MISI KEPENULISAN NOVELTOON
Terbangun karena cekikan yang membuatnya susah bernapas. Athena mendapati dirinya ternyata masuk ke dalam novel yang dia baca sebelum dia tidur. Ternyata dia menjadi seorang pemeran antagonis yang lemah dan manja yang kebetulan memiliki nama yang sama dengan dirinya.
Bisakah Athena bertahan di dunia yang asing itu baginya? bagaimana caranya dia kembali? apa saja dia temui di sana? adakah cinta yang mengubah dirinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Quin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33. Kecewa
“Sebenarnya beberapa bulan lalu, Aku baru tahu bahwa ternyata selama ini keluarga yang aku anggap keluarga bukanlah keluargaku yang asli. Aku tertukar dengan seseorang saat di rumah sakit. Beberapa bulan yang lalu juga aku baru di bawa kembali oleh orang tua kandungku,” ujar Arabella dengan semangat mengatakan hal itu.
Tentu saja kata-kata itu langsung membuat Edward langsung tersadar. Wajahnya dan matanya yang tadi memunculkan binar kebahagiaan tiba-tiba saja meredup. Dia langsung memalingkan wajahnya dari Arabella yang masih asik membicarakan tentang keluarganya.
“Ternyata aku tidak menyangka bahwa selama ini aku adalah putri dari keluarga Delaveto. Aku sangat bahagia mendapatkan kedua orang tua yang ternyata begitu mencintaiku. Keluargaku itu ….” Lanjut Arabella dengan gayanya mencoba membanggakan dirinya bahwa sekarang dia memiliki keluarga yang setidaknya tidak terlalu jauh statusnya dari keluarga Edward. Bagaimana pun keluarganya termasuk keluarga terkaya dan dipandang di negara itu.
Edward sama sekali tidak lagi mendengar apa yang dikatakan oleh Arabella. Dia baru teringat dengan latar belakang dan cerita keluarga Arabella. Edward sudah tahu semua itu sejak dia mencari tahu tentang latar belakang dari Athena.
Tapi karena tadi dia begitu senang karena Arabella seolah-olah memunculkan kenangannya tentang adik kecilnya hingga Edward lupa dengan latar belakang dari Arabella. Edward benar-benar kecewa karena dia yakin Arabella bukalah ‘Adik kecil’ yang dia cari selama ini. Dia harus kembali mencari di mana ‘Adik kecil’ nya yang sebenarnya berada.
Edward langsung melepaskan tangan Arabella yang masih dia genggam tadi. “Maaf, aku sudah mengganggumu.” Edward langsung bernada dingin dan datar. Terkesan langsung dingin.
Melihat perubahan sikap dan juga nada bicara Edward tiba-tiba saja Arabella mengerutkan dahinya. Kenapa tiba-tiba Edward malah kembali bersikap dingin dengannya. Padahal tadi dia begitu senang ketika Arabella menjawab bahwa dia adalah gadis yang tersesat itu. Tapi kenapa sekarang malah begini. Apakah dia salah berbicara? Arabella langsung saja merasa panik dan bingung harus berbuat apa. Dia takut rencana yang sedang dia jalankan nantinya menjadi gagal.
“Kakak, apakah terjadi sesuatu? Eh? Apakah aku salah berbicara? Kenapa kakak seperti tidak senang?” tanya Arabella dengan suaranya yang begitu lembut mendayu.
Edward hanya menggelengkan kepalanya tanpa melihat ke arah Arabella. “Aku pergi dulu,” ujar Edward yang langsung saja ingin beranjak pergi dari sana. Tentu saja baginya tidak ada yang perlu dia lakukan di sana lagi.
Melihat Edward yang sudah melangkah pergi dan merasa bahwa rencananya akan segera gagal Arabella langsung gelagapan. Arabella harus terus melanjutkan aktingnya dan langsung bertanya pada Edward. “Kakak, apakah kakak adalah kakak kecil itu?” tanya Arabella dengan suara yang berharap. Edward mendengar itu langsung berhenti sejenak. “Atau kakak tahu tentang kakak laki-laki kecil itu? aku sangat ingin bertemu dengannya,” Arabella melanjutkan.
“Kenapa kau ingin tahu dan bertemu dengannya dia?” tanya Edward dingin.
“Karena aku ingin berterima kasih. Kakak kecil itu sudah mengajari aku bermain piano hingga aku bisa memainkannya dengan sangat baik. Dia juga yang sudah membuatku begitu menyukai piano hingga sekarang,” ujar Arabella dengan senyuman senang dengan binar berharap di matanya.
Edward melihat ke arah Arabella dengan tatapan sendunya. Tiba-tiba saja muncul sebuah ingatan dalam kepala Edward. Dari tadi dia hanya memikirkan tentang ‘adik kecil’nya jadi dia tidak memikirkan hal yang lainnya. Edward lalu melangkah mendekati Arabella. Berhenti hanya beberapa langkah dari Arabella yang tampak senang bahwa Edward kembali mendekatinya. Edward mengamati Arabella dengan sangat seksama.
“Aku hanya ingin bertanya padamu,” ujar Edward langsung saja. Tapi nada bicaranya masih dingin seperti yang tadi.
“Ya?” jawab Arabella Antusias.
“Apakah kau adalah Aya?” tanya Edward yang mengingat bahwa adik kecilnya biasa dipanggil seperti itu.
“Ya, aku adalah Aya. Itu adalah nama panggilanku saat aku masih kecil.” Arabella langsung tampak begitu sangat senang karena ternyata rencananya berhasil memancing Edward untuk kembali mengulik tentang ingatannya. “Kakak, jadi benar kakak adalah kakak laki-laki itu? benar bukan? Aku sudah lama mencari kakak. Tidak menyangka bisa bertemu kakak di sini.” Arabella langsung bersikap ramah seolah dia baru saja bertemu dengan teman lamanya.
Edward yang mendengar hal itu bukannya menjadi senang tapi malah semakin mengerutkan dahinya. Kenapa perasaannya mengatakan bahwa walaupun semuanya cocok dengan apa yang dikatakan oleh Arabella, tapi dia seperti tidak bisa terima bahwa sosok yang ada di depannya ini adalah adik kecilnya.
“Kak Ed, itu adalah panggilan kakak bukan? Boleh aku memanggil kakak dengan kakak ed seperti dulu?” tanya Arabella lagi sok akrab.
Edward hanya menganggukkan kepalanya tanda dia setuju.
“Kak Ed, aku tidak menyangka kita akan bertemu begini. Aku juga tidak menyangka sekarang kakak menjadi pianis terkenal. Aku merasa itu memang sangat cocok dengan kakak,” kata Arabella dengan semangat.
“Terima kasih.” Datar Edward menjawabnya.
“Iya, sudah begitu lama. Terakhir kali bertemu usiaku saat itu masih begitu muda. Tapi aku sama sekali tidak bisa melupakan kakak.”
Edwad hanya mengulum senyumnya. Tampak tidak tertarik dengan obrolan yang dilontarkan oleh Arabella.
“Kakak,maukah kakak lain kali mengajariku agar aku bisa lebih baik dalam bermain pianonya?” tanya Arabella lagi. Kali ini memancing dengan pertanyaan agar Edward membuka mulutnya. Arabella bingung. Kenapa walaupun sudah menunjukkan semua fakta bahwa dulu mereka saling mengenal. Edward masih saja bersikap tidak ramah dengannya. Memangnya apa yang salah?
“Lain kali saja.” Edward mengatakan hal itu sembari melihat arloji di tangannya. Dia sama sekali tidak melihat ke arah Arabella yang dari tadi cengengesan, berusaha tampak bahagia karena menemukan kakak kecilnya.
“Terima kasih kakak.”
“Ya.”
“Aku sekarang benar-benar senang.”
“Hmm.”
“Eh, kakak, ini sudah siang. Apakah kakak ingin makan siang? Di kampus ini terkenal sekali dengan nasi Hainan-nya yang begitu enak. Kakak Ed, bagaimana jika kita makan di kantin kampus. Aku akan mentraktir kakak sebagai tanda terima kasihku sudah mengenalkan dengan piano dan juga mengajariku dulu,” ajak Arabella.
Tapi Edward sama sekali tidak menjawab perkataannya. Dia melihat Edward malah seperti sedang memikirkan sesuatu yang begitu menyita perhatiannya. Dia benar-benar terdiam dan fokus dalam satu titik.
“Kak Ed? Kakak?” tanya Arabella yang mencoba untuk menyadarkan Edward yang malah masih asik berkutat dengan apa yang ada di dalam kepalanya. “Kak Edward?!” ujar Arabella sambil mengayun-ayunkan tangannya di depan wajah Edward berkali-kali hingga akhirnya Edward baru tersadar kembali dari lamunannya.
“Apa yang kau katakan tadi?” tanya Edward yang sejujurnya sama sekali tidak ingat apa pun yang dikatakan oleh Arabella. Ada sesuatu yang begitu mengganjal pikirannya sekarang.
ada apakah dengan kak author kok lama up nya