudah... ayo... Tapi sebelum itu, kamu harus temenin aku untuk apel perpisahan ya," ajak Haris.

Haris membawa Nahda keluar rumah, tas dan koper di tangannya. Tak lupa, ia membawa perlengkapan hiking yang dulu sempat menghilang, sebagai bukti untuk keluarganya nanti. Rumah tua itu kini terkunci. Rencananya, Haris akan mengubahnya menjadi fasilitas umum, tanahnya pun sudah ia alihfungsikan menjadi miliknya. Nahda tak perlu lagi risau meninggalkan kenangan rumah lama itu.

Mereka tiba di lapangan, tempat para dokter dan tentara berkumpul untuk apel perpisahan. Suara tepuk tangan membahana. Misi mereka berhasil. Hampir seluruh desa kini memiliki fasilitas kesehatan yang layak. Apel itu diakhiri dengan pidato penutupan yang disampaikan langsung oleh Haris sebagai komandan pasukan.

Usai apel, rekan-rekan yang masih bertugas di desa itu memberikan salam perpisahan. Di sana, Puput sudah menangis sesenggukan, bukan karena perpisahan para tentara, melainkan perpisahan dengan Nahda, sahabatnya.

"Hanaaa... Kita berpisah... Aku sedih kamu nggak di sini lagi," isak Puput, memeluk Nahda erat. Nahda pun turut menitikkan air mata.

"Kita terus berteman ya... Kalau ada kesempatan, kamu datang ke kota buat ketemu sama aku," ujarnya.

Agung dan Haris berdiri tak jauh dari mereka, menyaksikan kedua sahabat itu melepas rindu. "Bro... hati-hati ya..." Agung menepuk bahu Haris. "Lu juga masih misi di sini, kan? Jaga kesehatan, lu," balas Haris.

Nahda kini menatap Agung dengan mata sembapnya. "Agung... tolong jaga Puput ya... Kalau kamu berani menyakitinya, aku jewer kamu sampai merah!" ancam Nahda.

"Hehehe, siap, Nyonya Besar," Agung terkekeh.

"Kami pergi dulu ya!!!!" seru Haris.

Mereka semua melambaikan tangan perpisahan. Puput tak kuasa menahan tangisnya, memeluk Agung sebagai sandaran. Saat Nahda akan dibawa pergi, tiba-tiba dari kejauhan seseorang memanggil namanya.

"Hana, tunggu!"

Itu adalah Amir, pria yang dulu pernah menaruh hati pada Nahda. Nahda sedikit terkejut, melihat Amir datang. Ia melirik Haris, yang kini memasang raut tak suka.

"Hana... M-maksudku Nahda, hehe... Belum terlambat, kan... Selamat berbahagia ya di kota... Mungkin di sana kamu dapat kebahagiaan yang lebih dibandingkan di sini... Maafkan aku, dulu sempat suka sama kamu," ucap Amir tulus.

"A Amir... Makasih udah datang ke sini... Justru aku yang harusnya minta maaf... Semoga A Amir juga bisa menemukan kebahagiaan ya," balas Nahda.

"Aamiin," jawab Amir.

Pandangan Amir kini tertuju pada Haris yang menatapnya tajam. Dengan ramah, Amir mengulurkan tangan untuk berjabat. "Selamat atas keberhasilan misimu, Pak... Saya titip Hana ya... Jangan sampai Anda menyakitinya lagi. Kalau tidak, saya akan kembali merebut Hana darimu," ujarnya penuh arti. Haris tersenyum miring, membalas jabat tangan itu dengan genggaman yang sedikit keras. "Itu tidak akan terjadi," tegasnya.

"Ris... ayo berangkat..." suara Nahda memecah ketegangan.

Jabat tangan terlepas. Haris menuntun Nahda masuk ke bagian depan mobil bersamanya, sementara rekan-rekannya berada di belakang.

"Daaaaahhhh, hati-hati..."

"Hanaaaaaa, jangan lupakan aku yaaaa!!" teriak Puput saat mobil mulai menjauh.

"Daaahhh, Put!!! Kita pasti bakal ketemu lagii!!" balas Nahda, suaranya sedikit bergetar.

Setelah berteriak, Nahda kembali duduk dengan normal. Ia menghela napas berulang kali untuk menetralkan hatinya. Air mata kembali menetes. Bagaimanapun, ia meninggalkan tempat yang selama ini menjaganya.

Haris yang melihat kekasihnya menangis, merangkulnya sembari fokus menyetir. "Tumpahkan saja," ucapnya lembut.

"Apa aku bisa ke sini lagi?" tanya Nahda lirih.

"Insyaallah ya... Sekarang, kamu harus bersiap untuk menemui keluarga kamu yang asli," kata Haris.

Nahda memeluk lengan kekar calon suaminya itu. "Terima kasih."

"Kamu tidur saja... ini bakal memakan waktu yang sangat panjang," saran Haris.

Nahda mengangguk, namun kantuknya belum juga datang. Ia memanfaatkan waktu untuk melihat-lihat jalanan di luar. Selama ini, ia tak pernah keluar desa. Kini ia bisa menikmati jalanan desa yang sedikit berubah.

***

Perjalanan dari desa ke kota memang memakan waktu yang lama. Sekitar 5-6 jam baru sampai di area perkotaan. Nahda mulai kelelahan, akhirnya ia tertidur, menyandarkan kepalanya di bahu lebar Haris. Haris tersenyum tipis melihat Nahda terlelap. Akhirnya, ia bisa membawa pulang kekasihnya ke kota. Hatinya tak sabar memperkenalkan Nahda kepada keluarganya, terutama keluarga besarnya.

Hampir lima jam menyetir, Haris memutuskan untuk berhenti sejenak. Rekan-rekannya juga butuh istirahat. Merasakan kendaraan tak bergerak, Nahda terbangun.

"Apa kita sudah sampai?"

"Belum, sayang... Masih lama... Kamu lapar nggak? Kita makan dulu, yuk," ajak Haris.

"Ayuk!" jawab Nahda antusias.

Haris membantu Nahda keluar dari mobil tentara, menggendongnya dan menurunkannya ke tanah. Setelah itu, mereka memilih makanan yang terjual di sana.

"Aku nggak pernah lihat tempat seramai ini," ujar Nahda, matanya berbinar.

"Benarkah? Nanti kalau di kota kamu mau aku ajak ke tempat yang lebih bagus dari ini?" goda Haris.

"Mau, mau!" seru Nahda senang, melompat-lompat kecil.

Haris tersenyum manis, mencubit pelan pipi tembam gadisnya. "Gemes banget, sih."

"Kamu mau makan apa?" "Aku mau yang itu saja deh," tunjuknya pada salah satu pedagang.

"Ya sudah, ayo," ajak Haris.

Namun, sebelum mereka melangkah, suara keras memanggil nama Haris. Siapa lagi kalau bukan Fahri, temannya.

"Apaan, sih, Lo?" tanya Haris jengkel.

"Gue ikut... Jangan bucin melulu, Lo," balas Fahri.

"Serah gue dong," Haris tak mau kalah.

Nahda terdiam. Sepertinya ia mengingat pria di samping kekasihnya ini. "Eh, kayaknya kita pernah ketemu ya?"

Fahri dan Haris sontak menoleh pada Nahda.

"Yang... dia, kan, yang pernah pingsan waktu ketemu aku... Terus aku dibilang hantu lagi," adunya pada Haris.

Fahri mengingat itu dengan jengkel dan sedikit malu. Seorang tentara pingsan hanya karena melihat 'hantu' di siang hari. Haris sontak tertawa keras, meledek temannya.

"Gue kalau jadi Lo, malu sumpah, hahaha," Haris mengejek.

"Diem, Lo! Dan ya buat Nyonya, tolong jangan inget itu lagi ya, please!" Fahri memohon.

"Sudahlah... Lo makan dulu sana, gue juga mau makan bareng dia... Udah ya," ujar Haris.

"Sialan, Lo!" gerutu Fahri.

Haris membawa Nahda pergi, meninggalkan Fahri yang masih kesal. Nahda memilih makanan yang ia suka. Soal bayaran, ia tak peduli karena ada Haris yang akan membayarnya. Setelah makanan datang, Nahda langsung menyantapnya dengan lahap. Ia sangat kelaparan. Melihat Nahda bernafsu, Haris tersenyum karena gadis itu tak lagi jaim padanya.

"Maaf... aku berantakan ya makannya?" Nahda bertanya.

"Nggak apa-apa... Justru aku suka kamu kaya gitu, hehe... Udah, makan... Habisin ya," balas Haris.

"Oke!"

Mereka menghabiskan makanan hingga tak bersisa. Setelah selesai beristirahat, satu per satu mulai menaiki mobil kembali karena perjalanan mereka masih jauh. Mobil pun mulai bergerak, meninggalkan tempat tersebut.

***

Suasana hari sudah menggelap. Mereka baru sampai di pusat kota. Tanpa beristirahat, mereka langsung melanjutkan perjalanan ke kota lain, karena di kota ini tidak ada bandara. Mereka harus pergi ke kota sebelah untuk menemukan maskapai penerbangan.

Hampir seharian penuh memakan waktu, akhirnya mereka sampai di bandara terdekat. Perlengkapan misi sudah mereka pulangkan ke markas TNI sebelum mencapai bandara. Dari sanalah, semua mulai berpencar untuk pulang ke rumah masing-masing. Namun, bagi yang menuju bandara, mereka meminjam satu mobil untuk ke sana.

"Ris... kita berpisah di sini," kata seorang rekan. "Hehe... Iya... Lo hati-hati ya," jawab Haris. "Oke... Nyonya... saya pergi dulu ya," ujar rekan itu pada Nahda. "Iya... hati-hati ya... Jangan pingsan lagi," goda Nahda. "Ish... Nyonya nih," balasnya.

Mereka sempat tertawa sejenak, lalu semuanya bubar karena memiliki tujuan yang berbeda. Haris melihat kekasihnya sepertinya sangat lelah.

"Kamu capek, sayang?" tanya Haris. Nahda hanya mengangguk, menyandarkan kepalanya di bahu kekasihnya. "Kita ke hotel saja dulu yuk... Buat istirahat... Besok pagi, kita berangkat... Aku nggak tega lihat kamu kaya gini," usul Haris.

Lagi-lagi Nahda hanya menurut, menganggukkan kepalanya. Haris memutuskan untuk memesan kamar hotel, kebetulan ada hotel yang cukup bagus di dekat bandara. Ia memesan satu kamar dengan dua kasur berbeda.

Sesampainya di hotel, Nahda langsung tertidur pulas saking lelahnya perjalanan jauh. Haris pun harus mengalah, ia tak ingin kekasihnya sakit karena kelelahan. Jika Haris sendiri, mungkin ia akan tetap pulang walau badannya sangat capek.

Haris mendekati kasur kekasihnya, membenarkan selimut Nahda. Lalu, ia mengecup pelan dahi kekasihnya itu dengan lembut. "Tidur yang nyenyak ya, sayang."

Kemudian, Haris merogoh ponselnya untuk mengabari keluarganya bahwa ia sudah dalam perjalanan pulang. Walaupun belum ada balasan, ia langsung mematikan ponselnya dan ikut merebahkan diri. Karena besok pun akan memakan waktu untuk sampai ke kota tempat tinggalnya.

"Sayang... bangun... udah pagi... Kita akan berangkat jam 8 nanti... Ayo bangun," Haris terus membangunkan pacarnya. Terdengar lenguhan khas bangun tidur.

"Sekarang jam berapa?" tanya Nahda serak.

"Baru jam 5 subuh... Ayo mandi... Kamu siap-siap dulu, kita sebentar lagi bakal berangkat," jawab Haris.

Nahda mengangguk pelan. "Baju aku mana?"

"Di koper... Buka saja sebagian buat cari baju ganti," kata Haris.

Nahda kembali mengangguk. Ia langsung membuka kopernya dan mencari baju untuk dipakai hari ini. Ia memilih baju yang juga dibelikan Haris. Tak mungkin ia ke kota memakai kebaya yang biasa ia pakai waktu di desa. Nahda segera masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Sementara Haris keluar untuk mencari sarapan untuknya dan kekasihnya.

Hampir 30 menit berlalu, Nahda sudah terlihat cantik dengan atasan lengan panjang polos serta rok bunga-bunga selutut. Ia masih mengeringkan rambutnya dengan handuk.

"Kamu udah selesai mandinya? Ini sarapan kamu ya," kata Haris saat Nahda keluar. Nahda hanya merespons dengan anggukan. Ia kembali fokus pada dirinya di cermin, tak lupa memoleskan makeup tipis di wajah cantiknya. Setelah rambutnya kering, ia bergabung dengan Haris yang sudah berada di meja makan.

"Kamu mau yang mana?" tanya Haris.

"Yang ini," Nahda menunjuk.

Mereka mulai menyantap sarapan yang telah disediakan hotel. Nahda sangat bahagia bisa merasakan makan, mandi, dan tidur di tempat sebagus ini. Melihat Nahda tersenyum-senyum sendiri membuat Haris heran.

"Kamu kenapa senyum-senyum?" Bukannya menjawab, Nahda menggeserkan dirinya di samping Haris. Lalu dengan cepat, ia mengecup pipi pria tersebut.

"Makasih ya udah bawa aku ke sini... dan merasakan fasilitas yang belum pernah aku coba seumur hidup aku," ucap Nahda tulus.

"Kalau kamu mau, aku bisa membelikannya untukmu," tawar Haris. "Hah? Tidak usah... Begini saja cukup kok," Nahda menolak halus.

Haris tersenyum manis, membalas kecupan di pipi Nahda. "Aku sayang kamu... Ya sudah... Ayo kita pergi... Bentar lagi jadwal kita berangkat."

"Oke," jawab Nahda.

Mereka segera meninggalkan hotel, tanpa membereskan apa pun. Dengan cepat, Haris membawa Nahda menuju bandara, karena waktu keberangkatan sudah mepet.

"Ayo, sayang..."

"Mari, Mbak... Mas..." sambut petugas. Haris menyerahkan koper ke bagian pengurus koper. Ia pun menuntun Nahda masuk ke pesawat yang sebentar lagi akan berangkat. Kebetulan, Haris memesan bangku bersebelahan, jadi tak perlu khawatir berjauhan.

"Aku takut," bisik Nahda pada Haris.

"Nggak usah takut... Ada aku... Pegang aku ya kalau merasa takut," bujuk Haris.

Pintu pesawat mulai ditutup, dan pramugari memberikan arahan serta himbauan kepada semua penumpang untuk tetap berada di bangku masing-masing. Kemudian, Nahda merasakan pesawat mulai bergerak. Ada sedikit rasa ketakutan saat pesawat itu mulai naik. Namun, rasa takut itu berubah menjadi takjub karena ia bisa melihat pemandangan dari atas pesawat.

"Wowww... Awannya bagus sekali," gumam Nahda. Maafkan jika ia sedikit 'udik'. Maklum, dari desa, belum pernah merasakan naik pesawat dengan fasilitas senyaman ini.

"Kamu suka?" "Suka banget... Oh iya, habis ini kita sampai, kan?" "Nggak, sayang, ini masih jauh... Nanti kita bakal berangkat lagi tujuan kota Surabaya... Karena tadi tidak ada tujuannya jadi harus transit dulu," jelas Haris. "Oh..." Nahda mendadak terdiam, tak paham penjelasan Haris. Yang ia mau, ia cepat sampai tujuan dan bisa ke makam ibu dan bapaknya segera. Ia juga ingin bertemu dengan adiknya yang sudah beranjak dewasa.

Tak lama kemudian, Nahda tertidur pulas. Haris tak menyia-nyiakan momen tersebut, memotret dirinya dan beberapa foto Nahda.

Memakan waktu hampir 2 jam lebih, akhirnya mereka telah sampai di salah satu bandara yang berada di Jakarta. Haris langsung memesan dua tiket kembali untuk tujuan ke Surabaya.

"Panas banget..." keluh Nahda. "Maklum... Ini Jakarta, sayang," jawab Haris. "Udah pesan tiket?" "Udah... Tapi kita harus nunggu dulu, ini kita dapat jadwal jam 12 siang... Kamu mau makan dulu?" "Mau," jawab Nahda. "Ya sudah... Kita beli makanan yang ada di bandara saja ya... Jangan keluar," saran Haris. "Oke," Nahda setuju.

Haris membawa Nahda lagi-lagi untuk memilih makanan. Banyak sekali pilihan makanan di sana. Ada juga toko oleh-oleh yang bisa dibawa pulang. Namun, Nahda hanya tertarik pada makanan, jadi ia hanya membeli makanan dan satu es teh di tangannya. Mereka pun duduk di kursi tunggu. Merasa ponselnya bergetar, Haris memeriksanya.

"Siapa?" tanya Nahda.

"Bunda yang menelepon... Kamu diam dulu ya," kata Haris.

Nahda mengangguk, menuruti.

"Halo, Bun..."

"Iya, benar... Ini Abang udah mau berangkat ke Surabaya."

"Pokoknya kalian jangan nunggu Abang di bandara ya... Tunggu Abang di rumah... Pastikan Nara juga di rumah ya, Bun... Sama teman-teman juga jangan lupa diundang, oke?"

"Siap, hehehe... Love you, Bun," Haris mengakhiri panggilan.

Telepon terputus, ia memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas berukuran kecil. Ia menoleh pada Nahda yang masih sibuk menyantap makanannya.

"Mau dong... Aaa," pinta Haris.

"Hm?" Nahda bertanya, lalu menyuapi kekasihnya itu.

"Makasih... Sebentar lagi kita bakal pulang... Habiskan makanannya ya... Maaf kalau kamu lelah sama perjalanan panjang ini," ujar Haris.

"Nggak apa-apa... Aku juga senang... Kapan lagi aku bisa kayak gini," balas Nahda.

"Uuuuhhhhhh... Lucu banget, sih..." Haris gemas, memainkan pipi tembam Nahda.

Mereka terhenti saat mendengar pengumuman pesawat tujuan mereka akan segera berangkat.

"Tuh, dengar... Ayo kita ke sana," ajak Haris.

"Ayo," jawab Nahda.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!