Super nyesek.
Jevander Park menyudahi hubungan percintaannya dengan Roze Moza setelah mengetahui background keluarga Roze yang tidak jelas, ditambah lagi dengan kenyataan bahwa kekasinya merupakan putri dari seorang germo alias mucikari kelas kakap.
"Aku tidak bisa memilihmu, karena setelah ini aku akan menikahi sahabat baikku."
Dunia terasa berhenti. Roze lagi-lagi kehilangan seseorang yang ia cintai dengan tulus. Ayah yang tidak menginginkannya, ibu yang tega meninggalkannya dan hidup bahagia dengan anak tiri dan suami baru, sekarang giliran kekasih yang sudah ia percayai selama ini, pun melakukan hal yang sama. Salahkah jika Roze marah besar dan membakar semua kenangan?
Kelahiran tiga bayi kembar ternyata mampu mengubah banyak hal. Kehidupan Roze kini penuh warna. Tapi siapa sangka, Ezralia Moze, anak perempuan Roze memiliki dendam membara terhadap ayah yang bahkan tidak mengenalnya.
Sedangkan Daniel Moza, ia bahkan tidak peduli siapa ayahnya. Tapi berbeda dengan Darriel
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reetha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hanya Bunda
Sampe takut buka terror update di kolom komen🤭
Sorry guys!
...****************...
Ezralia, ia duduk di lantai dalam sebuah ruangan, hanya seorang diri. Ia sandarkan tubuhnya ke dinding. Ia sedang merenung.
Apa yang telah terjadi, kenapa kakek neneknya Nana mendatanginya menyebut dirinya cucu? Apa mungkin mereka memang sudah tahu?
Tapi apapun itu, tidak ada yang berubah bagi Ezralia. Dirinya hanya seorang penjahat yang hanya ingin memiliki bunda dan kedua kembarnya, tidak perlu libatkan orang lain lagi di hidup mereka.
Ezra sudah memutuskan. Jika sudah keluar dari lembaga ini, baik itu orang yang disebut ayah, paman Jungky, ia akan melupakan dua orang itu dan memulai hidup yang baru dengan tenang bersama bunda dan dua adiknya. Ezra berjanji pada dirinya bahwa ia tidak akan lagi mengulangi kesalahan yang sama.
...----------------...
Darriel, ia baru saja mendapatkan kabar baik. Besok, ia akan menjalani operasi jantungnya yang benar-benar harus di tindak.
Darriel hanya akan mengikuti saran bunda dan dokternya.
Aku sudah siap. Jika operasi gagal dan aku akan mati besok, tidak apa-apa. Aku sudah terlalu lama hidup menyusahkan bunda.
Suara pintu bergeser membuat remaja itu menoleh. Sepasang orang yang suda tua mendatanginya.
"Sore, Darriel," sapa Mario Park.
Darriel ingat, pernah menawarkan kotak sarapan pada perempuan tua ini.
Darriel tidak tahu apa yang menjadi alasan kenapa dirinya didatangi oleh mereka.
Wanita tua itu mendekati Darriel dan tak bisa lagi ia tahan perasaannya. Ia menangis memeluk remaja itu.
"Maaf sayang, nenek tidak mengenalmu sebelumnya."
"kami adalah kakek dan nenekmu. Kau pasti merasa bertanya-tanya." sambung Mario Park dengan nada tenang.
"Aku sudah lama tahu, kalian adalah orang tua ayahku." tidak ada ekspresi terkejut, Darriel hanya tampak biasa saja.
Jawaban remaja ini menambah rasa sesak di hati dua orang yang mengaku sebagai kakek neneknya ini.
"Kau sudah tumbuh sebesar ini tanpa kasih sayang kami dan ayahmu. Darriel, jangan sedih, mulai sekarang kita akan selalu bersama, ya, ..."
Darriel menyungging senyum simpul.
"Aku cukup terharu mendengarnya. Aku tidak bersedih. Aku tidak hidup sebatang kara. Aku dirawat dengan baik oleh bunda. Meski tanpa siapapun. Tidak perlu merasa bersalah seperti ini. Tidak perlu juga repot mengasihaniku."
Pelan tapi pasti, Darriel menancapkan jarum tajam yang mengenai dasar hati terdalam kedua orang tua ayahnya.
"Anggap saja diantara kita tidak ada ikatan apa-apa. Kalian berdua pulanglah. Rasanya aku tidak butuh keluarga lain selain bunda dan dua saudaraku."
Mario mengamati wajah tenang cucunya ini sambil memarahi dirinya sendiri. Betapa bodohnya aku, aku dengan bangga menyebut Arven adalah satu-satunya cucu laki-laki yang aku miliki, tanpa menyadari ada putra Jevan yang selama ini berada tidak jauh dariku.
"Baiklah, kau mungkin belum nyaman dengan kami berdua. Tapi Darriel, kau ingatlah ini, kakek sangat bahagia memiliki kalian."
Mario menyentuh pundak Darriel.
"Tapi kami bukan milik kakek. Pemilik kami hanya bunda."
.
.
Roze baru tiba di rumah saat malam.
"Roze!"
Seruan Jevan memanggilnya membbuat Roze menahan langkah untuk masuk ke dalam rumah.
"Roze, Kau tidak perlu mengungkit perkataanku di masa lalu. Bukankah aku sudah minta maaf dan kau memaafkanku?"
tentu Jevan tidak nyaman ketika Roze kembali mengingatkannya tentang apa yang telah Jevan katakan di masa lalu.
"Tidak perlu diungkit? Lalu apa maumu?"
Keduanya kembali berdebat.
"Aku ingin bersamamu dan anak-anak. Roze, hanya itu yang aku inginkan." Jevan mengakui isi hatinya.
"Untuk apa kau ingin bersama kami? Oh, Kau mungkin takut jika berita tentang keturunanmu tersebar? Kau tenang saja. Aku berjanji tidak akan ada yang mengetahui bahwa mereka adalah -"
"Roze! Bisakah kau berhenti membuatku merasa buruk? Mereka juga anak-anakku dan aku juga ingin ada di dekat mereka."
"Ya ya ya. Silakan! Silakan! Karena kau sudah terlanjur mengetahuinya, maka pergilah dari sini, pergi dan bicaralah pada mereka. Ezra dengan Darriel pasti akan sangat gembira menyambutmu, ayah yang mereka rindukan sejak kecil."
Roze berhenti sejenak.
"Mereka berdua sudah sangat lama menunggumu, ayah yang hanya bisa mereka tatap dari kejauhan. Ya ... Aku lega, setidaknya kau mengakui keberadaan mereka dan ... tidak menganggap mereka menjijikan sepertiku."
Nada suara Roze melemah diujung kalimat panjangnya.
"Roze!" Jevan merasa muak dengan situasi ini. Roze terus memprovokasi pikiran dan perasaannya.
"Apa?" Roze tidak kalah nyaring.
"Bukan hanya anak-anak, aku ingin bersamamu juga. Ayolah Roze, kita mulai lagi seperti dulu."
"Kenapa? Kenapa? Apa karena aku telah lahirkan anak-anakmu? Atau apa? Cinta? Mau bilang kau menyesal telah membuangku?" Roze menyindir tepat.
Rasanya Roze sedang marah tapi rasanya juga ingin menangis.
"Malam itu aku minta kau tetap denganku meski harus menikahi wanita lain. Aku mengorbankan perasaan dan harga diriku untuk memohon. Tapi kau pergi dan tidak pernah kembali. Jevan, sudahlah, aku sangat lelah."
Roze pergi. Jevan masih terdiam mematung. Banyak soal yang terasa menumpuk di kepalanya.
Baik, setelah membujuk Roze dan tidak mendapatkan hasil yang bagus, Jevan mengubah haluan untuk menemui anak-anak.
.
Ezra adalah anak yang harus ia temui lebih dulu, Jevan akan bertemu dan membawa putrinya itu keluar dari rumah binaan itu.
Sangat kebetulan. Begitu Jevan menginjakkan kaki di Lembaga Pembinaan Remaja, Ezra sedang diapit keluar. Digendongannya terdapat ransel kecil.
Keduanya bertemu muka.
Ezra menunduk. Bukan takut, bukan malu. Ia hanya tidak ingin melihat Jevander Park. Ia melangkah pergi melewati Jevan.
Jevan mendapatkan informasi bahwa Ezra dibebaskan atas permintaan Mario Park. Sebenarnya remaja itu menolak untuk keluar tapi petugas memaksanya, bahkan mereka akan mengantarnya sampai tiba di rumahnya dalam keadaan selamat.
"Ezra, tunggu."
Baru saja gadis remaja itu hendak masuk ke dalam mobil petugas, Jevan menyusulnya dan tanpa sungkan memeluk anak itu.
"Maafkan ayah, Ezra..."
Ezra tak mampu berbuat apa. Ayahnya ini memeluknya dengan erat.
"Aku mau pulang."
Yang dikatakan Ezra membuat Jevan melepas pelukan.
"Ayo, Ayah akan mengantarmu."
Berharap anak itu akan mengangguk, Ezra malah menggeleng lalu menjauh tanpa kata.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Bener2 ngerasa berhutang kmarin ga up.
Aku ga akan ngasih alasan kenapa, yg jelas aku minta maaf klo udah membuat kalian menunggu lama.😔
Makasih banyak atas dukungan kalian untuk karya aku ini.
Karya ini adalah pertama kalinya aku dapat vote mingguan terbanyak. Terharu aku gess. Makasih ya...