Kamala Jayanti, gadis malang yang terlahir dengan tanda lahir merah menyala di kulit pipinya dan bekas luka di bawah mata, selalu menyembunyikan wajahnya di balik syal putih. Syal itu menjadi tembok penghalang antara dirinya dan dunia luar, membentengi dirinya dari tatapan penuh rasa iba dan cibiran.
Namun, takdir menghantarkan Kamala pada perjuangan yang lebih berat. Ia menjadi taruhan dalam permainan kartu yang brutal, dipertaruhkan oleh geng The Fornax, kelompok pria kaya raya yang haus akan kekuasaan dan kesenangan. Kalingga, anggota geng yang penuh teka-teki, menyatakan bahwa siapa yang kalah dalam permainan itu, dialah yang harus menikahi Kamala.
Nasib sial menimpa Ganesha, sang ketua geng yang bersikap dingin dan tak berperasaan. Ganesha yang kalah dalam permainan itu, terpaksa menikahi Kamala. Ia terpaksa menghadapi kenyataan bahwa ia harus menikahi gadis yang tak pernah ia kenal.
Titkok : Amaryllis zee
IG & FB : Amaryllis zee
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amaryllis zee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ganti Kulit
Pintu kelas terbuka, dan Kamala melangkah masuk dengan penuh percaya diri. Seketika, suasana kelas berubah. Tatapan mata tertuju padanya, terutama dari para mahasiswa laki-laki. Mereka menatapnya dengan kagum, tak berkedip, terpesona oleh kecantikan yang terpancar dari wajahnya. Para mahasiswi, tak kalah penasaran, menatap Kamala dengan campuran rasa iri dan kekaguman.
"Itu Kamala bukan sih?" bisik Rania, matanya terpaku pada sosok yang baru saja masuk. Ia duduk di samping Jessie, mencoba menahan rasa heran.
"Kalau diperhatikan dia kayak si Kamala, tapi kok, sekarang beda?" Jessie ikut terkesima. Ia teringat Kamala yang dulu, wajahnya penuh bekas luka, jauh berbeda dari sosok yang berdiri di depan mereka sekarang.
Di sudut ruangan, Camelia menyaksikan semua itu dengan tatapan dingin. Ia, yang selama ini menjadi primadona kampus, merasa terusik. kedatangan Kamala, dengan kecantikannya yang memikat, mengancam posisinya. Seutas benci terukir di wajahnya, mengingatkan bahwa persaingan di kampus ini tak hanya soal nilai, tapi juga soal popularitas.
"Habis bertapa di goa, ya, setelah menghilang, tahu-tahu lo sudah ganti kulit!" Camelia melontarkan sindirannya, suaranya berbisik namun tajam, mencoba menusuk hati Kamala.
Kamala melewati meja Camelia, mendengar kata-kata itu dengan jelas. Ia tak menghiraukannya, bersiap menuju kursinya. Namun, Jessie, yang duduk di samping Camelia, menimpal ucapan sahabatnya.
"Emangnya ular ganti kulit!" celetuk Jessie, suaranya lantang, menentang sindiran Camelia.
"Bukan hanya ular saja yang bisa ganti kulit, manusia juga bisa ganti kulit. Mungkin jadi ani-ani, makanya bisa berubah drastis!" Camelia menyerang lagi, kali ini dengan nada mengejek.
Sorot mata Kamala berubah tajam. Ia tak terima dikatai ani-ani. Emosi menguasainya. Tangannya terangkat dengan spontan, menghantam meja Camelia dengan keras.
"Braaak!" Suara benturan meja menggema di kelas.
"Jaga mulut busuk lo itu!" Pekikan Kamala menggema, suaranya bergetar karena amarah. Ia melangkah menuju kursinya, meninggalkan Camelia yang terdiam, terkejut dengan reaksi Kamala.
"Mulut-mulut gue, kenapa lo yang kepanasan. Kesindir, ya!" Camelia mengejek dengan nada mengejek, mencoba meredam amarah Kamala.
Namun, Kamala tak menggubrisnya. Ia duduk di kursinya, mencoba menenangkan dirinya.
"Baiklah, sekarang kita mulai pelajaran hari ini," ujar dosen yang baru saja masuk, menarik perhatian seluruh kelas.
Camelia dan Kamala terdiam, menghentikan perdebatan mereka. Tatapan mereka bertemu sejenak, dipenuhi dengan amarah dan dendam yang terpendam.
Suasana kelas kembali tenang, seiring dengan suara dosen yang mulai menjelaskan materi pelajaran. Namun, di balik ketenangan itu, tersimpan ketegangan yang tak terucapkan. Persaingan antara Kamala dan Camelia terus berlanjut dan tak seorang pun tahu bagaimana akhir dari persaingan ini.
******
Davina Astoria menatap gedung pencakar langit di hadapannya dengan tatapan penuh kekaguman. Ia membayangkan gedung itu sebagai kerajaan milik Dirga, kekasihnya, sang pengusaha sukses. Senyum merekah di wajahnya, melambangkan kebanggaan dan keyakinan bahwa suatu hari nanti, ia akan menjadi ratu di kerajaan itu.
"Kekasihku, Dirga, sebentar lagi kau akan menjadi milikku," bisiknya pelan, suaranya bercampur dengan angin yang berhembus.
Ia melangkah dengan percaya diri, menelusuri lorong gedung perusahaan. Tatapannya tajam, mencari keberadaan Dirga. Sesampainya di meja resepsionis, ia langsung mendekati sang resepsionis.
"Saya mau bertemu dengan CEO perusahaan ini," ucapnya dengan nada tinggi, menunjukkan siapa dirinya.
"Maaf, Bu, apa Ibu sudah ada janji?" tanya resepsionis dengan ramah, mencoba memahami maksud kedatangan Davina.
"Kenapa mesti ada janji? Saya kekasihnya CEO perusahaan ini!" Davina menjawab dengan nada sombong, menunjukkan bahwa ia memiliki hak istimewa.
Resepsionis mengerutkan kening, bingung. Setahunya, kekasih bosnya bukanlah perempuan ini. "Maaf, Bu, jika tidak ada janji, silahkan pergi."
"Saya tidak akan pergi sebelum bertemu dengan kekasih saya!" Davina bersikeras, menunjukkan bahwa ia tak akan menyerah begitu saja.
"Maaf, Bu, saya tidak bisa membiarkan Anda masuk tanpa janji temu," kata resepsionis dengan nada tegas, berusaha menahan Davina. "Jika Anda ingin bertemu dengan Pak Dirga, Anda harus membuat janji terlebih dahulu."
"Apa kau tidak tahu siapa saya?" Davina mencibir, matanya menyipit tajam. "Saya Davina Astori, calon istri Dirga, CEO perusahaan! Segera hubungi dia, katakan padanya bahwa aku ada di sini!"
Resepsionis semakin bingung. Ia tak mengenal Davina, dan tak pernah mendengar Bosnya memiliki calon istri dan Bosnya bukan bernama Dirga, Namun, ia tak ingin berdebat dengan wanita yang tampak begitu yakin dengan ucapannya. Ia pun berbisik pada rekan kerjanya, "Coba hubungi asisten Pak Bos , tanyakan apakah ada tamu bernama Davina Astori."
Sambil menunggu jawaban dari rekan kerjanya, resepsionis berusaha menenangkan Davina. "Baiklah, Bu, saya akan menghubungi Pak CEO. Mohon bersabar sebentar."
Davina duduk di ruang tunggu, mencoba menenangkan dirinya. Ia masih tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Dirga, kekasihnya, tak mengenalnya? Bagaimana bisa?
"Dia mungkin sedang sibuk," gumamnya, mencoba meyakinkan dirinya sendiri. "Dia pasti akan segera datang.”
Beberapa menit berlalu ada seseorang datang menghampiri Daviana.
"Ada keperluan apa Anda kemari?" Sandiga, pria tampan dengan aura kepemimpinan yang kuat, mendekati Davina. Ia merasa heran dengan kehadiran wanita yang mengaku sebagai calon istri Ganesha. Rasa penasaran menggerogoti dirinya, menariknya untuk turun menemui Davina.
Davina menoleh, mendengar suara asing itu. "Kamu pasti asistennya Dirga, ya? Mana Dirga, kok gak kelihatan?" Ia celingak-celinguk, mencari sosok Dirga di antara karyawan yang lalu lalang.
Sandiga mengerutkan kening, "Nona, Anda salah alamat. Sebaiknya Anda pergi dari sini!" Ia tak ingin berlama-lama dengan wanita yang tampak terobsesi dengan bosnya.
"Kurang ajar! Saya ini calon istri Dirga, pemilik perusahaan Steel Cedar Inc!" Davina membentak dengan nada tinggi, menunjukkan bahwa ia tak akan menyerah begitu saja.
Sandiga tak bisa menahan tawanya. Ia menutup mulutnya dengan telapak tangan, mencoba menahan tawa yang ingin meledak. "Perusahaan Steel Cedar Inc, milik Ganesha Bimantara. Bukan milik kekasih Anda itu!"
Davina merasa panas. Emosinya terbakar. Ia mengambil ponselnya, menunjukkan foto Dirga. "Ini foto Dirga. Pasti Anda mengenalnya, kan? Secara, dia kan CEO di sini!"
Sandiga menatap foto yang ditunjukkan Davina. Matanya terbelalak, menatap dengan tak percaya. Pria yang ada di foto itu adalah Dadan Sudirga, mantan manajer proyek yang telah dipecat dan dipenjara karena korupsi.
"Kekasih Anda itu, Dadan Sudirga. Dia bekerja di sini sebagai manajer proyek, tapi sekarang, dia dipecat dan dipenjara karena sudah korupsi!" Sandiga menjelaskan dengan nada datar, mencoba menenangkan Davina.
Davina terjatuh ke sofa, terkejut dan tak percaya. "Anda jangan berbohong!" Ia masih berharap bahwa Sandiga salah.
"Saya tidak berbohong, Nona. Apa jangan-jangan, Anda juga menikmati uang hasil korupsinya?" Sandiga bertanya dengan nada curiga.
Davina merasa takut. Jika benar, maka ia juga terlibat dalam kejahatan Dirga. Selama ini, ia memang sering diberi uang oleh Dirga. Ia tak pernah curiga, menganggap bahwa itu adalah hadiah dari kekasihnya.
"Tidak, tidak! Saya tidak tahu apa-apa!" Davina membantah dengan panik, mencoba meyakinkan dirinya sendiri dan Sandiga.
"Yasudah, silahkan pergi dan jangan pernah datang ke sini lagi!" Sandiga berucap dengan tegas, mengusir Davina dari perusahaan. Ia tak ingin terlibat lebih jauh dengan wanita yang tampak terobsesi dengan Dadan.
Davina terdiam, menatap Sandiga dengan pandangan kosong. Ia tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Kekasihnya, yang selama ini ia cintai, ternyata adalah seorang penipu dan koruptor. Dan, ia, yang selama ini merasa bahagia, ternyata telah terjebak dalam kebohongan dan kejahatan.
"Tidak! Aku tidak percaya!" Davina berteriak, suaranya bergetar karena kekecewaan dan amarah.
"Nona, Anda harus menerima kenyataan," Sandiga berkata dengan nada lembut, mencoba menenangkan Davina. "Dadan Sudirga adalah seorang penipu. Dia telah memanfaatkan Anda untuk keuntungan pribadinya."
Davina terduduk lemas di sofa, menangis tersedu-sedu. Ia merasa hancur. Mimpi indahnya tentang masa depan bersama Dirga telah sirna. Ia merasa bodoh dan tertipu.
Davina merasa frustasi, kecewa, dan marah. Pantas saja Dirga sulit dihubungi. Pantas saja ia tak pernah bisa bertemu dengannya.
"Dasar penipu!" gumamnya, mencaci maki Dadan dalam hati. Ia merasa bodoh, tertipu oleh rayuan manis Dadan. Ia telah memberikan kepercayaan dan cintanya kepada orang yang salah.
*******
Ganesha duduk di kursi kerjanya, menatap layar komputer dengan serius. Rekaman CCTV menampilkan seorang wanita yang membuat kegaduhan di lobi kantor. Ia mengerutkan kening, mencoba mengenali wanita itu. Seketika, matanya membulat, mengakui wanita itu sebagai Davina, saudara angkat Kamala.
"Davina?" gumamnya, terkejut. Ia tak menyangka bahwa Davina akan datang ke kantornya. Ia pun menelusuri rekaman CCTV lebih lanjut, melihat bagaimana Davina berdebat dengan Sandiga.
"Apa yang sedang terjadi?" Ganesha bergumam, mencoba memahami situasi. Ia kemudian menyadari bahwa Davina sedang mencari Dirga, kekasihnya. Seketika, pikirannya melayang pada Dadan, mantan manajer proyek yang telah mengkhianatinya. Ia teringat bahwa Dadan telah berpura-pura menjadi CEO, menipu Davina.
"Jadi, selama ini Dadan bersembunyi di balik topeng cinta?" gumam Ganesha, merasa tertipu.
Tiba-tiba, ponselnya berdering. Ia melirik layar ponselnya, melihat nama Camelia tertera di sana. Ia mengangkat telepon, menjawab panggilan dari wanita yang selama ini menjadi kekasihnya.
"Sayang, aku kangen. Ketemu yu!" ujar Camelia dengan suara manja.
"Iya, Sayang," jawab Ganesha, suaranya penuh kelembutan. "Saya sedang ada di kantor, tapi saya akan segera ke sana."
"Cepetan ya, Sayang," ujar Camelia, suaranya terdengar sedikit cemberut. "Aku sudah menunggu di kafe."
"Iya," jawab Ganesha. "Saya akan segera sampai."
Ganesha menutup telepon, meraih jasnya, dan bergegas keluar dari kantor. Ia ingin bertemu dengan Camelia, Ia juga ingin melupakan sejenak masalah yang sedang dihadapinya, menikmati waktu bersama wanita yang dicintainya.
Terimakasih sudah suka dengan cerita ini
kalo bisa 2 atau 3🙏
jangan lama lama up nya dan banyakin up nya pls😭