Salma seorang wanita karir di bidang entertainment, harus rela meninggalkan dunia karirnya untuk mejadi ibu rumah tangga yang sepenuhnya.
Menjadi ibu rumah tangga dengan dua anak kembar sangat tidak mudah baginya yang belum terbiasa dengan pekerjaan rumah tangga. Salma harus menghadapi tuntutan suami yang menginginkan figur istri sempurna seperti sang Ibunda.
Saat Salma masih terus belajar menjadi ibu rumah tangga yang baik,ia harus menghadapi sahabatnya yang juga menginginkan posisinya sebagai istri Armand.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aveeiiii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hati yang sepi
Sementara itu di dalam mobil, Salma juga sedang mengamati telapak tangannya yang tadi menyentuh lengan Angkasa. Ia sendiri tidak menyangka seberani itu memegang tangan pria yang banyak di kagumi para wanita.
Salma menggenggam kembali telapak tangannya yang tadi terbuka lebar. Ia tersadar dan kembali menepis rasa glenyar aneh yang muncul di dalam dadanya. Salma mendekap erat tubuhnya sendiri. Hujan masih turun menyisakan titikan air yang sepertinya agak lama untuk berhenti. Pendingin udara di dalam mobil Angkasa, ditambah bajunya yang sebagian basah karena air hujan semakin menambah rasa dingin di tubuhnya.
Pintu mobil terbuka, Angkasa masuk ke dalam dengan tangan penuh beberapa kantong belanja.
"Ini untuk Cakra dan Candra." Angkasa menaruh di kursi belakang satu kotak besar berisi donat beraneka warna, "Dan yang ini untuk si Anggrek Bulan." Angkasa menyerahkan satu buah gelas berisi minuman coklat hangat. Sengaja ia memanggil Salma dengan sebutan yang lain karena baginya nama itu sangatlah spesial. Salma sedikit terkejut, tapi menanggapi dengan tawa pelan dan menggelengkan kepalanya
"Semoga kamu suka coklat, kalau ga suka bisa tukar dengan punyaku Capuccino."
"Saya tidak minum kopi, ini saja saya suka coklat. Terima kasih." Salma mengangkat gelasnya yang tadi diberikan oleh Angkasa.
"Dingin?" tanya Angkasa ketika meilhat Salma mengusap-usap lengannya.
"Enggak."
"Jangan bohong, lihat kulit tanganmu mengkerut dan pucat. Pakai jaketnya lagi." Angkasa mengambil jaket kulit yang tadi digunakan Salma dan mengecilkan pendingin udara. Salma tersenyum tapi tidak menolak perlakuan manis Angkasa. Dalam pikirannya Angkasa sedang melakukan hal yang wajar pada seorang wanita.
Sampai di rumah kontrakan hujan mulai mereda meninggalkan gerimis kecil. Angkasa membawa semua kantong berisi kotak donat untuk Cakra dan Candra.
"Kamu tinggal di sini?" Angkasa mengedarkan pandangannya. Halaman rumah kontrakan Salma yang masih berupa tanah dengan pagar dari kayu yang tingginya tidak lebih dari pinggang orang dewasa.
Tetangga kanan dan kiri Salma terlihat memelihara ayam yang dibiarkan terlepas bebas. Diantaranya melompat masuk ke dalam pekarangan rumah Salma dan membuang kotoran di sana.
"Iya." Salma mengangguk malu. Ia merasa tidak nyaman dengan pandangan kasihan dari Angkasa.
"Maaa ...." Si kembar tak sabar berlari menghampiri mamanya saat bibinya membuka pintu rumah.
Begitu hampir mendekati mamanya, Angkasa dengan sigap mengangkat dua tubuh mungil itu dalam gendongannya.
"Jangan turun, di luar kotor banyak kotoran ayam," ujar Angkasa sembari memeperlihatkan ayam-ayam yang mematuk tanah pekarangan Salma.
Salma dan kakak iparnya tertegun sekaligus terkejut melihat reaksi spontan yang ditunjukan Angkasa. Kedua anak kembarnya pun ikut tertegun tetapi menurut saja ketika pria asing menggendong mereka masuk ke dalam rumah.
"Cakra dan Candra mau donat?" Angkasa menunjukan sebuah kotak berlogo toko donat terkenal. Si kembar menatap mamanya penuh harap, meminta persetujuan sebelum menerima pemberian orang asing.
"Boleh, tapi cuci tangan dulu," ujar Salma. Saat itu juga langkah kecil berderap berebut menuju ke arah kamar kecil untuk mencuci tangannya.
"Bajumu basah, mandi dulu nanti masuk angin," ujar Angkasa sembari melihat ke arah Salma yang berdiri di sampingnya. Sedangkan ia sudah sejak tadi duduk di kursi ruang tamu tanpa menunggu dipersilahkan masuk.
"Saya tinggal ke dalam dulu, Pak." Salma menunduk sedikit lalu masuk ke arah dapur.
"Ciie, cieee ... Itu yang dulu sempat mampir ke rumah 'kan?" Tia yang sedang membuatkan minum untuk Angkasa langsung melempar godaan begitu adik iparnya masuk ke dalam dapur.
"Apaan sih, Mba. Dia itu bukan orang sembarangan, nganter doang karena hujan." Salma berdiri membelakangi Tia agar semburat wajahnya tidak terlihat.
"Mau orang sembarangan atau orang aring, yang pasti dia pria dan matanya memandangmu bagaikan ratu."
"Gombal!"
"Salma, mana ada pria yang tidak ada perasaan mengantarkan seorang wanita pulang di tengah hujan lebat, tapi masih sempat mampir untuk beli donat?"
"Ga usah ngarang cerita deh, Mba, dia itu sudah punya pasangan."
"Yaaahhhh, padahal aku berharap lebih. Eh, kamu jangan seperti teman sialmu itu ya. Jauhkan pikiran untuk merebut laki-laki dari wanita lain. Kalau kamu sampai seperti itu, kamu sama brengseknya dengan dia!" seru Tia sembari mengacung-acungkan sendok ke wajah Salma.
"Apaan sih, Mba. Sekalipun hanya ada satu pria di dunia ini, tapi jika sudah punya pasangan aku juga tidak akan mau!" seru Salma seraya menepis sendok dari depan wajahnya lalu segera masuk ke dalam kamar mandi menyembunyikan gemuruh di dadanya. Perkataan Tia mengingatkannya akan pengkhianatan suami dan sahabatnya, dan sekarang apakah ia akan menjadi orang ketiga di antara Jane dan Angkasa seperti Tania?
Rumah yang kecil membuat Angkasa dapat mendengar dengan jelas percakapan antara Salma dengan kakak iparnya. Awalnya ia tersenyum-senyum mendengar Tia menggoda Salma, tapi saat Salma mengatakan ia sudah punya pasangan keningnya berkerut bingung.
Ia semakin bingung lagi, saat Tia masuk ke dalam ruang tamu membawa nampan berisi secangkir teh hangat dengan wajah masam. Tadinya kakak ipar Salma itu menyambutnya penuh dengan senyuman, tapi setelah perdebatan di dapur respon Tia pada Angkasa tak sebaik awalnya.
"Tinggalnya di mana, Mas?" tanya Tia dengan pandangan menyelidik.
"Daerah sengkotek. Perumahan Permata griya hijau." Angkasa memasang wajah ramah dan senyuman yang lebar. Tia hanya mengangguk-angguk karena ia pun tidak tahu di mana daerah yang disebut Angkasa tadi.
"Sudah malam, ga enak sama tetangga. Lagipula, hujan sudah reda." Tia berusaha mengucapkannya dengan sopan.
"Ehmm, iya benar." Angkasa menarik nafas, sekilas melirik ke arah pintu keluar lalu melihat arah dapur berharap wanita yang bersamanya tadi segera keluar dari sana.
"Salma sedang membersihkan badan, mungkin sedikit agak lama. Anak-anak juga sudah harus tidur," lanjut Tia menyadari arti pandangan dari pria matang di depannya.
Angkasa melihat ke arah si kembar yang jelas tidak sedang mengantuk. Mereka masih asyik memilih donat kedua yang akan mereka lahap.
"Baiklah, saya pamit dulu. Cakra, Candra, Om pulang dulu ya. Jangan lupa bersihkan giginya sebelum tidur." Angkasa mengusap kepala si kembar bergantian.
Sebelum berdiri ia sempatkan melirik sekali lagi ke arah dapur, tapi kakak ipar Salma sudah mendahuluinya berdiri seakan mengusirnya secara halus.
"Tolong sampaikan pada Salma saya pulang," ucap Angkasa seakan tak rela beranjak keluar dari rumah kontrakan Salma.
"Pak Angkasa sudah pulang, Mba?" tanya Salma pada kakak iparnya yang membawa cangkir kosong ke dalam dapur. Pintu depan yang tertutup dan lampu ruang tamu yang telah padam sebenarnya sudah mewakili jawaban dari Tia.
"Iya udah balik, kenapa kok kamu kayak kecewa gitu?"
"Enggak. Aku cuman belum sempat bilang terima kasih," elak Salma. Ada rasa kecewa dan marah ketika Angkasa pulang tanpa mengucapkan sesuatu padanya.
Padahal ia sengaja menyempatkan untuk memoles wajahnya dengan sedikit bedak dan mengulas bibirnya dengan lipcream sebelum keluar dari kamar. Salma mengusap kasar bibir serta wajahnya dengan kapas pembersih. Malu hati menyergapnya, ia bagaikan wanita kesepian yang sedang mengharapkan kehadiran lelaki dalam hidupnya.
...❤️🤍...
Mohon maaf ya bulan ini mungkin agak lambat up nya, karena ada kegiatan yang tidak bisa ditinggal 🙏, tapi pasti akan tamat walau mungkin tidak bisa tiap hari upnya🙏🙏🥺