Siapa yang tidak menginginkan harta berlimpah. Segala keinginan dapat diraih dengan mudah. Tak heran banyak orang berfoya-foya dengan harta.
Berbeda dengan keluarga Cherika. Mereka menggunakan hartanya untuk menolong sesama dan keluarga.
Tapi tidak disangka, karena harta lah Cherika kehilangan harta keluarganya. Orang tuanya menghilang sejak mendapatkan kecelakaan. Hanya Cherika yang selamat.
Cherika kemudian tinggal bersama saudara ibunya. Dan tanpa sengaja, Cherika mendengar penyebab tentang kecelakaan orang tuanya.
Kabar apakah itu?
Ikuti jalan ceritanya !
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yenny Een, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32 DNA
Hasil laporan DNA dari sampel darah Arvin dan Rian menyatakan kecocokan 99,99%. Mereka berdua adalah ayah dan anak. Rian terdiam. Semua mata tertuju kepada Rian. Kakek Alby berdiri dan duduk di sebelah Rian. Kakek Alby memeluk Rian.
"Cucu Kakek. Cucu Kakek," Kakek Alby mengusap kepala Rian.
Tamara berdiri dan menghampiri Arvin. Mereka berdua berpelukan. Ternyata selama ini mereka bersama dengan anak kandung mereka. Dan hari ini hari bahagia mereka. Bertemu dengan anggota keluarga.
"Ternyata, memang benar! Rian ditukar! Siapa pelakunya!" Satria geram.
"Sungguh kejam! Apa salah kami? Gak bisa dimaafkan!"
Cherika bangkit keluar dari ruangan Arvin. Cherika menghubungi seseorang. Cherika terlihat serius dan berapi-api berbicara di telepon. Wajah Cherika merah menahan amarah. Dengan suara berbisik tapi tegas, Cherika memerintahkan orang itu untuk melakukan sesuatu.
Cherika menutup teleponnya dan kembali masuk ke dalam ruangan Arvin.
"Kak Rian," Cherika sungguh bahagia saat mengetahui Rian adalah saudaranya. Selama ini hanya Rian yang peduli padanya.
Rian tidak henti-hentinya mengucap syukur dan terima kasih kepada Cherika. Selama ini Cherika banyak berkorban demi dirinya dan keluarga Susi.
Zidan juga saat ini, mendapatkan informasi dari orang kepercayaannya, beberapa orang mencari Informasi tentang Arvin di rumah sakit saat ini. Mereka diamankan dan diinterogasi. Zidan dan Dokter Erlandi keluar dari ruangan Arvin menuju tempat yang dikirim oleh orang kepercayaannya.
Cherika kembali mendapatkan pesan chat dari Dhika. Dhika marah karena Cherika tidak datang ke tempat yang sudah dia kirimkan alamatnya. Dhika mengancam akan membunuh Arvin dan Tamara.
Cherika tidak menghiraukan ancaman Dhika. Cherika langsung memblokir nomor kontak Dhika. Dalam hati Cherika mengutuk Dhika. Cherika lebih memilih kembali menghabiskan kerinduannya kepada Arvin, Tamara dan Rian.
🌑 Kota Zamrud.
Susi dan Laudya akhirnya menjual perhiasan mereka untuk membayar utang Cakra. Susi dan Laudya juga terpaksa memberikan uang untuk istri dan anak-anak Cakra. Setelah uang itu diberikan, Susi dan Laudya membuat perjanjian. Istri dan anak-anak Cakra tidak boleh lagi menemui mereka untuk selama-lamanya.
Susi marah besar, selama berpuluh-puluh tahun menjalani pernikahan, Cakra mengkhianatinya. Cakra meninggal dunia tidak meninggalkan warisan yang banyak tetapi utang yang berkembang biak.
Laudya juga tidak terima, perhiasan yang selama ini diberikan Dhika, terpaksa dijual untuk biaya pemakaman Cakra, bayar utang Cakra. Laudya sungguh tidak rela. Laudya tidak bisa lagi pamer harta benda. Mengingat sekarang Dhika tidak seboros dulu lagi. Dhika pelit memberikan uangnya.
Laudya mencoba menghubungi Dhika, menanyakan keberadaannya. Sejak di pemakaman Dhika menghilang. Laudya sangat membutuhkan kehadiran Dhika. Laudya berharap, Dhika meringankan beban biayanya.
Dhika mengangkat teleponnya. Terdengar suara dentuman musik diskotik. Dhika mengubah panggilan telepon menjadi panggilan video. Laudya melihat Dhika sedang minum alkohol dan bergelut dengan wanita berpakaian kurang bahan. Mereka sangat mesra.
Di bawah kerlap kerlip lampu disko, Dhika sengaja memanas-manasi Laudya. Dhika mencumbui wanita itu dengan gila. Laudya menutup teleponnya. Laudya berteriak sambil membuang apa saja yang ada di dekatnya.
"Laudya! Habis harta mama!" Susi mendorong Laudya.
"Dhikaaaaaa! Gue masih berduka! Papa baru saja ditanamkan. Lu sudah kurang ajarrrrrrr!"
Laudya terus berteriak frustasi. Laudya bertanya di dalam hati, kenapa Dhika tidak tunduk lagi seperti dulu. Dhika secara terang-terangan mengumbar kemesraan dengan wanita lain.
"Mana Kak Rian! Kenapa cuman aku yang menanggung semua utang Papaaaaaaa!" Laudya mengacak rambutnya.
"Rian, iya, Rian. Dia harus membayar utang Papa. Dia sudah lama tinggal bersama kita. Dia harus membayar semua yang dia makan!"
"Apa maksud Mama? Apa aku juga harus membayar apa yang selama ini aku makan?" Laudya mengernyitkan keningnya.
"Tidak sayang, kamu anak Mama."
"Kak Rian juga anak Mama."
"Bukan, dia bukan anak Mama."
"Kak Rian anak siapa?"
"Anak Tamara."
Laudya lekat memandangi Susi. Kejahatan apalagi yang dilakukan Susi. Kenapa Rian bisa menjadi anak Susi. Susi menukar bayinya yang meninggal ketika dilahirkan dengan bayi Tamara. Susi melakukan itu karena takut Cakra akan menceraikannya. Mertua Susi sangat menginginkan cucu laki-laki.
Laudya memegangi kepalanya. Terlalu banyak masalah dan musibah yang dia dapatkan hari ini. Laudya tidak mau lagi berlama-lama di rumah Susi. Laudya cape hati, pikiran dan dompet. Isi kepalanya bisa meledak.
Laudya mengambil kunci mobil yang ada di atas meja ruang tamu. Laudya melangkah keluar rumah. Susi menahannya karena nanti malam akan ada acara tahlilan. Susi juga takut ditinggal sendirian.
Laudya tidak menghiraukan Susi. Laudya masuk ke dalam mobil. Perlahan Laudya menstarter mesin mobilnya. Laudya meninggalkan rumah Susi dan melaju di jalan raya menuju rumahnya.
Tibalah Laudya di rumahnya. Laudya sungguh merasa lelah. Tenaganya terlalu banyak terkuras. Yang Laudya perlukan saat ini mandi, ganti pakaian, makan dan terakhir tidur.
Dengan malasnya Laudya masuk ke dalam kamarnya. Laudya melepas semua pakaian dan berendam sebentar di dalam bathtub. Setelah wangi, Laudya berganti pakaian.
Laudya sungguh amat lelah. Laudya sebenarnya ingin sekali beristirahat tapi perutnya keroncongan. Dalam keadaan setengah mengantuk, Laudya mengambil nasi instan beserta lauknya di dalam laci dapur.
Niat hati, Laudya ingin memanaskan nasi instan itu ke dalam microwave. Laudya sama sekali tidak menyadari, yang dia ambil itu adalah ponsel. Laudya menaruh ponselnya di dalam microwave. Setelah memencet tombol microwave, Laudya merebahkan diri di atas sofa yang ada di ruang keluarga.
Hari yang sungguh melelahkan. Laudya tertidur di ruang keluarga. Terdengar suara percikan api di dalam microwave. Panas ekstrem yang dihasilkan ponsel membakar plastik dan komponen ponsel lainnya. Ponsel itu meledak.
Microwave mengeluarkan asap. Terjadi kerusakan komponen listrik di dalam microwave. Dan microwave itu pun meledak. Api dengan cepat menjalar ke peralatan elektronik lainnya. Dalam sekejap dapur Laudya dipenuhi dengan api dan asap tebal.
Laudya sama sekali tidak menyadari bahaya yang sedang mengincarnya. Sampai akhirnya Laudya mendengar suara berisik seperti angin yang membakar rerumputan kering dan berhembus bawa panas, Laudya membuka matanya.
Laudya terbangun. Laudya dikelilingi asap tebal beracun. Laudya terbatuk sambil memegangi dadanya yang mulai terasa sesak. Laudya membuka lebar kedua matanya. Laudya melihat api besar berkobar dari arah dapur dan menuju ke arahnya.
Laudya berlari sekuat tenaga. Laudya berusaha membuka pintu depan rumahnya. Saking panik, gugup, takut, tangan Laudya gemetar. Laudya tidak sanggup membuka pintu.
Api semakin lama semakin besar. Laudya berteriak sekencang-kencangnya meminta pertolongan. Laudya masih berusaha membuka pintu. Ledakan demi ledakan terdengar jelas dari dalam rumah. Ledakan itu memadamkan listrik rumah Laudya.
Dalam kegelapan hanya diterangi kobaran api, Laudya berusaha mencari sesuatu untuk memecahkan kaca besar yang ada di sebelah pintu utama. Laudya memegang tongkat bisbol yang selalu dia simpan di sudut ruangan untuk berjaga-jaga.
Laudya mengayunkan tongkat bisbol memecah kaca besar sekuat tenaga.
CRAAAAANG!
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...