🌹Alan Praja Diwangsa & Inanti Faradiya🌹
Ini hanya sepenggal cerita tentang gadis miskin yang diperkosa seorang pengusaha kaya, menjadi istrinya namun tidak dianggap. Bahkan, anaknya yang ada dalam kandungannya tidak diinginkan.
Inanti tersiksa dengan sikap Alan, tapi tidak ada yang bisa dia lakukan selain berdoa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Red Lily, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ditemukan
🌹VOTE🌹
Delisa keluar dari mobil, dia melangkah ke dalam ruangan di mana dijaga ketat oleh kepolisian. Lapas khusus wanita, di sinilah dia akan berbicara dengan Vanesa.
Delisa adalah teman baik Vanesa, dia merasa apapun yang dilakukan Vanesa ada alasan baik, termasuk menggulingkan Inanti dari atas tangga.
Delisa kesal pada Alan, dia membenci Alan dan Inanti saat ini.
Ketika petugas mengiring Vanesa yang diborgol di kakinya, Delisa merasa miris.
"Hei, hati hati," ucap Delisa saat Vanesa didorong paksa untuk duduk lalu membuka borgol di tangannya.
"Waktunya hanya 10 menit, gunakan sebaik mungkin," ucap petugas itu meninggalkan Vanesa di sana.
Delisa menggenggam tangan dingin milik Vanesa.
"Van…"
"Ancur gue."
"Van, kita bakalan keluarin elo dari sini."
"Gue di sini bakal lama, anjinggg! Gimana cara kalian ngeluarin gue?"
"Van, tenag. Lu mau petugas seret lu ke lapas lagi?'
"Bantuin gue, Del," ucap Vanesa sambil menangis, dia tersedu sedu enggan berada di sini lebih lama. "Gue mau keluar dari sini."
Bukan hanya tempatnya yang mengerikan, tapi orang orang di dalamnya juga. Vanesa kerap diberikan tatapan tajam, cemoohan sebagaimana yang pernah dilakukan dirinya pada Inanti. "Gue bakalan mati kalau di sini seminggu lagi."
"Gue berusaha ngeluarin elu, tapi gue masih belum bisa komunikasi sama Alan."
"Alan?" Vanesa baru ingat pria yang menjebloskannya ke penjara. Bukannya membenci Alan, Vanesa malah membenci Inanti yang menjadi dalang di balik ini semua. "Gue bakal dapetin Alan lagi."
"Sadar gak ih lu? Udah dipenjara sama Alan, masih mau sama dia?"
"Alan yang bisa bantu gue buat nutupin ba*gke bapak sama gue yang dipenjara."
"Ha?"
"Keluarga Praja Diwangsa kaya, gue yakin nama gue bakal bagus lagi kalau gue nikah sama dia."
"Alan jeblosin elu ke penjara, Van!"
"Dia dipengaruhi sama si Inanti! Itu semua karena cewek kampungan itu."
"Gila lu, Van. Lu mau sama Alan? Dia udah konsisten mau sama bininya."
"Enggak." Vanesa menggeleng yakin dengan air mata di pelupuk matanya. "Dia cinta sama gue."
"Ya, itu dulu kan?"
"Gue males ngomong sama lu, mending lu pulang dan cari cara gue bisa keluar."
Setelahnya Vanesa kembali digiring ke lapas miliknya. Dia termenung di sana, menatap tembok kosong hingga beberapa jam kemudian seorang petugas kembali datang dan mengatakan ada yang mengunjunginya.
Vanesa mengerutkan keningnya, dia penasaran siapa yang kembali mengunjunginya. Dan setahunya, jam kunjungan sudah lewat, berarti orang ini punya peran penting atau lebih tepatnya memiliki banyak orang.
Keheranan Vanesa semakin jelas saat ada seorang pria muda di sana.
"Siapa lu?"
"Gue Judi."
"Oh, lu selingkuhannya si Inanti? Tunggu, lu adik kelas gue kan waktu sekolah?"
"Ya."
"Ngapain lu ke sini?"
"Lu mau nikah sama Alab cuma buat nutupin ba*gke lu doang kan?"
Vanesa diam.
"Lu gak cinta kan sama dia?"
"Gaada urusannya sama lu."
"Ada," ucap Judi mengeluarkan ponselnya, menyimpannya di meja dan memperlihatkannya pada Vanesa. "Gue punya showroom mobil yang tersebar di Indonesia. Usaha Andria, Rizki, itu semua punya gue. Gue investasi di beberapa universitas swasta. Di Belanda, gue punya usaha kincir angin pembagkit listrik yang bisa menghasilkan jutaan dollar perbulan. Cari nama gue di berita ekonomi, gue ada di sana."
Vanesa menelan ludahnya kasar. "Terus?"
"Ini kan laki yang lu cari? Gue bisa keluarin lu sekarang juga."
Kini Vanesa membalas tatapan Judi. "Lu mau nikahin gue?"
"Ya, gue bisa ngasih lu kehidupan baru. Tapi, lu harus janji gak bakalan ganggu Inanti lagi, dan lu akan gue bawa ke Belanda."
"Gue gak suka brondong."
"Tapi lu butuh nama dan hidup yang baru kan?"
🌹🌹🌹
Malam itu, hujan turun dengan deras. Nadia menagis kencang bersamaan dengan gugur. Dan sedetik setelah itu, lampu tiba tiba mati.
"Astagfirullah," ucap Inanti merasa gelap.
Mati lampu dan hujan lebat membuat Inanti segera mencari ponsel.
"Di mana itu?"
Nadia menangis kencang, pipinya memerah seolah dicubit kuat.
Ponsel jadul, pencahayaannya hanya sedikit. Membuat Inanti ingin menangis tidak tahan dengan keadaan yang tidak bisa apa apa, sementara Nadia terus menangis
"Sayang, hei jangan menangis. Ini mimi."
Dan Nadia menolak, membuat Inanti kebingungan.
"Sayang, ayo mimi."
Nadia menangis kuat. Diikuti oleh hujan deras dan gugur.
Inanti segera menimang bayinya, tapi itu tidak berpengaruh apa pun. Inanti berdiri menimang, tapi Nadia terus menangis
"Sayang, kamu mau apa?"
Dan Inanti ketakutan saat suara Nadia melemah karena lelah.
"Mimi ya."
Bayinya tetap menolak. "Sayang, kenapa? Ada apa?"
Inanti jelas panik, dia ingin menangis.
Sampai Inanti mendengar suara mesin mobil berhenti di depan rumahnya. Dan tidak lama kemudian terdengar ketukan pintu.
Inanti ragu untuk membukanya, apalagi tangisan Nadia semakin kuat.
Tapi entah mengapa, hatinya tergerak untuk membuka pintu sambil membawa ponsel jadulnya di tangan lain.
"Siapa?" Tanya Inanti sambil mengarahkan cahaya pada seseorang itu.
Dan Inanti terkejut bukan main melihat sosok yang berdiri di depannya.
"Silau, Nan," ucap Alan yang membuat Inanti menurunkan cahaya. "Nadia kenapa nangis?"
Dan Inanti memberikan begitu saja saat Alan hendak menggendongnya.
Seolah keajaiban, Nadia langsung terdiam.
"Uhh… anak Papa kenapa nangis?" Dan Alan tanpa bicara lagi masuk begitu saja ke dalam rumah. "Assalamualaikum, kok gelap ya?"
Inanti masih berdiri di sana tidak bisa berkata kata.
🌹🌹🌹
TBC.