Laluna: 'Aku mengira jika suamiku benar-benar mencintaiku, tetapi aku salah besar. Yang mengira jika aku adalah wanita satu-satunya yang bertahta di hatinya'.
Jika itu orang lain, mungkin akan memilih menyerah. Namun, berbeda dengan Luna. Dengan polosnya Dia tetap mempertahankan pernikahan palsu itu, dan hidup bertiga dengan mantan muridnya. Berharap semua baik-baik saja, tetapi hatinya tak sekuat baja.
Bak batu diterjang air laut, kuat dan kokoh. Pada akhirnya ia terseret juga dan terbawa oleh ombak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon retnosari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keberanian Luna
Yuta yang ketakutan pun, akhirnya memilih pergi dan tidak lagi berurusan dengan Luna. Namun, itu hanya sementara karena ia perlu sebuah rencana untuk mendapatkan Aroon kembali. Semua itu tak akan berakhir begitu saja karena selama ini, apa pun akan diperjuangkan demi bisa sejajar dengan Aroon.
“Kita belum selesai!” ancam Yuta dengan nada penuh kemarahan karena Luna berhasil mengusirnya.
“Aku akan menunggunya dengan sabar.” Luna menjawab, kedua tangannya terangkat. Menunjukkan jika dirinya tidak takut akan hal itu.
Serangga berhasil keluar dari rumah mewah milik suami istri tersebut. Namun, ia juga tidak tahu masalah apa yang akan didapat di masa depan mendatang. Memangnya siapa yang tak terpesona dengan sosok Aroon? Lelaki tampan dan begitu berwibawa. Laluna, yang seorang janda bisa meluluhkan hati sedingin es balok. Bukankah itu adalah keberuntungan.
“Lun, kita selesaikan di dalam kamar!” Tanpa basa-basi Aroon langsung menarik lengan Luna menuju ke lantai atas, tanpa berkedip menatap Luna.
Sedangkan Aruna menatap bingung dengan mereka berdua, bahkan Luna berhasil mengusir ulat bulu itu. Ataukah Aroon marah kepada bibi kecilnya karena Ayuta?
“Sudahlah, semoga tidak terjadi apa-apa dengan bibi kecilku.” Dalam hati, Aruna tak henti-hentinya berdoa agar Aroon tidak menyakiti Luna, terlebih ia tahu jika antara paman dan Yuta pernah memiliki hubungan baik.
Pergi meninggalkan kediaman Aroon, meski kepalanya tidak berhenti untuk terus memikirkan nasib Luna akan berakhir seperti apa, karena ia tahu jika temperamen pamannya sedikit bermasalah.
Di dalam kamar saat ini. Aroon menatap tajam ke arah Luna, sehingga wanita tersebut beberapa kali menelan ludahnya karena rasa takut ketika melihat suaminya, yang mana seperti ingin menelan tubuhnya hidup-hidup.
“A-apa yang kamu lakukan?”
Masih dengan tatapan tajamnya, bahkan Aroon tidak bereaksi sama sekali ketika Luna bertanya dan hanya tatapan penuh intimidasi yang diperlihatkan oleh suaminya.
“Ar, kenapa kamu tidak menjawab dan menatapku seperti ini!”
Lagi, hanya diam dan terus mendorong Luna hingga ia terjatuh di atas tempat tidur. Napasnya yang naik turun karena gugup, dan keringatnya juga mulai bercucuran ketika melihat perbedaan dari Aroon—suaminya.
Sesaat kemudian, wajah mereka benar-benar bertemu dan degup jantung Luna semakin tidak terkontrol dan lebih terkejutnya lagi, … Aroon mencium bibirnya dengan mata terpejam.
“Aku hanya ingin memberikan penghargaan untuk istriku karena berhasil melawan serangga,” bisik Aroon.
“Kamu … argh, dasar.”
Luna terus memukul dada Aroon, mengira jika lelaki bergelar suaminya sedang marah. Siapa sangka jika hanya ingin mengerjainya saja. Namun, sungguh bagi Luna itu menakutkan karena wajah Aroon nyaris tanpa ekspresi.
“Untuk pertama kalinya, aku melihat aura kucing manis sedang marah.” Lalu Aroon kembali mencium pipi Luna, tidak menyangka jika wanita yang diketahuinya selama ini akhirnya menunjukkan sifat tersembunyinya.
“Aku bisa menjadi kucing manis, tetapi jika mangsaku ada yang merebut. Maka aku juga tidak akan membiarkannya hidup dengan tenang,” jawab Luna.
“Lalu, aku akan memberimu hadiah.”
Aroon pun mulai menjalankan aksinya. Menyusuri setiap lekuk tubuh Luna dengan penuh semangat. Berharap satu nyawa akan tumbuh di rahim istrinya untuk menerus di keluarganya.
Keduanya masih dalam suasana hati yang baik. Hingga lupa bersih-bersih walau sekadar makan malam, Luna terus meletakkan kepalanya di dada Aroon, menikmati masa-masa indah malam ini.
“Sayang, kamu lelah. Tidurlah aku akan turun sebentar,” ucap Aroon dan ia pun bersiap untuk turun.
“Aku juga akan bangun, lagi pula aku belum mandi.” Jawab Luna karena tubuhnya memerlukan air untuk membersihkan keringatnya.
“Aku akan menyiapkan air panas untukmu. Tunggulah di sini,” ujar Aroon yang tak ingin Luna pergi.
“Baiklah.”
Di dapur.
Kini Aroon sedang sibuk menyiapkan makan malam, setelah membersihkan diri ia tidak langsung mendatangi Luna, melainkan berada di dapur untuk membuat sesuatu.
“Selesai,” gumam Aroon dengan penuh semangat.
Dirasa selesai semua. Ia pun melepaskan celemeknya dan melihat Luna kembali di kamar.
Sesampainya di kamar, wajah Aroon melukiskan seulas senyuman. Tubuhnya yang tinggi kekar sedang bersandar di pintu dan satu tangannya berada di dalam saku. Menggelengkan kepalanya karena tidak menyangka jika istrinya kembali terlelap.
Usai memandangi dan membayangkan dirinya di masa tua. Aroon pun bergegas membangunkan Luna.
“Sayang, mandi dulu. Aku sudah membuatkanmu makanan favorit untuk makan malam,” ucap Aroon yang kini sedang menggoyang bahu Luna.
“Sayang, ini sudah malam. Ayo, mandi.” Aroon pun masih dengan sabar menunggu Luna bangun.
Masih tidak menyerah, memainkan pipi dan hidung sang istri. Tidak beberapa lama kemudian Luna dengan menggeliatkan tubuhnya. Aroon pun masih dengan sejuta senyuman, mengusap lembut keningnya.
“Aku akan membawamu ke kamar mandi.” Aroon pun langsung menggendong wanitanya masuk ke dalam dan meletakkan tubuh itu di bak mandi.
“Mas, kamu tidak harus melakukan ini semua padaku. Aku bisa sendiri dan merasa jika sudah merepotkanmu,” ucap Luna karena tak enak hati kepada sang suami.
“Sayang, kamu pantas mendapatkannya.” Jawab Aroon, lalu mulai menggosok punggung sang istri.
Menikmati perlakuan yang diberikan oleh Aroon, sungguh itu semua adalah bentuk sebuah keberuntungan.
“Beginikah rasanya seorang wanita dicintai dan dihormati dari lelaki yang tepat? Jika dulu aku tidak bisa lepas dari bayang-bayang masa lalu, tapi sekarang aku memilih membuangnya sejauh mungkin.” Inilah ungkapan di dalam hati seorang Luna. Memiliki Aroon, adalah suatu anugrah terindah.
“Terima kasih Tuhan, pada akhirnya aku mendapat kesempatan untuk merasakan seseorang yang mencintai kita, menghormati kita.” Lagi, Luna tersenyum dengan ucapannya sendiri.
Sedangkan Aroon terus menggosok badan Luna, memberi pijatan hingga istrinya ingin kembali ke atas ranjang.
“Sayang, selesai. Aku akan membawamu keluar,” ucap Aroon.
“Mas, aku bukan bayi. Kakiku juga masih lengkap, lalu biarkan aku berjalan sendiri.” Jawab Luna, menolak bantuan dari Aroon.
“Tidak, izinkan aku untuk melakukan tugasku. Tugas di mana harus memperlakukan seorang istri dengan baik. Merawatnya dengan keadaan apa pun,” ucap Aroon.
“Tidakkah kamu capek? Setelah bekerja masih harus merawatku seperti ini? Sungguh sangat konyol,” balas Luna dengan perasaan tak karuan.
“Untukmu, bahkan capekku bisa hilang seketika.” Jawab Aroon penuh dengan rayuan.
Tanpa merasa berat. Aroon kembali menggendong beban tubuh Luna.
15 menit kemudian.
“Makanlah, aku sudah membuatkannya untukmu.”
Luna mengangguk, senyumannya begitu tulus kepada Aroon. Bahkan hal semacam ini, ia pun tidak pernah memikirkannya. Namun, hari ini semua yang terasa sulit jika sedang kasmaran. Maka semua akan terasa ringan.
Sedangkan di lain tempat.
“Aku harus mendapatkannya apa pun yang terjadi!” Seorang wanita mengangkat gelasnya. Berbicara sendiri dengan menatap penuh benci ke arah tangannya. Seolah lawannya ada di depan mata.
“Bahkan jika aku tidak bisa, maka dia juga tidak akan bisa juga.” Kini senyumannya mulai mengembang, dibalik rencana yang ia susun. Yakin bahwa akan berhasil dan disitulah penghalangnya akan habis.
lagi hamil?
lanjut thor ceritanya